Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

RAMADHAN SEKOLAH KEJUJURAN (I) Oleh: Duski Samad


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اِنَّا عَرَضْنَا الْاَ مَا نَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَا لْجِبَا لِ فَاَ بَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَ شْفَقْنَ مِنْهَا وَ حَمَلَهَا الْاِ نْسَا نُ ۗ اِنَّهٗ كَا نَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًا 

"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh,"(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 72)

Puasa adalah sarana pendidikan kejujuran. Puasa tidak hanya melatih menahan lapar dan dahaga, tetapi juga membentuk kejujuran dan integritas. Kejujuran sebagai nilai yang semakin langka. Pejabat, pengusaha, ilmuwan, dan politisi sering kali kehilangan integritas karena kepentingan pribadi, tekanan ekonomi, atau kekuasaan.

Puasa mengingatkan pentingnya kejujuran dalam semua aspek kehidupan. Dengan menahan diri dari kebohongan dan kecurangan, puasa bisa menjadi latihan moral bagi semua kalangan, terutama mereka yang berpengaruh dalam masyarakat.

Puasa sebagai pendidikan moral yang relevan dalam menghadapi tantangan kejujuran di dunia modern, khususnya bagi mereka yang berada dalam posisi kekuasaan dan pengaruh.

Kejujuran sering kali hilang di kalangan pejabat, pengusaha, dan ilmuwan karena adanya tekanan, kepentingan, dan godaan kekuasaan. 

Berikut beberapa alasan utama:

1. Pejabat: Kejujuran Kalah oleh Kekuasaan dan Kepentingan Politik.

Korupsi dan Nepotisme. Jabatan sering digunakan untuk memperkaya diri atau kelompok tertentu. Tekanan Politik. Pejabat harus berbohong atau menyembunyikan fakta demi kepentingan partai atau kelompoknya. Citra dan Pencitraan. Demi mempertahankan kekuasaan, banyak yang lebih memilih berbohong daripada transparan.

Contoh: Banyak pejabat yang menyembunyikan skandal atau memanipulasi data ekonomi untuk mempertahankan jabatan. Janji kampanye yang tidak ditepati setelah terpilih.

Pengusaha: Kejujuran Dikalahkan oleh Keuntungan.

Persaingan Bisnis yang Kejam. Banyak pengusaha yang berbohong soal kualitas produk atau menghindari pajak demi profit. Manipulasi Data Keuangan. Laporan keuangan bisa dimanipulasi untuk menarik investor atau menghindari pajak. Monopoli dan Kartel. Persekongkolan bisnis yang mengorbankan kepentingan konsumen.

Contoh: Produk yang diklaim organik tapi ternyata mengandung bahan kimia berbahaya. Pengusaha yang menyuap pejabat agar mendapatkan proyek tertentu.

3. Ilmuwan: Kejujuran Terkikis oleh Ambisi dan Tekanan Akademik.

Persaingan Mendapatkan Dana Riset. Ilmuwan terkadang memalsukan data agar hasil risetnya lebih menarik. Tekanan untuk Publikasi. Dalam dunia akademik, semakin banyak publikasi, semakin tinggi reputasi. Ini bisa membuat ilmuwan tergoda untuk mencuri atau memalsukan penelitian. Konflik Kepentingan. Ilmuwan yang dibiayai oleh perusahaan tertentu bisa saja memanipulasi hasil riset agar menguntungkan pihak sponsor.

Contoh: Skandal ilmuwan yang memalsukan data vaksin atau obat-obatan. Manipulasi hasil penelitian untuk kepentingan industri tertentu.

4. Hilangnya kejujuran politisi. Kejujuran mudah hilang di kalangan politisi karena dunia politik sering kali lebih menekankan kepentingan kekuasaan daripada nilai moral. Ada beberapa alasan utama mengapa politisi cenderung kehilangan kejujuran:

1. Politik adalah Permainan Kepentingan.Politisi harus menyenangkan banyak pihak. Mereka sering berbohong untuk mendapatkan dukungan dari berbagai kelompok, termasuk partai, pemilih, dan sponsor politik.

Janji kampanye sering tidak realistis. Banyak politisi menjanjikan sesuatu yang mereka tahu sulit atau mustahil diwujudkan hanya untuk memenangkan suara. Koalisi dan kompromi..Dalam politik, sering kali kejujuran harus dikorbankan demi menjaga aliansi dan kepentingan kelompok.

