![]() |
Oleh: Duski Samad
Tema tulisan ini hadir membaca ucapan tahniah (selamat) atas terpilihnya H.Afrizal Moetwa sebagai Ketua PERTI Sumatera Barat untuk priode 2025-2030 pada Musyawarah Daerah, Kamis, 24 Juli 2025 di Auditorium Gubernuran Padang. Hemat penulis narasi "PERTI Mendunia" ini bisa dijadikan konsep strategis atau tagline gerakan globalisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) yang menegaskan peran ormas ini bukan hanya di ranah lokal (Sumatera Barat dan Indonesia), tapi juga dalam panggung dakwah, pendidikan, dan budaya Islam dunia.
Makna dan visi "Mendunia" berarti berkiprah di tingkat internasional melalui pendidikan (MTI, perguruan Tinggi, dan pesantren PERTI), dakwah moderat Ahlussunnah wal Jama’ah, penguatan sanad keilmuan, serta jejaring umat Islam global. Bersamaan itu sekaligus juga mengusung identitas khas Minangkabau dan PERTI (ABS-SBK, surau, tarekat sebagai soft power dakwah dan menjadi wadah kontribusi umat untuk perdamaian dunia, pendidikan Islam berkualitas, dan kebangkitan ekonomi syariah.
“Mendunia” berarti bukan sekadar ekspansi secara geografis, tapi membangun jejaring global ilmu, dakwah, dan ekonomis yang tetap berakar kuat pada nilai dan tradisi PERTI. Identitas Minangkabau (ABSSBK, surau, tasawuf Syathariyah) berfungsi sebagai soft power yang membedakan PERTI dari lembaga Islam global lainnya. Visi global PERTI mencakup peran sebagai agen perdamaian dunia berbasis nilai moderat. Pusat pendidikan Islam berkualitas internasional. Motor kebangkitan ekonomi syariah global.
Dari visi di atas dapat dikembangkan Gerakan PERTI Mendunia melalui Pendidikan Global. Membuka cabang MTI/Pesantren PERTI di luar negeri (Malaysia, Singapura, Brunei, Eropa). Mengembangkan kurikulum internasional (Bahasa Arab, Inggris, Sains Islam, Fiqh Global). Dakwah Digital dan Literasi Global, membangun TV PERTI dan platform dakwah digital internasional (YouTube, podcast, e-learning).Menjadi rujukan kajian tasawuf moderat dan sanad keilmuan Nusantara.
Dalam sosial budaya mengembangkan ekonomi Syariah dan Zakat Internasional. Menghubungkan Lembaga Amil Zakat (LAZ PERTI) dengan jejaring zakat dan wakaf dunia. Mengembangkan koperasi syariah dan perdagangan halal global. Diplomasi Budaya dan Ulama. Mengirim dai, ulama, dan guru PERTI ke mancanegara untuk program exchange. Memperkenalkan warisan ulama Minangkabau (Syekh Burhanuddin, Syekh Khatib Ali, Inyiak Candung) sebagai ikon dunia.
STRATEGI GLOBALISASI PERTI
1. Historis dan Ideologis
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) lahir sejak 5 Mei 1928 (15 Zulqaidah 1346 H) di Candung, Sumatera Barat, atas inisiatif Syekh Sulaiman arRasuli bersama sejumlah ulama kaum tua untuk mengubah sistem pengajaran surau menjadi Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) modern. Ini merupakan upaya mempertahankan akidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan mazhab Syafi‘i, menolak modernisme ekstrem sambil menjaga tradisi ilmiah lokal. Pada rapat besar tahun 1930, PMTI resmi berganti nama menjadi PERTI dengan pusat di Bukittinggi dan cabang MTI yang tersebar luas hingga Aceh dan Sumatera Timur
PERTI berfungsi sebagai benteng pendidikan tradisional moderat di Indonesia, dengan lebih dari 300 MTI hingga tahun 1930-an, dan perannya tetap berkembang ke sektor sosial, dakwah, dan politik.
2. Globalisasi Pendidikan dan Dakwah
Menurut teori dalam studi globalisasi budaya modern, lembaga pendidikan keagamaan yang mampu mengadopsi kurikulum internasional, riset, dan bahasa global akan lebih mudah diterima dalam jejaring global Islam (Meyer, 2010). PERTI sudah memiliki modal simbolik berupa tradisi sanad ulama Minangkabau dan sistem surau yang demokratis—nilai-nilai lokal yang bisa menjadi soft power dakwah global.
Integrasi teknologi dalam pendidikan, seperti platform elearning dan media digital, terbukti meningkatkan akses ilmu dan citra lembaga keagamaan (OECD 2023). PERTI dapat menciptakan TV PERTI kanal YouTube, MOOC keislaman, serta kursus digital tentang tasawuf moderat dan ABS-SBK. Tahun 2025 ini sudah dimulai Halaqah Perti Digital yang diinisiasi oleh Lembaga Penyelenggaraan Pendidikan PERTI Nasional (LP3N) yang dipimpin oleh ulama internasional Ustad Abdul Somad diikenals UAS.
