![]() |
PADANG PARIAMAN, -- SMPN 4 Kecamatan Lubuk Alung, Padang Pariaman, tengah menjadi sorotan publik. Kepala sekolah diduga melakukan pungutan liar (pungli) kepada orang tua siswa dengan dalih persetujuan komite sekolah. Namun, masyarakat menilai praktik ini sebagai bentuk penipuan, mengingat besarnya jumlah iuran yang dikenakan.
Berbagai jenis iuran diberlakukan, antara lain: uang OSIS Rp 10.000/siswa/bulan, uang perpisahan (3 guru) Rp 15.000/siswa, uang komite (kelas 7: Rp 150.000, kelas 8: Rp 150.000, kelas 9: Rp 100.000), dan uang perpisahan kelas 9 (kemudian dikembalikan setelah adanya edaran bupati).
Seperti telah diberitakan pada edisi lalu, hasil investigasi di lapangan kepada orang tua siswa dan siswa itu sendiri di Nagari Singguliang dan Pasia Laweh serta berdasarkan data jumlah siswa tahun 2024 (395 siswa) di situs web sekolah, total dana yang terkumpul dalam setahun diperkirakan mencapai Rp 62.525.000. Angka ini terdiri dari: uang komite (Rp 52.650.000), uang OSIS (Rp 3.950.000), dan uang perpisahan (Rp 5.925.000). Diduga praktik ini telah berlangsung selama tiga tahun, sehingga total dana yang terkumpul mencapai Rp 187.575.000.
Pertanyaan besar muncul: kemana dana tersebut dialokasikan? Apakah Ketua Komite dan pengurusnya mengetahui penggunaan dana tersebut? Kejanggalan semakin terlihat mengingat SMPN 4 Lubuk Alung juga menerima dana BOS sebesar Rp 458.200.000 per tahun.
Dugaan kolusi antara Kepala Sekolah Marni dan Kabid SMP Vebi Deswanto semakin menguat. Vebi Deswanto, alih-alih memberikan teguran, justru mengirimkan tangkapan layar informasi dari awak media Sigi24.com kepada Kepala Sekolah. Sikap ini menimbulkan kecurigaan adanya upaya untuk menutupi kasus pungli tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Padang Pariaman Drs. Anwar, M.Si, ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (24/06/2025) mengaku sudah perintahkan tim untuk menelusuri persoalan ini. Mengenai adanya pungutan uang komite, katanya, sudah melalui kesepakatan dari Komite Sekolah, namun Kadis Anwar tidak menjelaskan bentuk kesepakatan tersebut.
Hampir tiap sekolah yang pungut bentuk iuran kepada siswa beralasan sudah melalui hasil kesepakatan dengan orang tua siswa melalui rapat. Pertanyaan apakah rapat orang tua siswa mencukupi hadir dalam rapat tersebut ? Seperti di SMPN 4 ini misalnya 395 siswa, perkirakan saja orang tua siswa/wali muridnya 300 orang, boleh di cek daftar hadir dan berita acaranya dapat dipastikan tidak akan cukup hadir 100 orang, namun keputusan tetap diambil dan dilaksanakan.
Masyarakat berharap, Pemerintah Padang Pariaman segera menindaklanjuti kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terlibat. Ketidaktegasan pemerintah dalam menangani kasus ini dikhawatirkan akan memicu praktik pungli serupa di sekolah lain. Perlindungan dan pembiaran terhadap tindakan Kepala Sekolah tersebut justru akan merugikan orang tua siswa dan merusak citra dunia pendidikan di Padang Pariaman. (nd/red)