Contoh: Janji populis saat kampanye (misalnya janji menghapus utang negara, menaikkan gaji, atau menurunkan harga bahan pokok) yang sulit direalisasikan setelah terpilih. Politisi yang berpindah partai demi keuntungan pribadi, meski sebelumnya mengkritik partai tersebut.

2. Kekuasaan Membuka Peluang Korupsi.

Kekuasaan besar tanpa kontrol yang ketat cenderung korup. "Power tends to corrupt" (Lord Acton). Penyalahgunaan dana publik. Banyak politisi tergoda untuk menyelewengkan anggaran demi kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Kurangnya transparansi dan akuntabilitas. Politisi yang tidak diawasi dengan ketat lebih mudah untuk menyembunyikan kebohongan. Contoh: Skandal korupsi dana proyek pemerintah. Politisi yang menyembunyikan kekayaan hasil gratifikasi.

3. Sistem Politik yang Korup Mendorong Ketidakjujuran

Siapa yang jujur bisa tersingkir. Dalam sistem yang korup, politisi jujur sering dianggap sebagai ancaman oleh kelompok yang ingin mempertahan kan status quo. Budaya patronase dan nepotisme. Politisi sering berbohong atau menutupi fakta demi melindungi kelompoknya sendiri.

Tekanan dari sponsor politik dan oligarki. Banyak politisi berutang budi kepada pemodal besar yang menginginkan kebijakan tertentu, sehingga mereka harus "bermain aman" dan tidak selalu jujur kepada rakyat.

Contoh: Pemilihan umum yang penuh kecurangan dan manipulasi suara.

Politisi yang mengatakan "ini demi rakyat," padahal kebijakan hanya menguntungkan segelintir elite.

4. Media dan Pencitraan Mengubah Makna Kejujuran. Politisi lebih fokus membangun citra daripada menyampaikan kebenaran. Manipulasi opini publik. Dengan kontrol terhadap media, politisi bisa membentuk narasi yang sesuai dengan kepentingannya, meskipun tidak sepenuhnya benar.

Hoaks dan disinformasi. Kadang politisi sengaja menyebarkan informasi yang menyesatkan untuk melemahkan lawan politik. Contoh: Kampanye hitam terhadap lawan politik dengan menyebarkan berita palsu. Penggunaan media sosial untuk memoles citra, meskipun kebijakan nyata tidak sesuai dengan janji kampanye.

KURIKULUM KEJUJURAN

Kurikulum puasa sekolah kejujuram bisa dirancang agar puasa bukan sekadar ibadah fisik, tapi juga proses pendidikan yang membentuk karakter jujur. Jadi, puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tapi juga latihan kesadaran diri untuk hidup dengan kejujuran dalam segala aspek.

Kejujuran Berbasis Puasa.

1. Landasan Konsep

Tujuan utama: Menjadikan puasa sebagai metode pendidikan karakter, khususnya dalam membentuk kejujuran. Prinsip utama: Puasa melatih manusia untuk jujur kepada diri sendiri, Allah, dan sesama manusia.

2. Kompetensi yang Diharapkan.

Memahami hubungan antara puasa dan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Mampu mengendalikan hawa nafsu dan berkata serta bertindak jujur. Terbiasa dengan sikap jujur, baik dalam situasi ada pengawasan maupun tidak.

3. Struktur Kurikulum

A. Pembelajaran Teoretis (Aspek Kognitif - Pengetahuan)

Makna dan Hakikat Kejujuran dalam Islam

Dalil tentang kejujuran dalam Al-Qur’an dan Hadis. Kejujuran sebagai karakter utama Rasulullah. Dampak positif kejujuran dalam kehidupan.

Puasa sebagai Latihan Kejujuran.Puasa sebagai ibadah yang tidak bisa dimonitor oleh manusia lain, hanya Allah yang tahu. Orang yang benar-benar berpuasa dengan niat ikhlas menunjukkan kejujuran kepada Allah. Hubungan antara kejujuran dan integritas dalam kehidupan sosial.

B. Praktik dan Pembiasaan (Aspek Afektif - Sikap)

Latihan Kejujuran dalam Puasa. Tidak makan atau minum diam-diam meskipun tidak ada yang melihat. Mengakui jika batal puasa tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Menghindari dusta, sumpah palsu, dan kepura-puraan selama berpuasa.

