Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Belajar Memahami Cinta

Cinta, seperti angin yang membelai dedaunan,

          seperti air yang menenangkan ikan di dalamnya,

          seperti tanah yang menopang langkah manusia.

Tapi mengapa yang memberi kehidupan, sering kali juga menjadi penyebab luka?

Di antara kita, mungkin ada yang merasa dunia semakin kejam. Media sosial dipenuhi dengan kisah patah hati, pengkhianatan, dan cinta yang berubah menjadi duri. Setiap hari, orang-orang mengeluh tentang betapa sulitnya menjaga kesetiaan, betapa menyakitkannya dikhianati, dan betapa cinta yang dulu indah kini hanya menyisakan luka.

Benarkah dunia yang kejam? Ataukah kita yang melihatnya dengan mata yang kabur oleh ekspektasi sendiri?

Pernahkah kita merenungkan kata-kata ini?

Ikan mencintai air, tetapi mengapa air pula yang merebusnya?

Daun setia mengikuti angin, tetapi angin jugalah yang menggugurkannya.

Manusia menggantungkan hidupnya pada tanah, tetapi tanah juga yang menguburnya.

Apa yang salah? Bukankah begitu kenyataannya? Sesuatu yang kita cintai dan percayai seolah-olah justru menjadi sumber luka. Tetapi, benarkah demikian?

Mari kita tengok lebih dalam.

Apakah benar air yang merebus ikan? Tidak. Api yang melakukannya.

Apakah benar angin yang menggugurkan daun? Tidak. Musim yang berubah yang melakukannya.

Apakah benar tanah yang mengubur manusia? Tidak. Kematian yang menjemputlah yang menentukan akhirnya.

Kita sering kali menunjuk hal yang terlihat dekat sebagai penyebab luka, tanpa melihat kebenaran yang tersembunyi di baliknya.

Bukan cinta yang menyakiti, tetapi ego kita yang menuntut lebih dari yang bisa diberikan.

Bukan kasih sayang yang melukai, tetapi harapan yang kita bangun terlalu tinggi tanpa dasar yang kuat.

Ketika pasangan kita berselingkuh, kita buru-buru menuduhnya mata keranjang, tak tahu berterima kasih, tak lagi mencintai. Kita merasa menjadi korban, merasa dihancurkan oleh orang yang seharusnya menjaga hati kita.

Lalu ketika kita yang berselingkuh, kita mencari alasan. Kita menyusun pembenaran.

"Dia tak lagi memberi perhatian."

"Hubungan ini sudah hambar."

"Dia ternyata tak bisa ini, tak tahu itu."

"Kami sudah tak sejalan."

"Dia sekarang kasar."

Jika kita mau membuat daftar, pasti ada lebih banyak lagi alasan yang bisa diciptakan. Tapi mengapa alasan-alasan itu baru bermunculan ketika ada orang lain yang mendekat? Bukankah sebelumnya kita masih bisa bertahan?

Kita menuntut kesetiaan, tetapi di saat yang sama membiarkan hati kita tergoda. Oleh keelokan wajah, gemerlap jabatan, kepintaran, atau kilau uang. Seolah-olah kesalahan hanya pantas ditimpakan pada orang lain, sementara kita merasa berhak mencari kebahagiaan dengan cara apa pun.

Bukankah ini ironi?

Kehidupan bukan panggung drama yang diciptakan untuk menyakiti kita. Ia adalah sungai yang mengalir, membasuh siapa pun yang bersedia hanyut bersamanya. Tetapi ingat, arus yang sama juga bisa menghantam dan menenggelamkan mereka yang terus melawan arah. Maka, ketika kita berada dalam penderitaan "atas nama cinta", bertanyalah pada diri sendiri dengan jujur:

Apakah kita sedang dihanyutkan? Ataukah kita yang sengaja menghanyutkan diri?

Benarkah pasangan kita satu-satunya yang bersalah? Ataukah kita yang enggan bercermin?

Apakah luka ini nyata? Ataukah hanya refleksi dari harapan yang kita letakkan terlalu tinggi?

Kesetiaan bukan soal berpaling saat pasangan tak ada, tetapi tentang bertahan saat godaan ada di depan mata. Kesetiaan adalah memilih tetap di sisi yang sama, bahkan ketika dunia menawarkan sejuta pelarian.

Tetapi pada akhirnya, pertanyaannya bukan lagi tentang kesetiaan atau pengkhianatan. Bukan tentang siapa yang salah dan siapa yang benar. Melainkan tentang bagaimana kita memahami diri sendiri.

Jika kita tahu sesuatu itu salah, apakah kita masih ingin meneruskannya?

Karena pada akhirnya, bukan dunia yang harus berubah agar kita bahagia.

Tetapi cara kita memahami dunia itu sendiri. Tepatnya, cara Anda memahami cinta Anda.

*(Dwi Sutarjantono, penulis/mind programmer/Sekretaris Umum SatupenaDKI Jakarta)*

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies