Type Here to Get Search Results !

Perempuan Tangguh Penakluk Gurun Pasir Oleh Mila Muzakkar

(Puisi esai ini terinspirasi dari perempuan tangguh bernama Hajar, Istri Nabi Ibrahim dan Ibu Nabi Ismail, dibuat untuk merayakan Hari Idul Adha)

*** 


Tertatih-tatih ia melangkah,

 menyusuri gurun yang menggigit siang dan membekukan malam.

Jubahnya menyapu butiran pasir.

Di pelukannya, bayi mungil menangis menusuk sunyi,

langit terasa jauh dan bumi tak berjanji.


 “Wahai Ibrahim,” bisiknya, “mengapa kau tinggal aku di sini?” 

“Karena Tuhan memerintahkannya,” jawab suaminya lirih. 


“Kalau begitu... Tuhan tak akan membiarkanku sendiri," perempuan itu menjawab pasti.


Dialah Siti Hajar. 

Ia berdiri tegar

tak menjerit, tak menggugat.

 Ia melangkah pasti.

Lari antara Shafa dan Marwah, 

Bukan sekali, tapi tujuh kali

dengan napas tersengal, 

mencari air kehidupan, menantang kemustahilan.


Tubuhnya letih, tapi tekadnya lebih hidup dari matahari.

Setiap langkahnya adalah doa, 

setiap hentakannya adalah iman.

Hingga dari hentakan tumit anaknya, memancar zam-zam, air suci yang kini diminum jutaan manusia, 

Tapi kadang kita lupa, ia lahir dari peluh dan cinta seorang ibu.


Hari itu, ujian besar datang.

Perintah kurban turun, 

bukan hanya Ibrahim yang diuji 

Tapi Hajar juga, seorang ibu yang sudah kehilangan segalanya kecuali anaknya. 


Ia tak menjerit, tak menolak, hanya menunduk, menyimpan luka dalam diam yang panjang.

 “Tuhan tahu,” katanya, “aku telah mengorbankannya sejak dulu, 

saat aku dibiarkan sendiri di padang yang tak bertepi itu.”

***


Kini, berabad telah berlalu, 

tapi masih banyak Siti Hajar di sekeliling kita yang bertahan sendiri, 

yang berlari dalam diam, 

Yang membesarkan anak sendiri,

menjaga hidup.


Meski kadang tak disebut namanya di mimbar, tak ditulis kisahnya di kitab-kitab besar.

Padahal tanpa mereka, dunia sudah lama kering. 

Tanpa zam-zam, kita hanya padang kosong tak berjiwa.


Di abad 21 ini, ada 101 juta Siti Hajar di dunia.

Mereka adalah ibu tunggal yang hidup bersama anaknya (1) 

Di jalanan, pasar, gedung perkantoran, hingga kompleks perumahan.

Mereka berdagang, cuci-gosok di kompleks perumahan, tukang sapu di pasar, tukang kebun, hingga driver ojek online.


Mereka kuat, tapi sering dipandang sebelah mata.

Sebab budaya patriarki bilang: “Perempuan itu pelengkap.” 

Padahal tanpa mereka, masyarakat ini hanya padang tandus.

Tanpa air zam-zam, tak ada masa depan yang tumbuh.


Di hari kurban ini, jangan hanya ingat yang mengangkat pisau, 

Ingatlah juga yang menyusui di tengah badai pasir, 

yang tak disuruh berkorban, tapi tetap rela memberi segalanya.

Bukan karena disuruh, tapi karena cintanya pada Sang Pencipta kehidupan.


Ingatlah, dalam setiap perempuan, 

ada Hajar yang tak dikenal, 

yang diceritakan hanya sebagai pelengkap. Padahal ia adalah fondasi,

Ia adalah awal kehidupan.

Masihkah kau ingin mengingkarinya?



Hari Idul Adha, 6 Juni 2025



CATATAN

Puisi ini ditulis hasil kolaborasi dengan AI.

(1) Baca data PBB : unwomen.org

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.