![]() |
Siang ini, Selasa, 15 Juli 2022 di hall IKK Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat Bupati Padang Pariaman menfasilitasi Diskusi Publik Baiyo Batido Tali Tigo Sapilin, Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai, Wali Nagari dan OPD dengan narasumber Komunitas Intelektual Padang Pariaman.
Pokok bahasan berkenaan realitas sosial kemasyarakatan, kenyaman dan pembangunan yang mengalami degradasi luar biasa mencemaskan. Banyak pihak menyadari ada "somethieng is wrong" Nagari ini tidak sedang baik-baik saja.
Bupati dalam sambutannya menegaskan setelah saya mengamati, merasakan 4 bulan ini, dan berdiskusi dengan ninik mamak dan cendikiawan yang sengaja kami undang 09 Juli 2025 lalu. Ada 4 (empat) masalah besar yang riil dan kasat mata terjadi dilingkungan anak kemenakan kita, yaitu krisis moral, pergeseran budaya, internalisasi ajaran Islam yang rendah dan lemahnya integritas tokoh panutan.
Semangat utama dari diskusi publik ini adalah terbangun kesadaran kolektif tentang nagari saat ini. Apresiasi dan kesedian semua komponen untuk berkomitmen dan sungguh-sungguh untuk merealisasikan gerakan basamo membangun nagari disuarakan oleh ninik mamak, alim ulama, wali nagari dan tokoh masyarakat.
DINAMIKA MODERNITAS
Modernitas hadir membawa dinamika besar bagi kehidupan nagari. Di satu sisi, ia memberi kemudahan dan kemajuan. Namun di sisi lain, ia menghadirkan tantangan serius terhadap nilai, adat, dan jati diri anak nagari. Artikel ini merinci empat tantangan utama dan strategi-solusi yang bisa diterapkan oleh seluruh elemen nagari.
1. Krisis Moral Publik
Meningkatnya perilaku menyimpang: narkoba, judi online, kekerasan. Menurunnya kepedulian sosial dan semangat gotong royong. Lemahnya kontrol sosial dari keluarga dan komunitas adat. Itu semua hampir ditemukan di semua nagari.
Penyebab bisa beragam. Kelemahan lembaga adat dan agama dalam membina masyarakat. Paparan nilai-nilai negatif dari media sosial yang begitu massif. Kurangnya pembinaan etika dan akhlak sejak dini.
Beberapa solusi strategis yang mengemuka di antaranya
Mengaktifkan kembali peran Limbago Adat sebagai pengawas moral masyarakat.
Membentuk Forum Nagari sebagai forum penyelesaian pelanggaran norma, edukasi dan gerakan basamo mambangun nagari dengan melibatkan rantau.
Pendidikan akhlak dan etika di surau, madrasah, dan rumah dan pencerahan massif dan berkurikulum.
Melalui Gerakan Basamo Membangun Nagari tingkat Kabupaten dan Forum nagari diharapkan hadiri program Nagari Anti Penyakit Sosial yang melibatkan generasi muda.
2. Pergeseran Budaya.
Gejala pergeseran itu nampak jelas anak muda, bergaya hidup hedonis, kurang peduli, malu berbahasa Minang dan tak mengenal pepatah petitih.
Di kalangan tokoh lokal tradisi musyawarah tergeser oleh budaya debat dan konflik, bahkan seperti hobby memecah belah. Menurunnya rasa santun, penghormatan terhadap orang tua dan tokoh adat.
Penyebabnya karena hilangnya ruang interaksi lintas generasi.
Pendidikan formal kurang mengintegrasikan budaya lokal.
Dominasi budaya global yang tidak tersaring.
Solusi strategis di antaranya integrasi kurikulum muatan lokal berbasis ABS-SBK di sekolah.
Festival budaya tahunan dan pelatihan seni tradisi.
Program "Baiyo Batido Digital" untuk literasi budaya daring.
Pelatihan generasi muda menjadi Duta Budaya Nagari.
3. Internalisasi Agama Rendah.
Gejala rendahnya penghayatan agama di antaranya ibadah dilakukan formalitas, tidak membentuk akhlak, simbolik, ritual minus makna. Remaja jauh dari masjid dan pengajian.
Ajaran Islam dianggap tidak relevan dengan tantangan masa kini.
Penyebab di antaranya pengajaran agama bersifat doktrinal, kurang aplikatif, Tuanku tidak cukup efektif gerakan dakwah dengan berbagai sebab. Kurangnya tokoh agama (Tuanku) yang dekat dan memahami konteks generasi muda. Tidak adanya forum dialog keagamaan yang terbuka dan rutin.
Solusi strategis di antaranya mengerakkan surau sebagai pusat tafaqquh fiddin dan akhlak.
