![]() |
Judul tulisan di atas adalah tema Musyawarah Daerah PERTI Provinsi Sumatera Barat yang akan berlangsung tanggal 24 Juli 2025 di Auditorium Gubernuran Sumatera Barat. Musyawarah Daerah adalah saatnya perubahan kepemimpinan, penetapan program kerja, rekomendasi dan sekaligus tentu menjadi ajang untuk muhasabah kolektif pimpinan organisasi, pimpinan Madrasah Tarbiyah Islamiyah, (MTI), Pondok Pesantren yang berafiliasi secara ideologis dengan PERTI, tentu untuk semua pihak yang berhubungkait dengan PERTI dalam makna yang seluas-luasnya.
Keberadaan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) dalam dinamika keislaman di Minangkabau adalah strategis dan memberikan warna yang cukup kuat. Fakta historis bahwa Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) lahir secara resmi pada 5 Mei 1928 adalah kelanjutan dari gerakan pendidikan dan dakwah ulama Minangkabau yang berbasis pada madrasah, surau, dan tarekat. Begitu juga lahirnya PERTI tidak terlepas dari dinamika pembaruan dan pertentangan di Minangkabau, di mana terdapat tiga arus utama pada awal abad ke-20, Kaum Tua yang mempertahankan tradisi surau, tarekat, dan kitab kuning. Kaum Muda (Modernis) yang dipengaruhi pembaruan Timur Tengah, mendirikan sekolah modern, dan Gerakan Nasionalis dan Politik yang melihat pendidikan Islam sebagai sarana perlawanan terhadap kolonialisme.
PERTI menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas, dengan menjadikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah sebagai pusat kaderisasi ulama, guru, dan pemimpin masyarakat. Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) didirikan di berbagai daerah seperti Candung, Tabek Gadang Payakumbuh, Jaho Padang Panjang, dan lain-lain. MTI memadukan kurikulum tradisional (kitab kuning, tafaqquh fiddin) dengan pendekatan modern (kelas, kurikulum, ujian). Lembaga pendidikan PERTI melahirkan ulama dan guru yang berpengaruh di Sumatera Barat dan wilayah lainnya (Sumatera, Kalimantan, Riau, hingga Malaysia). MTI juga menjadi basis pendidikan yang menjaga sanad keilmuan ahlussunah waljamaah dan tarekat yang sekaligus tetap adaptif dengan kebutuhan zaman.
PERTI berperan menjaga Islam tradisional Minangkabau yang berpadu dengan adat (“Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”). Mengembangkan dakwah berbasis surau dan majelis taklim. Membina jaringan ulama kampung dan nagari sebagai agen pencerahan masyarakat. Berperan aktif dalam menjaga keharmonisan adat dan syarak, sehingga Islam di Minangkabau tetap bernuansa kultural dan moderat.
Dalam dinamika politik sejak 1940-an, PERTI juga memasuki arena politik untuk memperjuangkan kepentingan pendidikan dan umat. Namun, keterlibatan politik tak dapat dielakkan melahirkan polarisasi internal, antara jalur pendidikan dan jalur politik. Persaingan dengan ormas Islam lain (NU, Muhammadiyah) serta partai politik pasca-Orde Lama. Tantangan modernisasi, di mana sebagian madrasah PERTI tertinggal dari segi mutu, manajemen, dan akreditasi formal.
Di era digital dan globalisasi, PERTI menghadapi tuntutan untuk modernisasi kurikulum tanpa meninggalkan ruh tafaqquh fiddin dan kitab kuning. Digitalisasi dakwah dan pendidikan, termasuk media sosial, TV dakwah, dan e-learning. Penguatan identitas ABS-SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) agar tetap relevan bagi generasi muda. Kolaborasi dengan ormas dan pemerintah agar PERTI tidak hanya bertahan sebagai warisan sejarah, tetapi menjadi aktor utama kebangkitan Islam moderat.
Keberadaan PERTI merupakan manifestasi kesinambungan ulama tradisional yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Meski mengalami pasang surut, PERTI tetap menjadi salah satu pilar penting dalam pendidikan, dakwah, dan pelestarian nilai ABS-SBK. Masa depan PERTI akan sangat bergantung pada kemampuannya bertransformasi menjadi organisasi pendidikan dan dakwah modern tanpa kehilangan sanad, tradisi, dan ruh keulamaannya.
