![]() |
Ketua DPC Partai Demokrat Padang Pariaman Januar Bakri memberikan keterangan, terkait kisruh pekan kebudayaan. |
BATANG ANAI, - Tokoh masyarakat dan politisi Partai Demokrat Padang Pariaman, Januar Bakri menyesalkan sikap Ketua Timses Pemenangan JKA - RH, Wali Feri yang mendesak B. Rangkayo Rajo Sampono meminta maaf, dengan ancaman akan dilaporkan ke polisi dalam kasus ucapan sentimen terhadap suku Jawa.
Januar berpendapat pernyataan Wali Feri tidak mencerminkan sikap sebagai Ketua Timses yang bijak. Seharusnya Wali Feri dulu yang meminta maaf kepada Rajo Sampono atas kasus pembatalan Pekan Kebudayaan di Nagari Katapiang.
"Jika Wali Feri tidak segera mencabut pernyataannya terhadap Rangkayo Rajo Sampono selaku Pucuak Adat Kenagarian Katapiang, maka hal ini akan berpotensi negatif terhadap anak kemenakan Rangkayo Rajo Sampono terhadap Wali Feri, katakanlah semacam dendam," kata Ketua DPC Partai Demokrat Padang Pariaman, Januar Bakri kepada wartawan di Batang Anai, Minggu (14/7/2025).
Menurut mantan anggota DPRD Padang Pariaman ini, permasalahan yang kemudian Rajo Sampono menyebut bini Jawa atau istri Jawa, dalam konteks pembatalan pelaksanaan Pekan Kebudayaan di Kenagarian Katapiang adalah semata sebagai puncak kekecewaan dari seorang Rajo Sampono.
Penyebutan kata Jawa dalam pidato Rajo Sampono lebih mengarah kepada perbedaan karakter antara suku Jawa dan suku Minang, yang secara teori kebudayaan memang sangat berbeda.
Apalagi Rajo Sampono mendapatkan kabar, bahwa pembatalan Pekan Kebudayaan bukan atas inisiatif Bupati Padang Pariaman, tetapi diduga berasal dari perintah lisan istri bupati.
Hal ini secara dimensi adat Minang yang dipahami Rajo Sampono tidak boleh terjadi. Sebab laki-laki Minang, apalagi sebagai pemimpin, tidak boleh diintervensi oleh sang istri.
"Jadi Wali Feri kurang memahami dimensi kekecewaan dan keputusasaan Rajo Sampono, dalam masalah pembatalan acara pekan kebudayaan itu, terutama dalam hal nama baik. Jadi kalau kemudian muncul kritik tajam terhadap bupati, saya kira hal yang wajar saja terjadi," papar Januar Bakri.
Selain itu, pernyataan Wali Feri yang mengkambing-hitamkan pidato Rajo Sampono yang viral di berbagai media yang menjadi dasar dan alasannya menuntut permintaan maaf, dengan ancaman hukum terhadap Rajo Sampono juga tidak tepat. Sebab yang memviralkan pidato itu bukan Rajo Sampono tetapi pemilik akun lain.
Rajo Sampono pada saat itu hanya terbawa arus dan menyampaikan kritik tajamnya terhadap istri Bupati Padang Pariaman yang diduga sebagai pihak yang memberikan perintah membatalkan acara tersebut.
"Jadi kalau dipelajari lebih dalam kasus ini, terbukti bahwa Rangkayo Rajo Sampono ini juga korban eksploitasi dari berbagai akun di media massa, yang memanfaatkan momentum Rajo Sampono sedang marah dan kecewa kepada Bupati Padang Pariaman dan istrinya," ujar Januar lagi.
Dalam kaitan ini, Januar sangat menyayangkan keterlibatan Wali Feri bukan mendinginkan masalah, tetapi malah menyiramkan bensin melalui media supaya masalah ini semakin membesar.
Betapapun, seorang Wali Feri pasti memahami permasalahan apapun yang terjadi di Padang Pariaman, pasti akan dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.
Tetapi menariknya, tindakan yang diambil Wali Feri malah membuat suasana menjadi panas. Menurut Januar, apapun, Rajo Sampono adalah Rajo-nya orang Katapiang, Pimpinan dan Pucuk Adat Nagari Katapiang. Jika ada yang ingin memenjarakan Rajanya, dipastikan anak kemenakan dan rakyat Rajo Sampono tidak akan suka. Mereka pasti akan berupaya pula mencarikan pelajaran bagi orang yang mengancam Rajanya.
Januar juga menjelaskan, posisi Rajo Sampano adalah tidak sama dengan pemangku adat lain. Rajo Sampono selain sebagai pimpinan pucuak adat juga seorang pemegang kekuasan ulayat tanah di Kenagarian Katapiang.
"Artinya sistem pemerintahan tidak berlaku sama terhadap sistem kepemimpinan Rajo Sampono. Sebab itu menjadi sangat sensitif jika ada orang yang akan memenjarakan dirinya dalam kasus kekecewaan oleh pembatalan sebuah acara," pungkas Januar Bakri.