Jurnal Kejujuran Harian

Siswa menulis pengalaman mereka dalam menghadapi godaan untuk tidak jujur selama puasa. Refleksi harian: Apa tantangan terbesar dalam menjaga kejujuran?

C. Aksi Sosial dan Implementasi (Aspek Psikomotor - Tindakan)

Gerakan "Sehari Tanpa Bohong" Siswa berkomitmen untuk tidak berbohong dalam sehari dan mencatat tantangannya.

Diskusi reflektif tentang bagaimana perasaan mereka setelah jujur seharian.

Proyek Amal Jujur

Menggalang dana dan menyalurkannya dengan transparansi penuh. Mengadakan "Warung Kejujuran Ramadan" di sekolah, di mana siswa bisa membeli makanan tanpa kasir—hanya berdasarkan kejujuran mereka.

Praktik Kejujuran dalam Ujian Ramadan

Ujian atau tugas tanpa pengawas untuk melatih kejujuran saat tidak diawasi. Evaluasi berdasarkan kejujuran, bukan hanya hasil akademik.

Evaluasi dan Penghargaan

Jurnal Refleksi: Setiap siswa menuliskan perkembangan kejujuran mereka selama Ramadan.

Penghargaan Kejujuran: Bukan sekadar puasa penuh, tetapi juga seberapa jujur mereka dalam menjalankannya.

Pembelajaran Berkelanjutan: Bagaimana kebiasaan ini bisa berlanjut setelah Ramadan berakhir?

Dengan kurikulum ini, puasa jadi lebih dari sekadar ritual, bro. Ini bisa jadi metode nyata untuk membentuk manusia jujur, yang kejujurannya bukan hanya di bulan Ramadan, tapi terbawa ke seluruh kehidupan. 

Kesimpulan: Ramadhan, Sekolah Kejujuran

Puasa di bulan Ramadhan bukan sekadar ibadah fisik menahan lapar dan haus, tetapi juga pendidikan moral yang menanamkan nilai kejujuran. Dalam konteks kehidupan modern, kejujuran semakin langka, terutama di kalangan pejabat, pengusaha, ilmuwan, dan politisi yang kerap tergoda oleh kepentingan pribadi, tekanan ekonomi, dan godaan kekuasaan.

Puasa melatih manusia untuk jujur pada diri sendiri dan Allah, karena hanya orang yang benar-benar beriman yang akan tetap menjalankannya meskipun tidak diawasi oleh manusia lain. Dari sinilah konsep "sekolah kejujuran" dalam Ramadhan menjadi relevan:

1. Pejabat sering tergelincir dalam korupsi dan pencitraan politik demi mempertahankan kekuasaan.

2. Pengusaha kerap mengorbankan kejujuran demi keuntungan, seperti manipulasi kualitas produk dan penghindaran pajak.

3. Ilmuwan bisa terjerumus dalam pemalsuan data demi prestise akademik atau kepentingan sponsor.

4. Politisi sering kali lebih mengutamakan kepentingan kekuasaan daripada nilai moral, dengan janji palsu, korupsi, dan manipulasi informasi.

Untuk membentuk karakter jujur yang berkelanjutan, diperlukan kurikulum kejujuran berbasis puasa, yang mencakup:

Pembelajaran teoretis: Pemahaman tentang kejujuran dalam Islam dan puasa sebagai sarana melatih integritas.

Praktik dan pembiasaan: Latihan jujur dalam menjalankan puasa, refleksi harian, dan kesadaran moral.

Aksi sosial: Program seperti "Sehari Tanpa Bohong," warung kejujuran, dan ujian tanpa pengawas untuk melatih kejujuran praktis.

Dengan pendekatan ini, Ramadhan bisa menjadi momentum bagi setiap individu, terutama mereka yang memiliki kekuasaan dan pengaruh, untuk memperbaiki integritasnya. Kejujuran yang dibangun selama Ramadhan harus terus dijaga agar tidak hanya menjadi kebiasaan sementara, tetapi prinsip hidup sepanjang hayat.

Semoga Ramadhan kali ini benar-benar menjadi sekolah kejujuran bagi kita semua. Semoga rapor Ramadhan kita semua prestasi menyenangkan. amin. 01Ramadhan 1446H/01032025.

*Guru Besar UIN Imam Bonjol

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies