Type Here to Get Search Results !

Perti dan Transformasi Generasi: Menakar Ulang Peran, Nilai, dan Strategi Oleh: Duski Samad

Tidak mudah membantah bahwa realitas masyarakat era digital terjebak dalam alam kehidupan matrealistis dan pragmatis. Pola pikir dan sikap hidup yang mengedepankan ideologis seringkali kalah saing dalam kontestasi.

Keluhan bahwa organisasi, tak terkecuali Perti seringkali menjadi "kuda tunggangan oleh pengurus" untuk mencapai tujuan pribadi dan kelompok kecil. Pada hal "sudah cukup api neraka", jangan tambah juga nyalanya dengan mengambil hak umat (Organisasi Perti).

Tak kalah mencemaskan adalah generasi Perti biologis (darah biru) banyak yang tak paham semangat awal pendirian Perti, akibatnya mereka tidak cukup paham melanjutkan cita-cita mulia leluhur mereka. (FA).

Analisis empiris dan ilmiah terhadap Perti dan Transformasi Generasi: Menakar Ulang Peran, Nilai, dan Strategi adalah kerja ilmiah untuk memotret realitas.

Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) merupakan warisan ulama Minangkabau yang memiliki peran historis dan kultural penting dalam pendidikan, dakwah, dan sosial-politik umat Islam di Indonesia. Namun, dinamika zaman, terutama dalam konteks perubahan generasi dari Baby Boomers, Gen X, Y (Milenial), hingga Gen Z dan Alpha, memunculkan tantangan serius bagi keberlanjutan nilai-nilai dan peran strategis Perti.

a. Profil Generasi dan Tantangan Perti.

Data BPS dan survei kependudukan (2023) menunjukkan 56,5% penduduk Indonesia adalah generasi muda (di bawah 40 tahun). Gen Z (lahir 1997–2012) mendominasi dengan 27,94%. Gen Z cenderung individualistik, digital-native, dan mencari makna langsung dan pragmatis dalam beragama.

b. Kelembagaan Perti Saat Ini

Minimnya regenerasi kepemimpinan di Perti (rata-rata pengurus usia 50 tahun ke atas). Ketergantungan pada metode dakwah tradisional (ceramah, halaqah offline). Belum maksimalnya digitalisasi pendidikan dan dakwah.

Contoh data:

Survei internal terkait keterlibatan santri dan mahasiswa Perti dalam kegiatan berbasis media sosial menunjukkan hanya 22% aktif dalam produksi konten dakwah digital.

2. Analisis Ilmiah: Teori Sosial-Budaya dan Pendidikan

a. Teori Generasi (Mannheim)

Karl Mannheim menegaskan bahwa setiap generasi dibentuk oleh pengalaman historis yang unik. Oleh karena itu, jika Perti ingin tetap relevan, ia harus bertransformasi dalam ekspresi nilai, bukan esensi nilai.

b. Teori Transformasi Kultural (Inglehart)

Modernisasi dan pergeseran nilai dari survival values ke self-expression values menuntut lembaga keagamaan menyesuaikan pendekatan. Dalam konteks Perti:

Perlu pendekatan baru dalam pendidikan agama yang kontekstual dan aplikatif.

Membangun hybrid identity santri antara tradisional-modern.

3. Menakar Ulang: Peran, Nilai, dan Strategi Perti

a. Reposisi Peran

Dari hanya sebagai penjaga tradisi menjadi inkubator pemimpin muda Muslim. Menjadi jembatan antara Islam tradisional dan kebutuhan generasi digital.

b. Revitalisasi Nilai

Penguatan kembali nilai-nilai inti PERTI: ilmiah, akhlak, dan khidmah dalam bentuk narasi digital, blog dakwah, dan kuliah umum tematik. Menanamkan maqasid syariah secara kontekstual dalam kurikulum pesantren dan perguruan tinggi Perti.

c. Strategi Transformasi

Digitalisasi kelembagaan dan dakwah Website, YouTube, TikTok edukatif, podcast ulama muda Perti. Pengkaderan dan pelatihan pemuda Perti (Leadership School). Kolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Islam, NGO, atau diaspora Perti.

Pembaruan kurikulum pendidikan Perti. Integrasi sains, teknologi, dan pemikiran Islam kontemporer.

4. Prediksi dan Rekomendasi ke Depan (2025–2045)

Jika Perti berhasil membangun ekosistem dakwah digital dan pendidikan yang inklusif, maka:

Basis kader muda dapat tumbuh 3 kali lipat dalam 10 tahun.

Perti bisa menjadi arus tengah Islam digital berbasis tradisi di Indonesia. Jika gagal bertransformasi, Perti berisiko menjadi simbol kultural tanpa fungsi strategis di masyarakat.

Rekomendasi:

Bentuk Dewan Generasi Perti Muda di tiap daerah. Bangun platform e-learning dan dakwah digital Perti. Perkuat riset dan dokumentasi sejarah Perti untuk narasi keumatan dan identitas.

Berikut adalah kesimpulan dari analisis dan refleksi terkait Perti dan Transformasi Generasi:

Kesimpulan

Transformasi sosial budaya dan percepatan digitalisasi telah menggeser orientasi hidup masyarakat, khususnya generasi muda, ke arah yang lebih materialistis dan pragmatis. Dalam konteks ini, lembaga keagamaan seperti Perti menghadapi tantangan serius dalam mempertahankan relevansi peran dan nilai-nilainya. Tidak dapat dipungkiri, Perti juga menghadapi problem internal seperti minimnya regenerasi kepemimpinan, resistensi terhadap digitalisasi, serta adanya penyalahgunaan organisasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok kecil.

Analisis ilmiah berdasarkan teori generasi dan transformasi kultural menegaskan bahwa keberlanjutan Perti tidak cukup dengan mempertahankan simbol dan tradisi, tetapi harus melalui revitalisasi nilai-nilai inti dan strategi kelembagaan yang adaptif terhadap zaman. Reposisi peran sebagai inkubator pemimpin muda, digitalisasi dakwah, serta integrasi kurikulum dengan nilai-nilai maqasid syariah menjadi keniscayaan.

Jika transformasi ini berhasil diwujudkan, Perti berpotensi menjadi arus tengah Islam digital berbasis tradisi yang kuat. Namun, jika gagal, Perti terancam menjadi sekadar simbol historis tanpa daya pengaruh strategis di tengah masyarakat. (Refleksi MUZAKARAH PENDIDIKAN  PERTI PINDOK PESANTREN NURUL AZHAR PIMPINAN UAS DI RUMBA 22-24 APRIL 2025)

*Wakil Ketua Umum PP PERTI

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.