Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Satu Atap Tiga Puluh Enam Jiwa Penulis : Ririe Aiko

 #30Harimenulispuisiesai

Puisi 10


(Di Kampung Cisurupan, Cimahi, sebuah rumah dihuni oleh 14 kepala keluarga dengan total sekitar 36 jiwa dalam luas hanya 70,7 meter persegi. Kondisi ini mencerminkan ironi sosial, di mana di satu sisi banyak rumah megah berdiri luas tetapi jarang dihuni, sementara di sisi lain, rumah-rumah kecil harus menampung begitu banyak kehidupan) 


---000---


Di pusat kota yang megah,

di balik pagar tinggi berlapis marmer,

berdiri rumah seluas istana,

tapi sunyi seperti kuburan mewah.


Gerbang besi menjulang,

dijaga kamera dan satpam yang tak berani duduk,

di dalamnya, lantai mengilap tanpa jejak,

ruangan luas tapi penghuni sering pergi.


Sebuah ruang makan sebesar aula pesta,

meja panjang yang tak pernah diisi,

kursi-kursi mahal berdiri kaku,

menunggu tuan rumah yang tak kunjung pulang.


Di sebuah vila dengan pilar Romawi,

Pemilik rumah duduk dengan pikiran semrawut.

sibuk mencari cara

Untuk menambah angka di rekeningnya.

Ia lebih sering bermalam di hotel berbintang,

rumahnya hanya sebagai alamat di KTP.


Taman yang dirawat setiap hari,

hanya disaksikan oleh burung-burung yang tersesat tak punya rumah,

Kolam renang biru jernih berkilauan,

Tapi tak pernah tersentuh oleh tubuh pemiliknya.


----000----


Sementara itu,

di antara gang sempit dan suara knalpot tua,

berdiri rumah mungil, bukan istana,

hanya 70 meter persegi luasnya. (1)

Udara dibagi, mimpi pun dikompresi


Daeng, satu dari empat belas kepala keluarga 

yang tinggal dirumah itu,

tiga puluh enam jiwa bersusun di dalamnya,

Terbagi dalam sekat tipis,

Ruangan yang lebih sempit,

dari kandang kucing abdi negara,

di napas yang sesak,

hidup bergantian, berbagi udara yang sama.


Di rumah besar itu, ruang kosong menumpuk,

di rumah kecil ini, manusia yang bertumpuk.

Di istana, kasur empuk tak tersentuh,

di gubuk ini, lantai dingin menusuk tubuh.


---000---


Daeng baru saja pulang kerja,

lelah menempel di sekujur tubuhnya.

Tapi kamar mandi satu-satunya selalu 

penuh antrean.

Ia tak mengeluh bukan karena pasrah,

Tapi hidup yang terlalu keras,

membuatnya lelah dengan amarah.


Untuk apa berteriak 

Jika tidak ada yang ingin mendengar?

Untuk apa mengeluh

Jika nyatanya suara Kemiskinan 

Selalu tenggelam di laut keserakahan 


Manusia terus menumpuk harta,

Jarang peduli nasib sesama

Padahal Semesta menakdirkan hidup berbeda,

agar kita saling berbagi,

Bukan hanya untuk memperkaya diri sendiri,

Karena uang tidak akan pernah dibawa mati

---000---

CATATAN:

(1)https://www.kompas.com/properti/read/2024/07/10/123000721/rumah-mungil-di-cimahi-dihuni-14-kk-harusnya-seberapa-luas-yang-ideal

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies