Type Here to Get Search Results !

Era Digital, Jiwa Kurban: Masihkan Kita Berhati Ibrahim As, Berjiwa Muhammad Saw? Oleh: Duski Samad



Khutbah Idul Adha 1446H, Jum’at 06 Juni 2025 di Masjid Agung IKK Parit Malintang Kabupaten Padang Pariaman 

Allāhu akbar, Allāhu akbar, Allāhu akbar, walillāhil hamd.

Alhamdulillāh, mariah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah mempertemu kan kita semua dengan Hari Raya Idul Adha — hari yang penuh makna ketaatan, pengorbanan, dan kasih sayang kepada sesama.

Shalawat dan salam dihaturkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umat ini dari kegelapan menuju cahaya, dari kesesatan menuju jalan yang lurus.

Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,

Khutbah idul adha 1446H ini adalah bahagian penting untuk mengingatkan pesan, makna dan hikmah yang terkadung dalam haji dan qurban. Hari ini umat Islam diingatkan untuk mengenang kisah agung Nabi Ibrāhīm dan putranya Ismā‘īl ‘alaihimassalām yang kemudian diabadikan oleh Nabi Muhammad saw, nabi akhir zaman. 

Jiwa berkurban dua Nabi ini saat relevan di saat kita berada di era Digital. Masa di mana perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, khususnya internet, komputer, dan perangkat digital, menjadi pusat dalam hampir semua aspek kehidupan manusia — mulai dari cara kita bekerja, belajar, berkomunikasi, hingga bertransaksi, berbudaya dan beragama sekalipun.

Informasi serba digital. data dan informasi disimpan, diolah, dan disebarkan dalam bentuk digital. Internet dan Konektivitas Global: Dunia menjadi semakin terhubung melalui jaringan internet. Otomatisasi dan Kecerdasan Buatan (AI): Banyak pekerjaan yang dilakukan oleh mesin cerdas dan otomatis. Media Sosial dan Komunikasi Instan: Komunikasi cepat, real-time, dan berbasis multimedia. Transformasi Bisnis Digital: E-commerce, digital banking, dan platform digital menggantikan metode konvensional. 

Harus diakui era digital membawa dampak positif: Akses informasi dan ilmu pengetahuan lebih mudah. Efisiensi kerja dan pelayanan publik meningkat. Peluang ekonomi digital, seperti startup, e-commerce, content creator. Dampak negatif: Ketergantungan terhadap teknologi. Penyebaran hoaks dan informasi palsu. Ancaman terhadap privasi dan keamanan data. Kesenjangan digital (digital divide) antara yang melek teknologi dan yang tidak.

Kenyataan digital serba instans, dan cepat membawa pengaruh yang luas bagi kehidupan, cara beriman, cara bergaul dan hampir semua sisi gaya kehidupan lama. Gaya hidup agnotisme (dari kata agnosis = tidak tahu) adalah pandangan atau sikap yang menyatakan bahwa keberadaan Tuhan, kebenaran mutlak, atau hal-hal metafisik tidak dapat diketahui atau dipastikan kebenarannya.

Era digital menciptakan lingkungan yang penuh informasi namun miskin makna. Ciri agnotisme masyarakat digital di antaranya skeptis terhadap agama karena banyaknya konten bertentangan dan bias keagamaan. Relativisme kebenaran: Semua pendapat dianggap sah, kebenaran agama dianggap subjektif dan tidak absolut. Sinisme terhadap ulama dan otoritas agama karena ekspos berita hoaks, skandal, atau konten "ustaz instan". Spiritual tanpa agama (spiritual but not religious): Orang tertarik dengan meditasi, healing, atau nilai moral, tapi menolak formalitas agama.

Virus terselubung yang dibawa digital ini mesti dicegah penyebarannya dengan kembali menegaskan jiwa qurban. Jiwa qurban dan haji sejatinya dapat diangkat dari dua Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad SAW. Jiwa Nabi Ibrahim dan Hati Nabi Muhammad saw yang paing utama ada pada 3 (tiga) kekuatan spiritual Islam yang tahmat untuk alam semesta. 