Tuntut Permintaan Maaf
Sebelumnya, Ketua Timses JKA - RH Wali Feri dengan mengatasnamakan Forum Anak Nagari Pariaman Raya melalui media Liputan7.id mendesak Rajo Sampono meminta maaf atas pernyataan yang dinilai bernuansa rasis dan berpotensi memecah belah antar suku, pada saat penutupan Pekan Kebudayaan Padang Pariaman di Katapiang.
Tri Suryadi yang akrab disapa Wali Feri, menyatakan kekecewaan mendalam dan mendesak permintaan maaf secara terbuka dari Rajo Sampono atas pernyataan yang dinilai bernuansa rasis dan berpotensi memecah belah antar suku.
Dalam konferensi pers yang digelar Senin (14/7/2025), Wali Feri menegaskan bahwa ucapan tersebut menyakiti banyak pihak, khususnya masyarakat suku Jawa yang telah lama hidup berdampingan dengan masyarakat Minangkabau di Padang Pariaman.
“Ucapan itu tidak bisa kita biarkan. Dan ini bukan masalah tim sukses, kami ini anak nagari yang cinta pada kerukunan. Kalau Rajo Sampono tidak menyampaikan permintaan maaf secara tertulis maupun melalui media sosial, kami siap menempuh jalur hukum,” tegas Wali Feri yang juga putra nagari di Padang Pariaman.
Menurut Wali Feri, pidato Rajo Sampono saat acara penutupan kegiatan Pekan Budaya Katapiang, secara terang-terangan menyebut orang Jawa tidak beretika, yang kemudian viral dan menuai kecaman luas di media sosial. Ia menilai pernyataan itu tak hanya melukai perasaan, tetapi juga bertentangan dengan semangat persatuan dalam berbangsa.
“Jangan lupa, banyak bundo kanduang kita, putri-putri Minang, menikah dengan orang Jawa. Presiden kita orang Jawa, Kapolri, Kapolda, Kapolres semua orang Jawa. Apakah mereka tidak beretika? Ini sudah jelas bentuk penghinaan terhadap suku tertentu,” sambungnya.
Dalam konferensi pers tersebut, Wali Feri didampingi dua kuasa hukumnya, Fauzan Chaniago dan Rizki Putra Zulfa, yang menyatakan telah menyusun somasi resmi kepada Datuak Rajo Sampono sebagai langkah awal penyelesaian.
“Kami beri waktu dua hari. Jika dalam dua hari tidak ada klarifikasi dan permintaan maaf yang disampaikan secara tertulis dan juga di media sosial, maka kami akan menempuh jalur hukum sesuai Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,” tegas Fauzan Chaniago.
Ia menambahkan, pernyataan dalam forum publik yang memuat unsur penghinaan terhadap etnis lain bisa dijerat hukum pidana, dan sangat berbahaya jika dibiarkan dalam masyarakat majemuk seperti Padang Pariaman.
Meski siap menempuh jalur hukum, Forum Anak Nagari tetap membuka ruang damai. Wali Feri berharap penyelesaian persoalan ini bisa melalui musyawarah dan mufakat, sesuai nilai-nilai budaya Minangkabau.
“Kalau memang ada itikad baik, kita siap duduk bersama. Duduk satu meja, buka semua akar masalahnya. Tidak ada persoalan yang tak bisa diselesaikan secara baik dalam adat Minang,” ujar Wali Feri.
Forum Anak Nagari juga meminta masyarakat tidak terprovokasi oleh narasi-narasi pemecah belah dan tetap menjaga kerukunan antar suku.
“Mari jaga keharmonisan kita. Jangan ada yang memanas-manasi. Budaya itu untuk menyatukan, bukan memecah. Jika dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk,” tambahnya
Di akhir pernyataannya, Wali Feri berharap Datuak Rajo Sampono segera mengambil langkah elegan dan arif untuk menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat Jawa dan masyarakat Padang Pariaman pada umumnya.
“Kami tidak ingin konflik ini berlarut-larut. Permintaan maaf bukan bentuk kelemahan, tapi kebesaran jiwa. Mari kita jaga nama baik nagari kita bersama-sama,” pungkas Wali Feri.
Rajo Sampono laporkan Bupati
Sementara itu Rajo Sampono yang dikonfirmasi wartawan tentang pernyataan Wali Feri menyatakan, telah memberi kuasa kepada pengacara Zulbahri untuk menjawab pernyataan Wali Feri.
Rajo Sampono juga menerima masukan hukum untuk melaporkan Bupati Padang Pariaman sebagai pihak yang memicu kerusuhan sosial di Kenagarian Katapiang.
Rajo Sampono berdalil, bahwa dirinya dan daerah Katapiang awalnya ditunjuk sebagai tempat pelaksanaan Pekan Kebudayaan Padang Pariaman.
Lalu, lima hari menjelang hari H. Pekan Kebudayaan dibatalkan. Yang membatalkan itu adalah istri Bupati Padang Pariaman. Alasan yang dipakai adalah karena tidak ada anggaran. Padahal ide kegiatan berasal dari orang Pemda sendiri.
Belakangan diketahui ternyata program Pekan Kebudayaan ini sudah masuk dalam APBD tahun 2024 yang notabene masih dalam pemerintahan Bupati Suhatri Bur. (*)