Type Here to Get Search Results !

Menikmati Kekacauan Sains

oleh ReO Fiksiwan

“Dunia ini tidak terbuat dari benda, melainkan dari peristiwa.” — Carlo Rovelli(69), Tujuh Pelajaran Singkat Fisika(Gramedia 2018).

“Dalam teori chaos, hukum deterministik dapat menyebabkan perilaku yang tidak terduga. Perbedaan kecil pada kondisi awal dapat menghasilkan akibat yang sangat berbeda.” — Ian G. Barbour(1923-2013), When Science Meets Religion: Enemies, Strangers, or Partners?(2000; Mizan 2002).

Di tengah dunia yang semakin dikendalikan oleh algoritme dan logika kalkulatif, kita hidup dalam ilusi keteraturan. 

Pengetahuan ilmiah, sains dengan segala presisinya, seolah menjanjikan kepastian dan kontrol atas semesta. Namun, kehidupan tak selalu tunduk pada rumus dan model. 

Ia bergerak dalam denyut yang tak terduga, dalam pusaran yang tak sepenuhnya bisa dipetakan. 

Di sinilah letak paradoks sains mutakhir: ia lahir dari hasrat untuk memahami dan menata, tetapi justru membuka pintu pada ketidakteraturan yang lebih dalam.

Carlo Rovelli, Profesor Emeritus di Centre de Physique Théorique, Marseille, Prancis, dan juga menjabat sebagai Distinguished Visiting Research Chair di Perimeter Institute, Kanada, dalam Seven Brief Lessons on Physics(2014), menulis tentang arsitektur jagat raya dengan nada yang nyaris puitis. 

Ia menunjukkan bahwa semesta bukanlah mesin jam yang berputar dengan presisi Newtonian, melainkan jaringan relasi yang cair, probabilistik, dan tak sepenuhnya dapat diprediksi. 

Dalam fisika kuantum dan relativitas umum, keteraturan bukanlah hukum mutlak, melainkan hasil dari interaksi kompleks antara ruang, waktu, dan materi. 

Dalam pandangan ini, kekacauan bukanlah kegagalan sistem, melainkan bagian dari struktur terdalam realitas.

Jim Al-Khalili(63), profesor fisika di University of Surrey, penulis buku populer sains, dan pembawa acara BBC seperti The Life Scientific, dalam The Joy of Science(2022; KPG 2023) mengajak kita untuk merayakan sains bukan karena ia memberi jawaban pasti, tetapi karena ia membuka ruang untuk keraguan, revisi, dan penemuan ulang. 

Ia menekankan bahwa sains bukanlah dogma, melainkan proses yang terus bergerak, yang justru menemukan kekuatannya dalam kemampuan untuk mengakui kesalahan dan memperbaiki diri. 

Dalam dunia yang kompleks dan berubah cepat, sains yang kaku justru berbahaya. Yang dibutuhkan adalah sains yang lentur, yang mampu menari bersama ketidakpastian.

Margaret J. Wheatley(81), pembicara, penulis, konsultan dan telah bekerja dengan berbagai organisasi di seluruh dunia sejak tahun 1973, dalam Leadership and the New Science: Discovering Order in a Chaotic World(1992, Abdi Tandur,1997); Edisi ketiga 2006), menyoroti bagaimana model kepemimpinan yang terlalu mengandalkan kontrol dan prediksi sering kali gagal memahami dinamika sistem yang hidup. 

Ia mengusulkan pendekatan baru yang terinspirasi dari fisika kuantum dan teori chaos—bahwa organisasi, seperti alam, berkembang melalui ketidakteraturan, melalui interaksi yang tak linear, dan melalui keterbukaan terhadap perubahan. 

Dalam konteks ini, kekacauan bukanlah musuh, melainkan sumber kreativitas dan transformasi. Wheatley juga menyebut sebagai fase entropi. 

Istilah lainnya, chaosmos, yang dipopulerkan oleh Guattari dan Deleuze, dengan menangkap ketegangan ini dengan tajam: bahwa di balik kekacauan terdapat kosmos, dan dalam kosmos tersembunyi benih kekacauan. 

Sains kontemporer, terutama dalam bidang bioteknologi molekuler dan nuklir, memperlihatkan wajah ganda ini. Di satu sisi, ia menjanjikan penyembuhan, efisiensi, dan kemajuan. 

Di sisi lain, ia membawa risiko kepunahan ekologis, manipulasi genetika yang tak terkendali, dan kerusakan habitat yang tak terbalikkan. Contoh mutakhir ledakan reaktor nuklir, pandemi Covid-19 dan teori superstring hingga AI. 

Dalam upaya memahami dan mengendalikan kehidupan, sains justru mengguncang fondasi kehidupan itu sendiri. Namun barangkali, justru di sinilah kita diajak untuk menikmati kekacauan sains. 

Bukan dalam arti merayakan kehancuran, tetapi dalam menerima bahwa pengetahuan bukanlah jalan lurus menuju kebenaran, melainkan labirin yang penuh belokan, jebakan, dan kejutan. 

Bahwa dalam setiap eksperimen, ada kemungkinan kegagalan. Dalam setiap teori, ada celah untuk ditinjau ulang. Dan dalam setiap kemajuan, ada harga yang harus ditimbang secara etis dan ekologis.

Menikmati kekacauan sains berarti berdamai dengan kenyataan bahwa dunia tidak selalu bisa dijelaskan sepenuhnya. Bahwa hidup, seperti semesta, adalah tarian antara keteraturan dan ketidakteraturan. 

Dan bahwa tugas kita bukan untuk menghapus kekacauan, melainkan untuk menari bersamanya—dengan kesadaran, tanggung jawab, dan rasa ingin tahu yang tak pernah padam.

#coversongs: “Conquest of Paradise” karya Vangelis dirilis pada 19 Oktober 1992 sebagai bagian dari soundtrack film 1492: Conquest of Paradise. 

Secara musikal, lagu ini menggambarkan semangat penjelajahan, harapan, dan pencarian dunia baru melalui komposisi yang megah dan atmosferik.

Lagu ini menjadi sangat populer di Eropa, terutama di Jerman, karena digunakan oleh petinju Henry Maske(61) sebagai lagu masuk ring tinju.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.