QURBAN MEMBENTUK JIWA TAQWA

Suatu sikap hati dan jiwa taqwa yang tiada tara, dan mesti menjadi inspirasi, ketika diperintah menyembelih anak yang sangat dicintainya, Nabi Ibrahim tidak ragu. Ismail pun tidak menolak. Mereka berdua tunduk kepada perintah Allah dengan penuh keikhlasan. Inilah teladan ketaqwaan sejati: meletakkan perintah Allah di atas segalanya. 

َ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ

Artinya: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".(QS. Al-Maiidah, (5):27)

Kisah keluarga Nabi Ibrahim ini menjadi syariat yang dikokohkan oleh Nabi Muhammad saw. Pesan haji dan qurban dua energi sipritual untuk menghadirkan perubahan lebih cepat dan bermartabat. Perubahan hanya bisa berjalan baik, efektif dan efesien bila sang pengubah kuat jiwa berkorban (berjuang sepenuhnya) dan berqurban sesuai hikmah syari' yang dibawanya.

Hikmah Qurban bukan sekadar menyembelih hewan, tapi menyembelih ego, keserakahan, dan kepentingan diri — agar bangkitkan jiwa-jiwa yang taat, dermawan, dan peduli. Jiwa yang mau bergagasan, siap terus tiada henti memberi solusi, bukan jiwa lembek, malas berpikir dan takut mengambil resiko.

Perjuangan dalam ibadah haji dan semangat berkurban lebih harus diperkuan, ketika jurang ketaqwaan, kecerdasan dan kesejahteraan semangkin dalam. Artinya harus diakui era digital telah menimbulkan ketimpangan dan gab ketaatan, kecerdasan dan kesejahteraan bertambah jauh bagi kebaikan dan tentu itu sangat berbahaya bagi kebaikan bersama. 

Pesan ibadah qurban untuk taat aturan dan kebenaran, sebab aturan positif dan lebih lagi aturan Yang Maha Kuasa tak usah diragukan sedikit juga. Qurban mendidik umat cerdas yang diawali dari keluarga, ayah, ibu dan anak. Qurban juga membawa pesan sejahtera, peternakkan adalah sumber hewani dan sumber ekonomi. 

Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,

Dalam kesempatan khutbah Idul Adha menegaskan bahwa ibadah qurban memiliki gagasan solusi untuk mampu menjadi masyarakat yang taqwa (Bergama yang benar dan jujur), cerdas (tidak tertipu oleh digitalisasi dan prilaku tercela), dan memiliki solidaritas sosial serta menjadi orang sejahtera lahir dan batin.  

Qurban menumbuhkan dan memantapkan sikap hidup untuk teguh dan tangguh dalam merealisasikan TAQWA. Melatih hati tunduk kepada Allah, mendahulukan perintah-Nya di atas segalanya. Masyarakat yang taat akan lahir dari keluarga dan generasi yang memahami makna qurban. Qurban memperkokoh taqwa.

لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”(QS. Al-Ḥajj: 37).

Ayat ini adalah peringatan bagi kita semua: Qurban bukan soal hewan, bukan soal jumlah, bukan soal harga. Tapi soal hati. Ibrahim bukan diuji dengan sapi atau kambing, tapi dengan sesuatu yang paling dicintainya—anaknya sendiri. Maka jika hari ini kita berqurban, tapi masih berat memberi dari harta kita, enggan berbagi pada yang miskin, dan lebih suka mengumbar gaya hidup daripada menolong sesama, sungguh kita perlu bertanya kembali: Apakah ruh qurban masih hidup dalam diri kita?

Makna: Qurban bukan ritual kosong, tapi latihan spiritual untuk menjadikan masyarakat yang patuh pada Allah dalam seluruh aspek hidup, termasuk sosial, ekonomi, dan politik. 

Makna taqwa itu mesti diwujudkan dalam sikap, prilaku, budaya dan kebiasaan hidup. Kebijakan Pemerintah Daerah pengaturan baralek dan keramain tutup sebelum tengah malam adalah wujud komitmen dan sikap ketaqwaan nyata. Bupati selaku pimpinan menyadari betul tanggung jawab semua agar anak, remaja, perempuan dan masyarakat terjauhi dari kemaksiatan, teguh dalam taqwa dan dapat memastikan negeri ini masih teguh pada kesepakatan nenek moyang adat basandi syarak, syarak basandikitabullah (ABSSBK), syarak mangato adat mamakai, tahu ereng jo gendeng dan kearifan lainnya.

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٖ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ

Artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. al-A’raf (7):96). 

Ayat ini menunjuk kan bahwa iman dan takwa adalah kunci turunnya berkah kolektif bagi suatu masyarakat atau daerah. Seruan spiritual dan sosial ini dapat ditegaskan "Sekiranya masyarakat Padang Pariaman sungguh-sungguh menegakkan iman dan takwa, melalui qurban yang bermakna dan pengorbanan nyata, maka berkah langit dan bumi akan Allah curahkan kepada nagari-nagari mereka."

JIWA QURBAN UNTUK GENERASI CERDAS BERKARKATER 

Qurban membentuk masyarakat CERDAS BERKARKATER karena ia mengajarkan nilai-nilai kehidupan: disiplin, manajemen, kepemimpinan, dan sosial. Anak-anak kita belajar keikhlasan, para pemuda belajar kerja sama, para orang tua belajar kepemimpinan yang amanah. Ajaran Nabi Allah Ibrahim dan Nabi Muhammad SAW mewariskan bangsa cerdas dan sekaligus berkarakter kuat. 

۞وَإِذِ ٱبۡتَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِ‍ۧمَ رَبُّهُۥ بِكَلِمَٰتٖ فَأَتَمَّهُنَّۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامٗاۖ قَالَ وَمِن ذُرِّيَّتِيۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهۡدِي ٱلظَّٰلِمِينَ

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim". (QS. Al-Baqarah: 124). Pada ayat lain disebutkan bahwa “Sungguh pada mereka (Ibrāhīm dan Ismā‘īl) terdapat teladan yang baik.”(QS. Ash-Shaffāt: 100–111)

Qurban mengirim pesan pendidikan dan karakter dimulai dari keteladanan, kesabaran, dan keteguhan iman. Qurban adalah kurikulum akhlak dan nilai yang aktual dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.Pendidikan karakter adalah sebagai pencegah maksiat dan kenakalan remaja. Pendidikan karakter menjadi solusi strategis untuk membentengi generasi muda dari penyimpangan moral. Pendidikan berkarakter adalah proses internalisasi nilai-nilai luhur dalam diri peserta didik agar menjadi pribadi yang beriman, berakhlak mulia, disiplin, dan bertanggung jawab.

Qurban intinya internalisasi nilai-nilai inti pendidikan dan karakter yang meliputi religiusitas (iman dan takwa), integritas (jujur, amanah), tanggung jawab dan kedisiplinan, peduli sosial, kemandirian dan keberanian menolak yang salah. Pendidikan berkarakter adalah filter moral buruk dan menanamkan nilai benar dan salah sejak dini. Membentuk kontrol diri (self-control). Membantu remaja mengelola emosi dan dorongan negatif. Membangun keteladanan guru, orang tua, dan tokoh masyarakat sebagai role model yang hidup. Menciptakan lingkungan positif sekolah, masjid, dan komunitas harus menjadi ekosistem nilai.

Haji dan qurban menjadi media untuk melatih dan membiasakan anak-anak dan remaja berpegang kuat pada nilai empati, berbagi, dan kedisiplinan. Menjadi bahan ajar pendidikan karakter berbasis nilai qurban dan kisah nabi.

Haji dan qurban juga menunjukkan teladan kepemimpinan berbasis spiritualitas (seperti Nabi Ibrahim). Menumbuhkan semangat membangun keluarga dan nagari yang religius dan kolaboratif.

Era digital menghadirkan kemudahan informasi dan komunikasi, tetapi juga tantangan serius: hoaks, kecanduan gadget, konten negatif, dan degradasi moral. Maka, dibutuhkan kecerdasan digital—bukan hanya pintar teknologi, tapi juga bijak mengguna kannya. Oleh karena generasi digital cerdas. 

Makna “Cerdas di Era Digital” adalah kemampuan untuk memilah informasi, tidak semua yang viral itu benar. Menggunakan teknologi untuk kebaikan belajar, dakwah, bisnis, kreativitas. Beretika di dunia maya, sopan, santun, tidak menyebar kebencian atau fitnah. Menjaga kesehatan mental dan waktu, tidak kecanduan scroll, game, atau konten toksik.