Kajian Islam kontekstual: agama dan media sosial, cinta, pekerjaan halal. Program Shalat Berjamaah dan Mengaji Nagari untuk seluruh kalangan. Pelatihan khatib dan da'i muda dari kalangan lokal. GBMN akan memformulasi dengan baik.
4. Lemahnya Figur Panutan yang Berintegritas.
Gejala tokoh adat dan agama tidak memberi contoh. Banyak pemimpin lokal hanya populer, bukan bermoral. Rakyat apatis terhadap elite karena perilaku menyimpang.
Penyebabnya politik uang dan perebutan jabatan tanpa nilai.
Lemahnya kaderisasi tokoh sejak usia muda. Tidak adanya sistem evaluasi dan penghargaan tokoh berintegritas.
Solusi strategis melalui program kaderisasi pemimpin muda berbasis ABS-SBK. Forum evaluasi tahunan kinerja tokoh nagari oleh masyarakat. Anugerah Tokoh Berintegritas dan Panutan Nagari. Kampanye "Pilih Pemimpin Karena Akhlaknya" saat pemilihan.
Nagari harus menjadi ruang yang hidup, dinamis, namun tetap kokoh pada akar nilai. Menjawab tantangan modernitas tidak bisa dengan penolakan, melainkan dengan strategi adaptif yang cerdas dan berbasis nilai luhur adat dan syarak. Dengan bersinergi, nagari akan tetap menjadi benteng moral dan pusat peradaban anak negeri.
Analisis Tantangan
Artikel ini merupakan respons kritis dan reflektif terhadap kondisi sosial dan kultural nagari di Sumatera Barat yang mengalami degradasi nilai secara signifikan. Dalam diskusi publik yang digagas Bupati Padang Pariaman bersama tokoh-tokoh nagari, teridentifikasi empat tantangan besar:
• Krisis Moral Publik
Terwujud dalam perilaku menyimpang seperti narkoba, judi online, kekerasan sosial, serta melemahnya nilai gotong royong dan kontrol komunitas. Ini menunjukkan kerentanan nilai kolektif di tengah derasnya arus informasi dan degradasi lembaga pembinaan sosial.
• Pergeseran Budaya dan Keadaban
Terutama pada generasi muda yang mengalami alienasi terhadap bahasa, adat, dan norma lokal. Budaya Minang mulai kehilangan jejaknya dalam praktik kehidupan sehari-hari karena tergerus budaya global tanpa filter.
• Rendahnya Internalisasi Ajaran Islam
Praktik keagamaan menjadi simbolik, tidak membentuk karakter dan spiritualitas. Masjid dan surau mulai kehilangan peran sebagai pusat pencerahan dan pembinaan akhlak, terutama bagi generasi muda.
• Lemahnya Figur Panutan yang Berintegritas
Tokoh masyarakat kehilangan legitimasi moral di mata rakyat akibat perilaku yang tidak mencerminkan nilai luhur. Lemahnya kaderisasi dan dominasi politik pragmatis semakin memperparah krisis teladan ini.
Strategi dan Solusi (Gerakan Basamo)
Gerakan Basamo Mambangun Nagari (GBMN) hadir sebagai pendekatan partisipatif berbasis kearifan lokal dan integrasi nilai-nilai adat dan agama (ABS-SBK). Strategi-solusi yang ditawarkan menekankan sinergi antara pemangku adat, ulama, pendidik, pemerintah nagari, dan masyarakat. Di antaranya:
• Reaktivasi limbago adat dan surau sebagai garda moral dan spiritual masyarakat.
• Pendidikan karakter dan akhlak yang terstruktur dari rumah, surau, sekolah hingga komunitas digital.
• Revitalisasi budaya lokal melalui kurikulum, festival budaya, dan pelatihan generasi muda sebagai Duta Budaya Nagari.
• Dakwah kontekstual dan kepemimpinan spiritual berbasis generasi digital.
• Kampanye pemimpin berakhlak, evaluasi publik, dan pemberian anugerah kepada tokoh berintegritas.
Kesimpulan.
Gerakan Basamo Mambangun Nagari bukan sekadar slogan, melainkan panggilan kolektif untuk menyelamatkan dan merevitalisasi nagari sebagai benteng moral dan pusat peradaban. Tantangan modernitas—meskipun berat—dapat dihadapi dengan strategi adaptif yang berpijak pada akar nilai-nilai lokal: Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).
Diskusi ini menandai awal kebangkitan baru, di mana nagari tidak menyerah pada arus zaman, tapi mengambil peran aktif membimbing arah perubahan. Dengan niat kolektif, perencanaan partisipatif, dan komitmen kuat dari seluruh elemen masyarakat, marwah nagari akan tetap terjaga dan menjadi cahaya bagi masa depan generasi Minangkabau. DS
*Guru Besar UIN Imam Bonjol dan Pembina Majelis Silaturahmi Tuanku Nasional