PERJALANAN PERTI MENUJU SATU ABAD
Satu abad perjalanan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) akan segera tiba. Lahir dari rahim Minangkabau pada awal abad ke-20, PERTI menjadi warisan besar ulama yang memadukan kekuatan pendidikan Islam tradisional, dakwah Ahlussunnah wal Jama’ah, dan nilai kearifan lokal Minangkabau.
Sejak berdiri, PERTI selalu berpijak pada falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Falsafah ini menjadi pondasi moral, sosial, dan spiritual bagi ulama serta kader PERTI dalam mengelola pendidikan, dakwah, dan perjuangan umat. Kini, menjelang satu abadnya, PERTI dihadapkan pada tantangan kepemimpinan, fragmentasi organisasi, dan tuntutan transformasi di era digital.
Dalam menghadapi tantangan kedepan maka pimpinan PERTI dituntut memiliki komitmen diri dan kompetensi yang kuat. Rasulullah SAW menegaskan prinsip kepemimpinan yang adil dan amanah. "Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka; jika ia memimpin dengan amanah, ia akan bersama mereka di surga. Namun jika ia berkhianat, ia akan bersama mereka di neraka."(HR. Ahmad dan Tirmidzi), Oleh sebab itu, meneguhkan nilai-nilai adat dan syara’ dalam kepemimpinan organisasi menjadi kunci agar PERTI mampu menjawab tantangan zaman, tetap bersatu, dan berkontribusi bagi umat serta bangsa.
PERTI tumbuh dari tradisi surau dan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) yang tersebar di seluruh Minangkabau awalnya kini sudah menusantara, dari NAGARI MENAGARA. Surau bukan hanya tempat belajar agama, tetapi juga pusat pembentukan karakter, akhlak, dan kearifan lokal. Pepatah Minangkabau menegaskan, “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah; syarak mangato, adat mamakai.” Artinya, adat dan budaya Minangkabau harus bersandar pada syariat Islam, sehingga tidak ada kontradiksi antara budaya dan agama.
Falsafah ini membentuk corak kepemimpinan ulama dan ninik mamak yang bersifat kolektif, musyawarah, dan berorientasi pada kemaslahatan jamaah. Dalam konteks PERTI, nilai ini harus menjadi ruh kepemimpinan organisasi di semua tingkatan.
Tantangan PERTI Menyongsong Satu Abad. Menyambut satu abadnya, PERTI menghadapi tantangan berat untuk dikonsolidasikan, diishlahkan dan direkat dengan semangat yang baik tentunya. Fragmentasi dan lemahnya soliditas organisasi sebagai residu sejarah perbedaan kepentingan membuat PERTI terpecah, sehingga potensi besar MTI dan pesantren kurang optimal.
Krisis moral dan adab di kalangan generasi milenial. Fenomena degradasi nilai ABS-SBK di tengah masyarakat memengaruhi kualitas kader PERTI. Tantangan Digitalisasi dan Modernitas. PERTI tertinggal dalam pengembangan e-learning, dakwah digital, dan pengelolaan kelembagaan modern.
Kurangnya kader pemimpin visioner. Regenerasi yang lemah membuat PERTI kekurangan pemimpin yang memiliki integritas, ilmu, dan kemampuan manajerial. Dalam kondisi ini, kepemimpinan berbasis adat dan syara’ menjadi solusi untuk mengarahkan PERTI agar kembali kepada khittah perjuangannya.
Kepemimpinan Berbasis Adat dan Syara’: Pilar Kebangkitan PERTI. Kepemimpinan dalam tradisi Minangkabau dan Islam menekankan empat pilar:
(1). Amanah dan Adil (Al-Qur’an, QS. An-Nisa’ [4]:58). Pemimpin PERTI harus memegang amanah dan berlaku adil terhadap jamaah serta lembaga di bawahnya.
(2). Ilmu dan Teladan. Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah Allah mencabut ilmu sekaligus dari hamba-hamba-Nya, tetapi Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Hingga jika sudah tidak ada ulama, manusia akan memilih pemimpin yang bodoh; mereka memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan." (HR. Bukhari)
(3). Pemimpin PERTI harus berilmu, berakhlak, dan menjadi teladan, bukan sekadar pengelola organisasi.