Pilar kecerdasan digital diawali dari literasi digital, paham cara kerja media dan algoritma. Etika digital, berakhlak dalam bersosial media. Keamanan digital, lindungi data pribadi, hindari penipuan online. Kreativitas digital gunakan teknologi untuk berkarya dan berdakwah. Spiritualitas digital tetap terkoneksi dengan Allah di tengah dunia maya.

Strategi menjadi digital cerdas. Jadikan gadget sebagai alat ibadah dan belajar, bukan candu. Saring sebelum sharing pastikan informasi benar dan bermanfaat. Ikuti akun positif: dakwah, ilmu, motivasi. Batasi screen time dan perbanyak waktu interaksi nyata. Gunakan teknologi untuk membangun karya dan kontribusi.

Cerdas di era digital bukan soal teknis semata, tapi soal karakter dan tanggung jawab. Generasi yang cerdas digital adalah aset bangsa dan umat—mereka bukan korban teknologi, tapi pemimpin masa depan yang mampu mengendalikannya dengan nilai dan iman.

JIWA QURBAN UNTUK SOLIDARITAS DAN KESEJAHTERAAN.

Qurban juga adalah simbol solidaritas dan kesejahteraan sosial. Daging yang dibagikan bukan sekadar pembagian, tapi pernyataan: “Kami peduli. Kami berbagi. Kami saudaramu.” Di saat sebagian besar dunia terjebak dalam individualisme, qurban mengajarkan kita untuk mengingat tetangga yang lapar, anak yatim yang tak berdaya, dan kaum dhuafa yang tak bersuara.

Apalah arti Idul Adha yang megah jika masih ada saudara kita yang tidak tersentuh oleh kehangatan qurban kita? Apalah gunanya takbir yang membahana, jika hati kita tetap beku terhadap penderitaan sesama?

Psikologi sosial menyebutkan bahwa masyarakat modern cenderung mengembangkan self-centered culture, di mana ukuran sukses adalah materi, bukan kontribusi. Sosiolog seperti Zygmunt Bauman menyebut era ini sebagai "liquid modernity" — identitas dan nilai berubah-ubah mengikuti arus konsumsi dan gaya hidup.

Dalam konteks ini, qurban menjadi antitesis dari budaya tersebut. Ia mendidik kepekaan sosial: berbagi dengan fakir miskin, menyapa yang tak pernah disapa, dan melatih empathy in action — empati yang nyata, bukan sekadar slogan. Namun, jika qurban hanya dijalankan sebagai "kewajiban sosial", tanpa menumbuhkan kesadaran, maka ia gagal menyentuh hati. Daging dibagi, tapi ego tak berubah. Tangan memberi, tetapi hati tetap kikir.

Allāhu akbar, walillāhil hamd.

Daging qurban dibagikan kepada fakir miskin, yatim piatu, dan mereka yang membutuhkan. Bahkan bila dikelola dengan baik, qurban bisa menjadi penggerak ekonomi lokal, memberdayakan peternak dan UMKM di kampung kita sendiri.“Makanlah sebagian darinya dan berikan kepada orang yang tidak meminta dan yang meminta.”(QS. Al-Ḥajj: 36). Hadis Nabi SAW: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama.” (HR. Thabrani).

Maknanya bahwa distribusi daging qurban adalah bentuk redistribusi kekayaan. Jika dikelola dengan sistemik, ini dapat menjadi instrumen pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi berbasis nagari.

Qurban dapat disebut sebagai penggerak kemandirian dan keadilan sosial. Pemberdayaan peternak lokal dengan menjadikan hewan qurban bersumber dari peternak di Padang Pariaman yang ujungnya memutar ekonomi lokal. Membangun koperasi qurban atau program “Qurban Nagari Mandiri”.

Qurban juga mendorong ekonomi peternakan, UMKM yang terintegrasi dengan layanan sosial. Kegiatan qurban bisa menjadi momentum pasar musiman bagi pedagang kecil (jasa potong, pengemasan, bumbu,) yang mestinya sudah saatnya untuk dikerjakan secara kolektif dan kolaborasi. Daging qurban bisa dikemas dan disalurkan ke panti asuhan, lansia, serta korban bencana.

