Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Tersakiti, Maradang dan Japuik Bajapuik Oleh : Prof Duski Samad Tuanku Mudo

Duski Samad Tuanku Mudo 

Tersakiti, PKDP Padang Meradang, begitu judul berita Padang Ekspres di halaman 11 metropolis. Pasalnya berita viral di media sosial terkait adanya wanita Piaman yang bunuh diri di sebutkan karena budaya japuik bajapuik di Padang Pariaman. 

Viral sebagai kekuatan opini, kritik, dan perubahan di era digital ini tidak selalu membawa kebaikan. Ketika topik yang diangkat dimengerti publik dengan mudah maka viral efektif untuk kritik, di saat yang diviralkan tidak dipahami publik dengan tuntas, atau salah dimengerti akan membawa keguncangan dan kehebohan publik, bahkan bisa konflik horizontal. 

Contoh paling nyata viralnya istilah japuik bajapuik di Piaman Laweh yang di framing medsos sebagai sumber malapetaka, membawa anak nagari bunuh diri, karena tidak mampu manjapuik calon suami yang oleh keluarganya diminta tarif tinggi dengan alasan pengganti uang mendapatkan pekerjaan. 

Viral, framing, streotipe dan ujungnya membawa image negatif adalah buah busuk yang dihasilkan akibat rendahnya kecerdasan pegiat medsos, sedangkan keinginan untuk berkomentar sulit membendungnya. Komen, postingan dan moji yang dikirim adalah penanda tingkat melek dan kecerdasan pegiat medsos itu sendiri, mestinya orang selektif dan hati-hati menggunakan jari jemari bermedsos. 

DAMPAK BURUK MEDSOS

Media sosial memiliki dampak buruk yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Pelecehan dan intimidasi online: Media sosial memberikan platform bagi individu yang ingin menghina, mengintimidasi, atau melecehkan orang lain secara online. Hal ini dapat mengganggu kesehatan mental dan emosional dari korban.

2. Penyebaran berita palsu (hoax): Media sosial memungkinkan berita palsu dan informasi yang tidak diverifikasi cepat menyebar. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan, konflik, dan membahayakan demokrasi dan kestabilan sosial. 

3. Kecanduan dan gangguan mental: Penggunaan yang berlebihan dan ketergantungan pada media sosial dapat menyebabkan kecanduan dan gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan rasa rendah diri.

4. Gangguan tidur: Penggunaan media sosial di malam hari dapat mengganggu tidur karena cahaya biru yang dipancarkan oleh layar gadget. Hal ini dapat mengganggu pola tidur dan kualitas tidur seseorang.

5. Pelanggaran privasi: Penggunaan media sosial juga berpotensi mengancam privasi individu. Informasi pribadi yang diunggah bisa menjadi sasaran.

Secara normatif dan sosiologis medsos berpotensi menimbulkan kegaduhan sosial. Dalam Alquran dikritik dengan jelas betapa buruknya menyampaikan informasi yang tak jelas kualitas penyampainya.

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنْ جَآءَكُمْ فَا سِقٌ   بِۢنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْۤا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا   بِۢجَهَا لَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu."(QS. Al-Hujurat 49: Ayat 6). 

Sumber informasi dari orang fasik, (orang yang kejujuran dan ketaatan tidak nampak) adalah menimbulkan bencana bagi orang lain dan kelak membawa penyesalan.

KRITIK TERHADAP "UANG HILANG"

Kekacauan pendapat yang dihasilkan medsos dan orang yang tak paham adat atau tradisi di Piaman Laweh adalah tidak paham atau tidak utuh pengetahuan tentang konsep uang hilang dan uang japuik di Piaman, (sebutan pada wilayah kultural untuk wilayah Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, baik yang di kampung halaman maupun yang hidup di rantau) 

Istilah "uang hilang" secara normatif, yuridis dan sosiologis memang harus cepat dilakukan purifikasi (pemurnian) dari segi keyakinan dan kepatutan sosial" uang hilang itu sudah sulit diterima akal lurus, kecuali oleh akal bulus, artinya sudah wajib dihilangkan. Tidak mesti dilestarikan, seharusnya ninik mamak, tokoh adat dan pemerintah diminta segera mengambil inisiatif dan peran menghentikannya. 

Kritik terhadap uang hilang beralasan sekali, karena dampak bawaannya di lapangan terbangun alam pikiran materialistis, juga tak sadar menjadikan pernikahan transaksional. 