(4). Pemimpin yang mengutamakan musyawarah dan kolektivitas. Pepatah Minangkabau berkata: “Bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat.” Artinya, semua urusan organisasi harus diselesaikan dengan musyawarah demi persatuan.(5). Kemandirian dan Kreativitas. Pemimpin PERTI harus membawa lembaga pendidikan dan pesantren menuju kemandirian ekonomi, digitalisasi, dan daya saing global.
Menjadikan PERTI bangkit dan relevan, kepemimpinan ke depan harus mendorong:
(1). Revitalisasi Pendidikan dan Dakwah. Memperkuat kurikulum kitab kuning dengan integrasi sains dan teknologi. Membangun Pesantren Digital PERTI dan kanal dakwah multimedia.
(2). Penguatan Regenerasi dan Kaderisasi. Membentuk Leadership School PERTI yang mendidik kader berakhlak, berilmu, dan profesional.
(3). Penguatan Ekonomi dan Kemandirian Organisasi. Mengoptimalkan zakat, wakaf, dan usaha produktif sebagai sumber pendanaan lembaga.
(4). Persatuan dan Kolaborasi. Menyatukan kembali semua potensi kader dan MTI di Sumatera Barat. Bermitra dengan pemerintah, dunia usaha, dan ormas Islam lain.
Satu abad PERTI bukan hanya perayaan sejarah, tetapi momentum untuk hijrah kolektif. Dengan kepemimpinan yang meneguhkan nilai-nilai adat dan syara’, PERTI dapat (1). Menjadi pusat kebangkitan pendidikan dan dakwah di Nusantara. (2). Menjadi teladan moderasi beragama dan kearifan budaya.(3). Menjadi organisasi yang solid, modern, dan berdaya saing global tanpa meninggalkan akar tradisi. Rasulullah SAW bersabda: "Tangan Allah bersama jamaah." (HR. Tirmidzi)
Dengan semangat ABS-SBK, PERTI akan mampu bersatu, berbenah, dan menyongsong satu abad sebagai kekuatan pendidikan dan dakwah yang bermarwah di Sumatera Barat dan Indonesia.
Kesimpulan
Menjelang satu abad usianya, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) tetap menjadi pilar penting dalam menjaga dan mengembangkan Islam tradisional Minangkabau yang berlandaskan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Sejak lahirnya pada 5 Mei 1928, PERTI telah menjadi jembatan antara tradisi dan modernitas, melalui jaringan Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI), surau, pesantren, serta ulama-ulama yang berakar pada sanad keilmuan Ahlussunnah wal Jama’ah dan tarekat.
Kini, ketika berhadapan dengan tantangan fragmentasi organisasi, krisis kaderisasi, degradasi nilai ABS-SBK, dan arus digitalisasi global, PERTI membutuhkan kepemimpinan yang adil, amanah, berilmu, dan kolektif. Kepemimpinan ini mesti berpijak pada: Amanah dan keadilan sebagaimana perintah Allah (QS. An-Nisa’ [4]:58) dan teladan Rasulullah SAW. Keilmuan dan akhlak ulama sebagai fondasi fatwa dan keputusan organisasi. Musyawarah dan persatuan sebagai kekuatan kolektif, sebagaimana pepatah Minang: “Bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat.” Kemandirian, inovasi, dan daya saing global dalam bidang pendidikan, dakwah, dan ekonomi organisasi.
Dengan meneguhkan nilai-nilai adat dan syara’ sebagai landasan kepemimpinan, PERTI berpeluang untuk: merevitalisasi pendidikan dan dakwah, melalui pesantren digital, kurikulum kitab kuning yang terintegrasi dengan sains dan teknologi, serta kanal dakwah multimedia. Melahirkan kader pemimpin berilmu, berakhlak, dan profesional melalui program kaderisasi dan sekolah kepemimpinan. Memperkuat kemandirian ekonomi organisasi dengan zakat, wakaf, dan usaha produktif. Menyatukan potensi kader, MTI, dan jaringan pesantren sebagai kekuatan kebangkitan Islam moderat di Sumatera Barat dan Nusantara. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Tangan Allah bersama jamaah.” (HR. Tirmidzi), maka hanya dengan persatuan, kepemimpinan yang amanah, serta komitmen pada ABS-SBK, PERTI akan mampu bangkit, menjadi teladan moderasi beragama, dan tampil sebagai organisasi pendidikan serta dakwah yang bermarwah dalam menyongsong abad kedua pengabdiannya untuk umat dan bangsa. DS.19072025.
*Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat PERTI