Gagasan transformatif untuk masyarakat Padang Pariaman dapat dengan gerakan qurban kolektif. Berbasis Masjid dan Nagari. Mengelola qurban secara terorganisir untuk pemerataan distribusi dan dampak ekonomi. Program Edu-Qurban. Mengintegrasikan pembelajaran nilai qurban di sekolah dan pesantren setiap bulan Zulhijjah. Digitalisasi dan Transparansi Qurban. Membangun sistem pelaporan qurban online di tiap nagari meningkatkan kepercayaan dan akuntabilitas.

Pertanyaannya kini bukan sekadar: sudahkah kita berqurban? Tetapi: sudahkah qurban itu mengubah kita? Sudahkah ia menjadikan kita lebih peduli terhadap yang lemah? Sudahkah ia membuat kita menundukkan kesombongan dan ketamakan? Sudahkah ia menghidupkan kembali nilai ketauhidan dan kepasrahan dalam hidup kita?

Qurban bukan sekadar ibadah fiqhiyah, tapi juga ibadah ruhaniyah dan sosial. Di tengah masyarakat yang makin individualis, qurban harus dimaknai ulang — bukan sekadar menyembelih hewan, tetapi menyembelih ego, membunuh sifat serakah, dan membagi cinta secara nyata.

Masihkah qurban menyentuh hati kita? Jika belum, maka marilah tahun ini kita mulai kembali — dari dalam hati yang tulus, untuk pengorbanan yang bermakna.

KHATIMAH

Qurban bukan sekadar ritual tahunan, tetapi momentum transformatif yang mengandung nilai-nilai spiritual, edukatif, dan sosial-ekonomi yang mendalam. Semangat pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail menjadi teladan agung dalam membentuk masyarakat yang taqwa, cerdas, dan sejahtera.

Pertama, qurban menanamkan taqwa — menjadikan masyarakat lebih tunduk kepada Allah, menjunjung tinggi nilai keikhlasan dan ketaatan dalam seluruh aspek kehidupan. Masyarakat digital yang cendrung serba tahu, merasa paling baik, tergoda nafsu dan hanyut kenikmatan duniawi mesti kembali kepada firah taqwa. Hidup ka mati, dunia ka ba akhirat, adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, lamak di awak katuju di urang, dan kearifan lokal yang dipadukan ketuhanan dan kemanusiaan sejati. 

Kedua, jiwa qurban diharapkan dapat mencerdaskan umat, melalui pendidikan berkarakter dan nilai-nilai kepemimpinan, kerja sama, dan empati yang menyentuh seluruh generasi — dari anak-anak hingga orang tua. Generasi abad 21, generasi emas dan generasi milinial, Gen Z tidak cukup cerdas saja, tetapi wajib berkakater, taat pada agama, patuh pada orang tua dan sopan santun dalam kehidupan. Karena sejatinya manusia adalah peradaban, moral dan akhlak mulianya. 

Ketiga, jiwa qurban diminta mengugah solidaritas sosial dan menyejahterakan masyarakat, karena distribusi daging dan pemberdayaan peternak lokal merupakan bentuk keadilan sosial dan penggerak ekonomi nagari.

Untuk itu, qurban harus dikelola secara kolektif dan strategis: berbasis masjid dan nagari, terintegrasi dalam pendidikan (Edu-Qurban), dan didukung digitalisasi pelaporan agar transparan dan berkelanjutan. Dengan semangat ini, Padang Pariaman dapat melangkah menuju masyarakat yang diberkahi: berjiwa taqwa, berpikir cerdas, dan hidup sejahtera.

Wahai kaum Muslimin Padang Pariaman, mari jadikan momen qurban ini sebagai titik tolak perubahan masyarakat kita. Jangan hanya mengingat kisah Nabi Ibrahim, tapi hidupkan semangatnya dalam pembangunan nagari: jujur, berani berkorban, dan membela sesama.

Semoga Allah menerima qurban kita, mengangkat derajat daerah kita menjadi kabupaten yang diberkahi — taqwa dalam jiwa, cerdas dalam karkatrr, dan sejahtera dalam ekonomi. Allāhu akbar, walillāhil hamd. amin DS.04062025M /080121446H

*Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang





Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.