![]() |
„Saya telah belajar: waktu adalah sumber daya paling mahal. Dan untuk menerima tanggung jawab besar seperti di PHE, saya harus melepaskan banyak hal, agar bisa fokus dengan sepenuh hati.
Saya pastikan, tidak ada konflik kepentingan, tidak ada loyalitas ganda. Saya hadir bukan sebagai pebisnis, tapi sebagai pelayan publik.“ — Denny JA, PhD(62).
Safiqah Bani Sa‘idah, terletak di sebelah timur mesjid Nabawi, Madinah, 632 M.
Udara terasa teduh, meski duka lara masih bergelayut di seantero Madinah dan Mekah.
Hari itu, sehari setelah hari mengguncang bagi umat Islam, Rasulullah Muhammad SAW, baru saja wafat.
Wajah Aisyah, sang istri, Fatimah dan Ali, anak dan menantu serta para sahabat, Abu Bakar, Umar dan Usman, nyaris tak bisa membendung duka yang dalam dan mengiris.
Belum lebih sehari Rasullulah wafat, Umar yang dikenal kukuh dan tegas — meski ia yang pertama menolak kabar Muhammad telah wafat. „Aku penggal kepala orang yang menyebut Rasulullah wafat!“ — langsung bersikap agar Abu Bakar lebih pantas jadi kalifah mengganti Rasulullah.
Meski dengan sedikit kasak-kusuk, Abu Bakar yang telah dipilih dan naik podium dan berkata:
"Wahai manusia, kalian telah memutuskan
untuk memilihku menjadi pemimpin kalian,
namun aku bukanlah orang terbaik di tengah
kalian semua. Oleh karena itu, jika aku berbuat
yang benar, maka dukunglah aku. Jika aku
berbuat salah, maka luruskanlah aku.
Berbicara yang benar adalah amanah dan
bicara dusta adalah khianat.“
Paska Rasulullah, pidato ini, Khutbah Al-Abu Bakar, dikenal pula sebagai apologi seorang kalifah maupun pejabat publik mumpuni dan sederhana di dunia Islam.
Setelah itu, tak banyak sejarah kepemimpinan dalam Islam — siddiq, amanah, tabliq dan fathonah — dalam mewariskan teladan kepemimpinan.
Kelak, apologi sebagai warisan Yunani kuno lewat ucapan Socrates, "ho anexetastos bios
ou biotos anthropo“ — hidup yang tak layak, hidup yang tak teruji — merupakan catatan Plato, dalam Apologia, yang unik dan filosofis dalam hal kebenaran dan keadilan.
Pekan silam, setelah didapuk sebagai Komisaris Utama dan Independen PT. Pertamina Hulu Energi(PHE), Denny JA PhD(62), Ketum Satupena, founder DJA Foundation, Esoterika, perlu melawaskan literasi apologi sebagai pejabat publik(https://www.facebook.com/share/1CCf3YpcXf/?mibextid=wwXIfr).
Barangkali, dalam sejarah pejabat publik di Indonesia — sependek ingatan saya — baru Denny JA, setelah dilantik, menuliskan apologi publik bagi jabatan publik yang diembannya.
Di tengah kemaruk jabatan-jabatan publik yang dirangkap dan sarat dengan praktek KKN akut, nyaris tak ada satu pun pejabat pubik — bahkan terindikasi kuat korupsi — yang membuat apologinya ke publik.
Boro-boro bikin apologi, membela diri dari tuduhan-tuduhan yang dilontarkan, sepotong press release pun enggan diucap. Padahal, setiap pejabat publik diberi sangu ajudan dan public speaker, humas, oleh negara.
Dalam banyak tradisi, apologet para pejabat publik tak bisa dirujuk. Selain karena reputasi mereka yang blur, retorika audiensi mereka sarat pleonasme dan kebohongan.
Jikapun ada dan terpaksa, apologia itu kerap jadi ajang ojo dumeh demi kekuasaan dan kepentingan pribadi. Ini yang dimaksud Denny, konflik interes dan loyalitas ganda.
Tak heran, apologi jabatan publik jauh dari standar menjunjung kebenaran dan keadilan.
Sebagai praksis para homo faber, manusia pekerja dan pelayan publik, mereka enggan mempertanyakan asumsi-asumsi kebijakan publik dan tuntutan perubahan yang sebenarnya urgen diperlukan?
Dalam konteks ini, apologi jabatan publik mudah terperosok dalam pseudo-apologi dan berlindung demi status quo kekuasaan „yang membawa nikmat.“ Karena, „yang membawa sengsara“ cukup untuk publik saja.
Buntutnya, apologi jabatan publik, bukan untuk merealisasi sumpah jabatan demi kebenaran dan keadilan — meski sumpah ini obskur dan absurd — kekuasaan dan vested interest merupakan seduksi paling menggairahkan.
Karena itu, sekedar untuk mengingatkan — betapapun berat dan tantangan seorang pejabat publik di era digital dan disrupsi AI — Nussbaum, lagi-lagi bisa diacu sebagai dasar prinsip-prinsip kebijakan publik dan etika publik berikut:
/1/ Prinsip Efisiensi:
Penggunaan dan pengelolaan sumber daya yang tepat sasaran, tidak boros, kalkulatif dan dapat dipertanggungjawabkan. Betapapun kebijakan efisiensi Presiden Prabowo baru sebatas shock therapy.
/2/Prinsip Keadilan:
Mewujudkan keadilan,selemah apapun fakta yang ada, dan tidak membedakan kelompok sasaran pembangunan (beneficiaries).
/3/ Prinsip Tanggung Jawab: Memiliki rasa tanggung jawab dan kemampuan dalam menjalankan tugas dan wewenang.
/4/ Prinsip Responsivitas:
Daya tanggap yang tinggi dan cepat menanggapi permasalahan atau keluhan publik. Ini pasal paling lemah di kalangan birokrasi dan pejabat publik.
/5/Prinsip Impersonal:
Melaksanakan relasi dengan orang atau pihak lain secara formal dan tidak pribadi(non personal).
Ini juga penyakit akut pada personalitas pejabat publik. Terutama, godaan para mamon dan kaum oligarki.
/6/ Prinsip Meritokrasi:
Meski tampak klise, sistem ini harus tetap berlaku bagi promosi karir pejabat publik yang berdasarkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan pengalaman.
Untuk kepentingan etika publik, Nussbaum menyodorkan dua kategori berikut:
/1/ Pendekatan Teleologi:
Menilai baik atau buruk berdasarkan konsekuensi keputusan atau tindakan.
/2/ Pendekatan Deontologi:
Menilai baik atau buruk berdasarkan prinsip moral yang mengikat.
Selain itu, Martha Nussbaum(78) dalam "Creating Capabilities"(2011) berfokus pada pendekatan kapabilitas yang menekankan pentingnya memperhatikan kemampuan dan kebebasan individu untuk mencapai kehidupan yang mereka nilai dan emban.
Apologia, sebagai bagian non formal dari kebijakan publik dan etika publik turut memiliki peranan penting dalam memastikan bahwa kebijakan yang diamanati setiap pejabat publik dibuat tidak hanya soal efektif dan efisien.
Tapi, bagaimana merealisasi moral kebenaran, keadilan dan tanggung jawab, mondial dan eskatologis sekaligus?
Dan, paling utama: bukan moral perangkapan pejabat publik!
*Merespons tulisan apologi jabatan publik dari Denny JA PhD, https://www.facebook.com/share/1CCf3YpcXf/?mibextid=wwXIfr

