Walinagari Sunua Defrizal menyerahkan sumbangan TSR ke pengurus Masjid Raya Baitul Makmur Kabun. (ad) |
Padang Pariaman, Sigi24.com--Kearifan lokal dalam ibadah Tarawih di Masjid Raya Baitul Makmur, terlihat sekali nilai-nilai kebersamaannya.
Kebersamaan diantara pemuka agama, sehingga jalannya ibadah terasa menyejukkan sekali.
Di sini memakai shalat Tarawih 20 rakaat. Lama. Ternyata tidak pula lama benar. Tetapi tidak pula sekencang yang disebut banyak orang.
Imamnya seorang tuanku. Masih muda. Sekalian dia pencemaran, Jumat 22 Maret 2024 malam itu, saat Tim Safari Ramadan (TSR) 26 Pemkab Padang Pariaman berkegiatan di masjid yang terletak di Korong Kabun, Nagari Sunua, Kecamatan Nan Sabaris ini.
Meskipun agak sedikit cepat bacaan ayat imam dari shalat wajib, setidaknya makrajul huruf cukup terpahami, tumakninah masih dipakai.
Nilai kebersamaan itu terlihat saat shalat bulan puasa itu terlaksana. Di belakang imam berjejer saf makmum yang tentunya di baris depan, para tokoh agama.
Di kampung itu para tokoh agama itu mungkin disebut sebagai labai, tuanku, khatib dan ada juga bilal. Nah, selesai shalat dua rakaat, salam.
Lalu, salah satu di belakang imam dengan sigap mengambil alat pengeras suara di depannya, lalu membaca bacaan sebelum yang lain mengimami bacaan shalawat.
Lalu, yang memimpin doa bersama setelah selesai shalat, lain pula orangnya. Yang memimpin tahlil juga lain orangnya. Pokoknya, imam cukup mengimami shalat saja.
Mulai bacaan tasbih usai shalat wajib, memimpin doa, itu orangnya berbeda-beda, demi menjaga persatuan dan kesatuan di antara orang siak itu barangkali.
Tentu sebuah pemandangan yang cukup menakjubkan. Terlihat indah dan semarak ibadah di masjid itu.
"Insya Allah, Masjid Raya Baitul Makmur Kabun ini selalu penuh oleh jemaah setiap malam dari awal sampai akhir Ramadan," kata seorang pengurus, saat kami minum usai shalat di teras masjid.
Mungkin agak beda dengan masjid lain, terutama masjid yang shalat Tarawih nya juga 20 rakaat.
Kebanyakan yang berlaku itu, bahkan acap kita saksikan, imamnya cenderung "makan tebu dengan urat-uratnya".
Ya, dia imam, dia pula mengimami shalawat, doa, tasbih serta tahlil. Apa tak ada orang siak lain di kampung itu?
Ada. Banyak malah. Sebab, di lingkungan sebuah masjid itu orang siaknya lengkap, bila dibandingkan dengan surau biasa.
Tapi kok tak ada berbagi dalam penyelenggaraan Tarawih? Mungkin ini yang patut kita diskusikan.
Kapan perlu kita studi ke Masjid Raya Baitul Makmur. Lihat dari dekat cara kebersamaan, cara berbagi tugas kita selalu pemuka agama di tengah masyarakat.
Ketua TSR 26 Elfi Delita yang juga Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Padang Pariaman memuji semangat masyarakat beribadah di masjid itu.
"Ini malam ketiga kita kunjungan ke masjid dan surau, Masjid Raya Baitul Makmur Sunua terkesan luar biasa," kata dia.
Masjidnya rancak, jemaahnya disiplin waktu, dan tak ribut soal perbedaan shalat Tarawih antara yang 20 dengan 11 rakaat.
"Artinya, tradisi keagamaan seperti demikian setiap puasa di daerah kita, adalah bagian dari hukum alam yang harus saling kita hargai dan hormati," ungkapnya.
Sampai malam itu rombongan TSR 26 ini shalat Tarawih di masjid itu. Lalu, setelah shalat para tamu atau undangan yang hadir di masjid disuguhi aneka makanan dan minuman.
Ya, menghormati tamu. Apalagi yang datang malam itu TSR kabupaten, membawa sumbangan untuk masjid berupa uang dan Quran.
Masyarakat Kabun selalu menghormati tamu. Apalagi malam itu juga datang Walinagari, Camat Nan Sabaris serta sejumlah tokoh masyarakat. (ad/red)