![]() |
Oleh: Duski Samad
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sumatera Barat
Beredar di berbagai media berita Rabu, 12 November 2025, Menteri Agama Republik Indonesia melantik H. Mustafa, M.A. sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Barat. Pelantikan ini bukan sekadar rotasi jabatan administratif, tetapi juga momentum memperkuat wajah Kementerian Agama sebagai lembaga yang mengintegrasikan profesionalisme birokrasi dan kearifan spiritual keagamaan.
1. Sosok Birokrat yang Berkarisma dan Tokoh Agama Berhikmah
Jabatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama di mata masyarakat tidak hanya dipahami sebagai posisi struktural dalam sistem birokrasi. Lebih dari itu, ia adalah simbol keulamaan, figur publik yang menjadi rujukan moral dan spiritual. Dalam pandangan masyarakat Minangkabau, pejabat Kemenag bukan sekadar pejabat negara, tetapi juga “buya pemerintahan”, yaitu pribadi yang diharapkan mampu menyeimbangkan antara akal dan adab, aturan dan hikmah.
H. Mustafa, M.A. diyakini memahami dengan baik peran ganda tersebut: sebagai birokrat pusat yang profesional sekaligus pembina umat yang berkarakter religius. Keberhasilan memadukan dua ranah ini menjadi syarat penting bagi keberlanjutan citra Kementerian Agama sebagai rumah besar kebijaksanaan umat.
Sebagaimana firman Allah: "Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin...” (QS. At-Taubah: 105).
Ayat ini menegaskan prinsip profesionalisme ikhlas, bekerja dengan niat ibadah, penuh tanggung jawab, dan terbuka terhadap penilaian publik.
2. Kementerian Agama di Tengah Harapan dan Tantangan
Dua dekade terakhir, dinamika jabatan di Kementerian Agama tidak jauh berbeda dengan instansi pemerintahan lainnya. Di tengah reformasi birokrasi, publik berharap “suara miring” tentang praktik jabatan di lingkungan Kemenag kian melemah, berganti dengan kinerja berbasis regulasi, kepatutan, dan kompetensi.
Peraturan Menteri Agama No. 29 Tahun 2022 tentang Manajemen ASN di Kementerian Agama menegaskan pentingnya integritas, kompetensi, dan profesionalitas. Ketiga pilar ini hanya akan hidup jika dijalankan dengan etos ikhlas beramal, motto yang telah lama menjadi ruh organisasi Kemenag.
Namun, jabatan di Kementerian Agama memiliki keunikan tersendiri, rakyat menilai bukan hanya kinerja administratif, melainkan juga akhlak dan keteladanan pribadi pejabatnya. Dalam konteks Sumatera Barat yang adatnya berakar dari syariat nilai moral pejabat tidak bisa dipisahkan dari citra keagamaannya.
3. Perspektif Sosiologis Minangkabau: Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Dalam masyarakat Minangkabau, kepemimpinan bukan hanya soal jabatan, tetapi soal kepercayaan moral. Prinsip adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (ABS–SBK) menuntun pemimpin untuk bersikap adil, rendah hati, dan bijaksana. Filosofi adat menegaskan:
“Alam takambang jadi guru” — realitas sosial menjadi sumber hikmah, dan kepemimpinan harus berakar pada kebijaksanaan hidup masyarakat.>
“Nan bana ditarimo, nan salah dibuek elok” — setiap kebijakan harus mendidik, bukan mencederai.
Dengan prinsip ini, pejabat Kementerian Agama dituntut bukan hanya taat pada regulasi administratif, tetapi juga paham adat dan kearifan lokal. Sebab di Minangkabau, posisi Kakanwil Kemenag seringkali menjadi jembatan moral antara negara dan masyarakat adat, antara regulasi modern dan nilai keagamaan klasik.
4. Integritas dan Keteladanan sebagai Modal Sosial.
Kementerian Agama Sumatera Barat ibarat kain putih bersih, sedikit noda saja tampak jelas di mata publik. Karena itu, amanah yang besar harus diemban dengan ikhlas beramal, bekerja lebih baik, dan profesional.
Dalam perspektif sosiologi birokrasi, seorang pemimpin efektif bukan hanya yang menguasai administrasi, tetapi yang menghidupkan nilai dan membangun kepercayaan sosial. Inilah esensi kharisma birokrat religius, kepribadian yang memadukan kecakapan teknokratis dengan kebeningan moral.
Nabi SAW bersabda:
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian.”
(HR. Muslim)
Hadis ini menjadi dasar moral bahwa kepemimpinan di Kementerian Agama tidak semata mengatur, tetapi juga merangkul dan mengasihi.
5. Penutup:
Birokrasi dengan Ruh Spiritual
Pelantikan H. Mustafa, M.A. memberi harapan baru bagi Kementerian Agama Sumatera Barat untuk melangkah dengan semangat baru, bekerja secara profesional, memimpin dengan keteladanan, dan membina umat dengan hikmah.
Harapan masyarakat sederhana namun mendalam, agar Kementerian Agama tetap menjadi rumah yang bersih, berwibawa, dan bernurani.
Sebagaimana semboyan abadi Kemenag — “Ikhlas Beramal” — bekerja bukan untuk sekadar jabatan, tetapi sebagai ibadah dan ladang keberkahan.
Selamat bekerja, selamat menjadi hamba yang ikhlas.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menuntun langkah dan kebijakan agar selalu berpihak pada kebenaran, keadilan, dan kemaslahatan umat.ds.13112025.