3. Identitas, Kohesi Sosial dan Perdamaian
Organisasi yang berakar pada tradisi lokal seperti PERTI mampu memberikan kohesi lintas budaya dan agama. Paham ABSSBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) menggambarkan bagaimana generasi muslim Minangkabau mengintegrasikan budaya lokal dengan syariat Islam secara harmonis. Model pendidikan ini relevan bagi komunitas Muslim global yang menghadapi krisis identitas dan ekstremisme.
Studi Casanova (2017) menyebut bahwa organisasi berbasis adat dan agama lokal cenderung mampu mendamaikan komunitas lintas budaya dan membangun tatanan sosial yang kohesif.
4. Filantropi dan Zakat Global
Dalam era digital, lembaga zakat perlu memperbarui cara kerja dan akses pelayanan. Studi tentang kesiapan LAZ di Indonesia menunjukkan bahwa lembaga yang memanfaatkan teknologi informasi lebih efektif dalam mencapai SDGs dan memperluas jangkauan sosial ekonomi.
PERTI dapat memperkuat LAZ PERTI dengan menjalin kemitraan global (misalnya dengan FOZ, POROZ, organisasi zakat internasional), serta mengembangkan koperasi syariah dan program sosial ekonomi berbasis diaspora.
PERTI Pusat Peradaban Islam Moderat dan Ilmiah
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) lahir dari rahim budaya Minangkabau pada 1928, membawa warisan pendidikan berbasis surau, sanad keilmuan, dan dakwah moderat. Di tengah tantangan global—radikalisme, sekularisme, dan disrupsi teknologi—PERTI memiliki peluang besar menjadi pusat peradaban Islam moderat dan ilmiah, yakni poros pengembangan Islam yang berimbang (wasathiyyah), berbasis ilmu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat modern.
Peradaban Islam Moderat adalah konsep peradaban yang menempatkan ajaran Islam sebagai fondasi kehidupan, tetapi dengan pendekatan keseimbangan (wasathiyyah)—tidak ekstrem ke kanan (radikal, eksklusif) atau ke kiri (liberal, sekular)—sehingga mampu mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadaban, berilmu, toleran, dan berkemajuan.
Ciri-Ciri Utama Peradaban Islam Moderat:
(1). Berbasis Wasathiyyah (Keseimbangan) yakni mengikuti prinsip ummatan wasathan (QS. Al-Baqarah: 143), yaitu berada di tengah: menjaga kemurnian akidah tanpa menolak kemajuan ilmu dan budaya. Menolak kekerasan, intoleransi, dan fanatisme sempit, namun juga tidak larut dalam sekularisme atau relativisme moral.
(2). Berorientasi pada Maqasid al-Syari‘ah. Menjaga agama (hifz ad-din), jiwa, akal, keturunan, dan harta, semua aspek peradaban (pendidikan, hukum, ekonomi, budaya) diarahkan untuk kemaslahatan bersama.
(3). Menghargai Ilmu dan Akhlak. Ilmu (agama dan sains) menjadi motor peradaban: “Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu” (QS. Al-Mujadalah: 11). Etika dan akhlak sebagai rambu agar ilmu dan teknologi tidak disalahgunakan.
(4).Mengakomodasi Kearifan Lokal dan Keragaman. Budaya lokal diterima selama tidak bertentangan dengan syariat (seperti falsafah Minangkabau: Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah). Mengakui pluralitas (agama, suku, budaya) sebagai rahmat, bukan ancaman.
(5). Mendorong Kemajuan dan Keadilan Sosial. Mengembangkan ekonomi syariah, keadilan sosial, dan pengelolaan sumber daya secara etis. Memanfaatkan sains dan teknologi untuk kemakmuran umat.
Mengapa Disebut “Peradaban” karena bukan hanya mengatur ibadah personal, tetapi juga: Membangun institusi sosial dan pendidikan (madrasah, pesantren, universitas). Mengelola ekonomi dan politik dengan prinsip keadilan dan amanah. Mencetak manusia berperadaban (insan kamil) yang seimbang dunia-akhirat.
Contoh Nyata Peradaban Islam model peradaban di Andalus (Spanyol Islam): memadukan ilmu, seni, dan toleransi. Kesultanan Turki Utsmani: menjaga syariat sambil memimpin sains dan teknologi. Islam PERTI memadukan adat, dakwah Aswaja, tarekat, dan pendidikan.
Argumen Ilmiah
(1). Kesesuaian dengan Maqasid al-Syari‘ah. Peradaban Islam yang kuat dibangun dengan menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. PERTI mengusung Islam moderat yang mendukung sains, etika, dan kebudayaan sebagai implementasi maqasid. Moderasi dan ilmu pengetahuan menjadi pilar agar umat Islam tidak terjebak dalam ekstremisme maupun stagnasi intelektual.
(2). Integrasi Ilmu Agama dan Sains. Pendidikan PERTI (MTI, pesantren dan Perguruan Tingginya ) menerapkan pendekatan integrasi ilmu: turats (kitab klasik) dipadukan dengan sains modern. Konsep ini sejalan dengan visi PTKI modern dan penelitian kontemporer (misalnya Azyumardi Azra, Islam Nusantara dan Modernitas, 2015).
(3). Landasan Qur’ani dan Sunnah. QS. Al-Baqarah: 143 menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan (umat moderat). QS. Al-Mujadalah: 11 mendorong pengangkatan derajat orang berilmu. Hadis: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad). Ilmu dan moderasi adalah dua pilar yang membentuk peradaban beradab.
(4): Teori Peradaban. Ibn Khaldun (dalam Muqaddimah) menegaskan ilmu pengetahuan dan solidaritas sosial (‘ashabiyyah) sebagai penopang utama peradaban. PERTI sebagai ormas pendidikan mampu menjadi institusi yang menyatukan keilmuan, solidaritas, dan akhlak.
Argumen Sosiologis
(1). Kebutuhan Sosial terhadap Moderasi. Masyarakat global mengalami polarisasi: radikalisme vs liberalisme. Model Islam moderat (berbasis ABS-SBK, mazhab Syafi’i, dan tarekat muktabarah) dapat menjadi third way (jalan tengah) yang diterima masyarakat. Kearifan Lokal Minangkabau sebagai Basis Sosial. Nilai Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah memadukan adat dan syariat, sehingga ajaran Islam membumi. Surau dan nagari sebagai ruang pendidikan, dakwah, dan rekonsiliasi sosial menjadi model community-based civilization.
(2). Respon terhadap Transformasi Sosial. Disrupsi teknologi, urbanisasi, dan krisis moral mendorong perlunya institusi keagamaan yang adaptif dan inovatif. PERTI, dengan jaringan pendidikan dan dakwahnya, dapat menjadi agen perubahan sosial yang memadukan tradisi dan modernitas.
(3). Modal Sosial dan Jejaring Global. PERTI memiliki jaringan ulama, akademisi, diaspora, dan pesantren yang bisa dioptimalkan sebagai modal sosial untuk mendirikan cabang internasional (ASEAN, Eropa). Kehadiran PERTI di ruang digital (media dakwah, e-learning) memperluas peran sosiologisnya dalam membentuk opini publik global.
Langkah Strategis
(1). Mendirikan “Pusat Studi Peradaban Islam Moderat dan Ilmiah” di bawah LP3N untuk riset, publikasi internasional, dan kurikulum integrasi ilmu. (2). Revitalisasi Surau Digital: kajian turats, diskusi sains, dan platform dakwah berbasis teknologi. (3). Ekonomi Syariah dan Filantropi: zakat, wakaf produktif, dan koperasi jamaah sebagai penopang peradaban. (4). Diplomasi Budaya dan Pendidikan: pengiriman ulama, santri, dan akademisi ke luar negeri, serta kerja sama dengan al-Azhar, Rabithah, dan lembaga dunia.
Kesimpulan
PERTI Mendunia sebagai Pusat Peradaban Islam Moderat dan Ilmiah menegaskan bahwa Persatuan Tarbiyah Islamiyah bukan hanya berperan sebagai organisasi lokal Minangkabau dan Indonesia, tetapi juga berpotensi menjadi aktor global dalam dakwah, pendidikan, budaya, dan ekonomi umat. Dengan mengusung nilai wasathiyyah (keseimbangan), maqasid al-syari‘ah, integrasi ilmu agama dan sains, serta kearifan lokal ABS-SBK dan tradisi surau, PERTI dapat membangun peradaban Islam yang berkeadaban, berilmu, toleran, serta mampu menjawab tantangan zaman.
Keunggulan PERTI terletak pada tradisi dan sanad keilmuan yang kokoh sebagai benteng akidah Ahlussunnah wal Jama’ah mazhab Syafi‘i dan tarekat muktabarah. Jejaring pendidikan dan dakwah (MTI, perguruan tinggi, pesantren) yang bisa diintegrasikan dengan teknologi digital dan kurikulum internasional. Kekuatan sosial-budaya Minangkabau (ABS-SBK, surau, nagari) yang menjadi soft power dakwah global. Modal sosial dan jejaring internasional yang dapat menopang diplomasi budaya, penguatan zakat dan wakaf, serta kebangkitan ekonomi syariah berbasis diaspora.
Dengan strategi pendirian Pusat Studi Peradaban Islam Moderat dan Ilmiah, revitalisasi surau digital, penguatan filantropi syariah, serta diplomasi ulama dan pendidikan, PERTI berpeluang menjadi ikon Islam moderat dan ilmiah di tingkat dunia.
Peran ini tidak hanya menjaga warisan sejarah dan identitas, tetapi juga membentuk generasi insan kamil dan peradaban Islam global yang damai, berilmu, dan berdaya saing internasional. DS.25072025.