Sebab uang hilang itu ada atas keinginan keluarga atau mamak pengantin laki-laki. Jumlah, motif dan kepatutannya ada yang tak pantas lagi, misalnya pasangan ini sudah sepakat, lalu masih dibebani lagi dengan "uang hilang" dalam kasus tertentu memang ada pernikahan tak jadi, bubar atau mereka nikah di luar daerah.

Ketika uang hilang menjadi penghambat pernikahan atau membawa kesan transaksi maka uang hilang harus diakhiri. Penggunaan uang hilang dalam pernikahan ini yang tak baik dan mungkin saja membawa salah pengertian orang lain, sepertinya ada tudingan laki-laki Piaman dijual dan streotipe lain. 

BUDAYA "UANG JAPUIK" 

Adat japuik bajapuik di Piaman aslinya adalah tradisi baik dan luhur untuk saling menghargai dua keluarga besar yang segera akan menyatu dalam ikatan pernikahan, mertua, ipar bisan, sumando manyumando, bako baki, dan kekeraban besar lainnya. 

Adat berapa jumlah, apa bentuk barang atau uang, dan penyerta dari manjapuik itu lahirnya dari musyawarah ninik mamak dua calon yang akan menikah. Lazimnya kedua belah pihak sepakat dengan senang hati dan ada "rasa budaya" yang tersurat dan tersirat dalam japuik manjapuik itu.

Pihak keluarga perempuan yang menerima jumlah uang japuik yang diminta keluarga laki-laki memenuhi, karena dalam kearifan adat pihak keluarga laki-laki akan menambah uang japuik itu berupa barang, disebut "aleh jalang". Jumlah nilai aleh jalang harus lebih besar dari uang japuik. 

Bila laki-laki dijapuik dengan uang 10 juta, maka keluarga laki-laki harus menyediakan aleh jalang menimal 11 juta. Jadi, aslinya adat japuik manjapuik di Piaman adalah saling memberi hadiah antar dua keluarga laki-laki yang akan mendirikan rumah tangga baru. 

Tradisi japuik bajapuik awalnya bentuk saling menghormati dua keluarga, namun dalam perkembangannya ada yang sudah menyimpang. Tidak dibedakan lagi antara uang hilang dengan uang japuik. Ini perlu tabayyun antara konsep uang hilang dengan adat japuik manjapuik. 

Rusak dan tidak bisa dipisahkannya tradisi uang hilang dan uang japuik, adalah ketika kedua budaya ini berinteraksi atau di toke over oleh komunitas adat selain orang Piaman, atau dengan budaya luar, lalu tokoh adat atau anggota keluarganya tidak mengerti atau tidak mampu menjelaskan apa itu uang hilang dan apa itu uang japuik.

BUDAYA LUHUR VS MATERILISTIK

Harus diakui budaya luhur japuik bajapuik di Piaman, hampir tidak bisa dipisahkan dengan tradisi adanya "uang hilang" yang sudah disimpangkan dari tradisi japuik bajapuik. Miris jadinya, perrnikahan beradat dengan japuik bajapuik ditutupi atau dirusak oleh tradisi "uang hilang" yang jelas-jelas pernikahan transaksional yang mesti dihentikan. 

Ninik mamak, tokoh agama dan tokoh masyarakat, tak terkecuali paguyuban PKDP hendaknya segera duduk bersama mencari rumusan dan kaidah yang tepat antara uang hilang dan uang japuik manjapuik. Meradang, tersakiti dan ketersinggungan pemuda Piaman, juga PKDP, terhadap viral medsos yang dikatakan bunuh diri putri Piaman sebagai dampak ikutan budaya japuik bajapuik dapat menjadi triger untuk menyaring adat istiadat, adat yang di adat kan, adat nan teradat, dan adat nan sabana adat. 

Semoga adat lamo pusako usang, adat elok, dan budaya luhur dapat lestari serta penyimpangan adat segera diluruskan. Dosa kolektif ughang Piaman terhadap tradisi "uang hilang" yang kehilangan substansi adat dapat dihentikan. Tradisi japuik manjapuik dapat dilestarikan dengan penyesuaian kehendak zaman. Adat di pakai baru, kain di pakai usang, adalah petitih bagi pemajuan kebudayaan di tengah arus banjir informasi, viral, framing, hoax, dan sejenisnya. 

*Duski Samad Ughang Piaman Laweh

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies