![]() |
oleh ReO Fiksiwan
„Die Täuschung ist oft ebenso wichtig als die Wahrheit, ja sie ist es selbst, wenn sie wirkt.“
Akihbasa: „Kekeliruan sering kali sama pentingnya dengan kebenaran; bahkan ia sendiri adalah kebenaran, sejauh ia bekerja.” Johann Wolfgang von Goethe menulis autobiografinya Aus meinem Leben: Dichtung und Wahrheit(1811–1833).
Kelirumologi, Täuschung atau Irrtum(Jerman), filsafat paradoks yang dicetuskan Jaya Suprana, alumni Hochschule für Musik Jerman tahun 1970, kini menemukan panggung simboliknya ketika sang maestro berusia 78 tahun, kelahiran Denpasar, dianugerahi penghargaan Satya Budaya Narendra oleh Menteri Kebudayaan Dr. Fadli Zon(16 Desember 2025) silam.
Jaya Suprana alias Phoa Kok Tjiang beristri Aylawati Sarwono — pianis, komponis, kartunis, penulis, budayawan dan Penggerak Jaya Suprana School of Performing Arts — pewaris tahta bisnis herbal tradisional Jamu Jago Semarang, bukan hanya seorang pianis dan komponis, melainkan juga pencetus gagasan kritis yang menyingkap wajah kebudayaan Indonesia melalui kelirumologi.
Ia merintis Museum Rekor Indonesia(MURI), yang menjadi arena pengakuan atas kreativitas bangsa, dan saya sendiri pernah menjadi bagian dari sejarah itu sebagai penerima MURI pada 17 Agustus 2004 atas pembacaan puisi non stop selama 59 jam di TKB Manado.
Kelirumologi sebagai filsafat kebudayaan berangkat dari kesadaran bahwa manusia sering terjebak dalam kekeliruan yang dianggap kebenaran.
Merujuk pada Immanuel Kant(1724-1804), pencetus Was ist die Aufklärung(1784), dalam Kritik der reinen Vernunft(1781; Indoliterasi 2017) mengingatkan bahwa akal murni memiliki batas, dan di sanalah ilusi rasional bersemayam.
Sementara, Karl R. Popper(1902-1994), penemu metode logika sains(Logik der Forschung, 1934; Pustaka Pelajar 2008)), menegaskan bahwa pengetahuan sejati lahir dari falsifikasi, dari keberanian mengakui kesalahan.
Jauh sebelumnya, Goethe dalam Dichtung und Wahrheit(Empat Bagian) menyingkap paradoks antara fiksi dan kenyataan, bahwa kebenaran sering kali bersembunyi di balik kisah yang tampak rekaan.
Jaya Suprana(JS), menulis Ensiklopedi Kelirumologi (2009), Kaleidoskopi Kelirumologi(2007–2010), menggabungkan ketiganya dalam kelirumologi: sebuah seni berpikir yang menjadikan kekeliruan(Täuschung) sebagai pintu masuk menuju kebenaran(Wahrheit).
Namun, budaya kelirumologi di Indonesia sering tampil bukan sebagai refleksi filosofis, melainkan sebagai tontonan tragikomedi atau dagelan hil-hil mustahal.
Kasus-kasus mutakhir, ilusi transparansi ijazah palsu, gelar akademis doktor dan profesor bodong, hingga proyek ibukota “hantu” IKN, ekosida atau deforestri kawasan hutan, tambang masif dan bandara internasional yang mirip pangkalan Star Wars, adalah contoh nyata bagaimana kekeliruan dipertontonkan sebagai kebenaran.
Demikian pula, IMIP Morowali dengan segala paradoks industrialisasinya, program makan bergizi gerundelan(MBG) dan Kordes yang lebih banyak menjadi jargon ketimbang solusi, hingga kekayaan bangsa yang raib secara gaib — dari 11 triliun di kantong Jokowi, 353 triliun pajak tuyul di era Menkeu Sri Mulyani, sampai mobil Esemka yang menjelma mitos nasional — semuanya adalah kelirumologi yang hidup dan berdenyut di tengah masyarakat.
Anugerah Satya Budaya Narendra yang diterima Jaya Suprana pekan ini menjadi simbol bahwa bangsa ini masih menghargai suara kritis yang lahir dari humor, paradoks, dan keberanian menyingkap kekeliruan.
Dalam tradisi filsafat Jerman, Georg Gadamer(1900-2002) melalui Wahrheit und Methode(1960; Pustaka Pelajar 2004) menekankan bahwa kebenaran bukanlah hasil metode teknis semata, melainkan dialog hermeneutik yang selalu terbuka terhadap kekeliruan(Irrtum).
Kekeliruan dalam hermeneutika bukan sekadar kesalahan, melainkan peluang untuk memperluas horizon pemahaman. Erwartunghorizont menurut kritik resepsionisme Jausst.
Lain pula, Friedrich Nietzsche(1884-1900) dalam Jenseits von Gut und Böse(1886; Ikon 2002) membongkar ilusi moral tradisional, menyingkap bahwa apa yang dianggap benar atau salah sering kali hanyalah konstruksi kekuasaan(Macht).
Dengan demikian, kelirumologi Suprana berdiri sejajar dengan tradisi filsafat kritis yang melihat kekeliruan sebagai bagian tak terpisahkan dari pencarian kebenaran
Kelirumologi bukan sekadar ilmu tentang salah kaprah(Missverständnis), melainkan refleksi filsafat kebudayaan yang menuntut kita untuk tidak berhenti bertanya, tidak berhenti menguji, dan tidak berhenti tertawa getir atas ironi yang kita ciptakan sendiri.
Dalam kelirumologi, kita belajar bahwa kebenaran bukanlah sesuatu yang statis, melainkan proses dialektis yang lahir dari keberanian menghadapi kesalahan.
#coverlagu: Al Tiroof” adalah salah satu karya musik Jaya Suprana(78) yang dirilis dalam album Tafakur pada tahun 2013 melalui VMC Music. Lagu ini tersedia di berbagai platform seperti YouTube, Spotify, dan SoundCloud.
Kata “Al Tiroof”(Arab: التروف) yang berarti pengakuan atau pengetahuan. Dalam konteks musik Jaya Suprana, lagu ini merupakan bagian dari refleksi spiritual dan kontemplatif yang ia tuangkan dalam album Tafakur.
Al Tiroof mengekspresikan perjalanan batin manusia dalam mengenali diri, kesalahan, dan kebenaran, sejalan dengan gagasan kelirumologi yang sering ia angkat dalam karya tulis maupun musik.

