Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Biografi Asfar Amir Tanjung (1), Jejak Awal: Dari Sekolah Dasar hingga Impian Menjadi Penulis

Asfar Tanjung ketika menyerahkan buku karyanya ke salah seorang guru di Kota Pariaman.

Asfar Amir Tanjung, yang lahir di Bulaan Padusunan, Pariaman, pada 2 Mei 1962, merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan Sutan Amir Bey dan Nurmanis Djamal. 

Kedua orang tuanya adalah guru agama yang juga bekerja di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) 6 Tahun yang terletak di Indaruang Padusunan. Sejak kecil, Asfar sudah dikelilingi oleh lingkungan pendidikan yang membentuknya menjadi pribadi yang mandiri dan penuh rasa tanggung jawab.

Saat bersekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Talago Sariak Padusunan, yang kini dikenal sebagai SDN 01 Talago Sariak, Asfar sering kali berjalan kaki menuju sekolah meskipun orang tuanya memiliki sepeda onta.

Meskipun berasal dari keluarga yang relatif berada, ia memilih bergaul dengan teman sebayanya dan lebih suka merasakan kebersamaan dalam perjalanan pagi menuju sekolah.

Jarak antara rumahnya dan sekolah sekitar satu kilometer, namun baginya perjalanan tersebut adalah waktu yang indah untuk berolahraga dan menikmati kebersamaan dengan teman-temannya.

Setiap malam, Asfar belajar mengaji di Surau Pincuran, yang tidak jauh dari rumahnya di Bulaan. Selain mengaji Al-Quran, ia juga mendengarkan cerita-cerita dari guru mengaji tentang adat istiadat dan kehidupan sosial yang akan membantunya kelak untuk berkembang menjadi pribadi yang baik dan dewasa. Pengalaman mengaji ini ternyata menjadi inspirasi bagi Asfar untuk mulai menulis dan mengarang.

Ketika duduk di kelas V, guru Bahasa Indonesia di sekolahnya memberikan tugas menulis. Asfar, yang selalu memperhatikan keindahan alam sekitar - terutama hamparan sawah di kawasan Indaruang, Koto Mandakek, dan Bulaan Padusunan - menulis cerita dengan penuh imajinasi.

Karangan yang ditulisnya dengan pensil pada buku Leces yang berwarna biru ini, mengejutkan sang guru karena kualitasnya yang luar biasa untuk ukuran seorang murid SD.

Berkat kerja keras dan pujian dari gurunya, Asfar semakin bersemangat untuk mengasah kemampuan menulisnya. Pada tahun 1974, ia lulus dari SD dan melanjutkan pendidikan ke PGAN 4 Tahun Padusunan, mengikuti jejak kedua orang tuanya yang bekerja di dunia pendidikan.

Salah satu momen yang tak terlupakan bagi Asfar adalah ketika ia terpilih menjadi salah satu peserta upacara 17 Agustus di Lapangan Merdeka Pariaman.

Di tengah upacara tersebut, Asfar memperhatikan seseorang yang mondar-mandir membawa benda yang disebut Tustel, sebuah alat komunikasi.

Keingintahuan tersebut menambah semangatnya untuk terus mengembangkan diri dan berfikir tentang bagaimana caranya mencapai posisi seperti orang yang dilihatnya tersebut.

Keinginan untuk menjadi seorang penulis pun semakin menguat, seiring dengan harapan kedua orang tuanya yang ingin ia mengikuti jejak Hamka, seorang penulis dan intelektual besar bergelar Doktor.

Perjalanan Asfar Amir Tanjung dari seorang anak SD yang suka menulis hingga akhirnya, melanjutkan pendidikan di PGAN menjadi cikal bakal karirnya sebagai seorang penulis.

Dari sini, dimulailah sebuah perjalanan panjang yang tidak hanya membentuk karakternya, tetapi juga memberikan inspirasi bagi banyak orang dalam menggapai impian mereka. 

Catatan : Mak Sri Anaco

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies