Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Gunung Batu Berseni Itu, Al Ula, Saksi Sejarah Oleh Denny JA

Terbentuk dari pahatan alam jutaan tahun, AlUla menyaksikan sejarah sejak awal peradaban. (1)

-000-

Ia tak pernah berbicara,

tapi wajahnya menyimpan suara

dari zaman yang tak tercatat di kitab mana pun.


Gunung batu berseni itu berdiri

di gurun AlUla, dekat Madinah,

tempat pasir dan langit saling menatap

tanpa berkedip, sejak dunia masih dini.


Usianya tak dihitung dalam tahun

tapi dalam gesekan waktu.

Bukan satu generasi.

Bukan seribu. Tapi jutaan tahun.


Ia bukan pahatan tangan manusia,

tapi pahatan angin yang tak pernah lelah,

air yang menyelinap dalam sabar,

dan pasir yang mencium kulit batu

dengan luka yang terus dilupakan.


Setiap guratan di tubuhnya adalah surat cinta

dari alam kepada waktu.

Setiap cekungan adalah jeda keabadian.



Ia menyaksikan sejarah,

bukan dari kejauhan,

tapi dari tengah-tengahnya sendiri.


Pertama, sepuluh ribu tahun lalu, ia merekam manusia kuno,

dengan perkakas seadanya,

hilir mudik, kadang menetap,

kadang pergi.


Kedua, gunung batu ini, lima ribu tahun lalu,

melihat kaum Nabatean

datang dengan kaligrafi dan ukiran,

menyulap sisi-sisinya menjadi makam suci.

Mereka membawa arsitektur dari hati,

dan meninggalkan Petra kedua di tanah Arab.


Ketiga, dua ribu tahun lalu,

ia mendengar langkah unta kafilah dagang,

membawa rempah dan dupa

di Jalur Kuno Inci Dupa.


Pedagang dari India dan Romawi

bertemu di kaki-kakinya,

dan ia menjadi pasar abadi

yang tak pernah memanggil dengan suara.


Keempat, hingga masa kini,

ia menyerap zikir para peziarah,

menuju Madinah, menuju Nabawi,

menuju cinta yang tak bisa dipetakan.


Di malam gurun, ayat-ayat suci menggema

dan memeluk dinginnya bebatuan.


Kini, di tahun 2025,

ia menyaksikan dimulainya kebebasan,

para gadis tak lagi wajib pakai jilbab.


Di sebuah resto di AlUla,

tamunya beragam,

banyak yang rambutnya terurai,

sebagaimana di Eropa


-000/


Kini aku duduk di bawah bayangnya.

Langit bersih.

Kursi rotan.

Kopi hangat di meja batu.


Dan di depanku:

patung-patung yang bukan dipahat tangan

tapi dipahat kesabaran.


Aku merasa kecil,

seperti setitik kata dalam kitab yang panjang.


Namun dalam keheningan itu,

aku mendengar suara gunung:

“Jadilah sabar seperti angin.

Jadilah teguh seperti batu.

Dan biarkan sejarah menyentuhmu—

tanpa kau sadari.”


-000-


Maka kusebut ia bukan sekadar batu.

Ia adalah penyair sunyi

yang menulis dengan bayangan dan waktu.


Ia adalah arsitek tak bernama

yang membangun tanpa rencana.


Ia adalah saksi mata sejarah

yang tak punya mata, tapi menyimpan segalanya.


-000-


Siapa bilang alam tak bisa berseni?

Siapa bilang keabadian itu sunyi?


Lihatlah AlUla.

Di sana,

keindahan tidak diciptakan dalam sehari.

Tapi dalam jutaan tahun

oleh cinta yang sabar

dan tangan-tangan yang tak terlihat.***


CATATAN

(1) AlUla yang menjadi saksi banyak sejarah

History and Heritage | About AlUla | Experience AlUla

AlUla, 5 jam dari Madinah,

5 April 2025

*Ratusan esai, puisi dan orasi Denny JA soal filsafat hidup, sastra, agama dan spiritualitas, politik, marketing, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan musik, dapat dilihat di FaceBook Denny JA’s World

https://www.facebook.com/share/p/163qGqAzw3/?mibextid=wwXIfr

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies