Type Here to Get Search Results !

Pengadilan dan Tragedi Vonis Berat Atas Tubuh Sendiri

oleh ReO Fiksiwan

„Pengalaman saya menunjukkan bahwa kematian tubuh dan otak bukanlah akhir dari kesadaran, bahwa pengalaman manusia berlanjut melampaui kubur.” — Eben Alexander(72), Proof of Heaven: A Neurosurgeon’s Journey into the Afterlife(2012).

Polemik ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, yang tak kunjung selesai — paska GPK Polda Metro Jaya — telah melahirkan refleksi tajam dari dr. Tifauzia Tyassuma(55) MSc.

Dalam unggahan di laman X, ia menegaskan bahwa pada akhirnya bukan pengadilan yang akan menjatuhkan vonis paling keras, melainkan tubuh dan kesehatan Jokowi sendiri. Hukum bisa dimanipulasi, tetapi tubuh tidak pernah berbohong. 

Setiap kebohongan, kata dr. Tifa, menuntut kebohongan lanjutan, dan beban emosi yang ditimbulkannya menghantam sistem imun secara senyap, konsisten, dan kejam. 

Tubuh membaca kebohongan sebagai ancaman yang tak pernah selesai, sehingga vonis biologis dan psikologis menjadi harga yang harus dibayar. 

Refleksi ini menemukan pijakan dalam psiko-neurosains mutakhir. 

Diacu dari Antonio Damasio, dalam Descartes’ Error: Emotion, Reason, and the Human Brain(1994), menunjukkan bahwa pikiran dan tubuh tidak pernah terpisah; emosi adalah jembatan yang menghubungkan otak dengan organ-organ vital. 

Damasio, kini berusia 81 tahun, ahli Neurosains, psiko-neuro-imunologi, dan filsafat pikiran, 

menegaskan bahwa keputusan moral bukan hanya produk rasio, melainkan juga resonansi biologis. 

Ia juga menunjukkan bahwa emosi adalah bagian integral dari rasionalitas, dan tubuh berperan langsung dalam proses pengambilan keputusan apapun, benar maupun bohong.

Demikian pula, Bruce Lipton, melalui The Biology of Belief(2005), menambahkan bahwa keyakinan dan pikiran mampu memengaruhi ekspresi gen dan sistem imun. 

Lipton, yang kini berusia 81 tahun dan masih aktif menulis serta berbicara, menekankan bahwa kebohongan adalah bentuk keyakinan negatif yang merusak tubuh dari dalam. 

Untuk itu, Lipton mengulas beberapa faktor dalam biologi keyakinan antara lain:

1/ Epigenetika: bagaimana lingkungan dan keyakinan memengaruhi ekspresi gen.

2/ Psiko-neuro-imunologi: hubungan pikiran, sistem saraf, dan sistem imun.

3/ Spiritualitas ilmiah: menghubungkan sains dengan kesadaran manusia yang paling fundamental: iman(fides).

Selain itu, ia masih menjadi salah satu tokoh penting dalam diskusi tentang biologi keyakinan dan pengaruh pikiran terhadap kesehatan.

Dengan demikian, tesis dr. Tifa menemukan legitimasi ilmiah: kebohongan bukan hanya persoalan etika, melainkan juga biologi.

Dalam konteks perkara ijazah palsu, baik penuduh, trio RRT, maupun tertuduh, semuanya pada akhirnya tunduk pada hukum causa prima yang paling dasar: perilaku tubuh dan jiwa. 

Sementara, Karl Popper, filsuf Jerman, dalam The Poverty of Historicism(1957) mengingatkan bahwa rekayasa sosial yang parsial(peacemeal engineering) seperti GPK Polisi bahkan pengadilan nanti jika bukti tertuduh dibuka untuk dilakukan 3D, misal dalam uang palsu, sering melahirkan penyimpangan yang tak terduga. 

Begitu pula dalam kasus ini, rekayasa citra dan legitimasi politik yang dibangun di atas kebohongan justru melahirkan kontradiksi internal yang menghantam tubuh sang aktor utama.  

Menilik Blaise Pascal dalam Pensées (1670) menulis bahwa manusia adalah makhluk rapuh yang berpikir, dan kontraksi psikologis antara fakta dan citra melahirkan kegelisahan yang tak bisa ditutupi. 

Pikiran yang hidup dalam konflik internal akan memaksa tubuh membayar harga melalui stres kronis, peningkatan kortisol, peradangan, dan melemahnya sistem imun.

Vonis tubuh adalah vonis paling berat karena ia tidak bisa ditunda, tidak bisa dinegosiasikan, dan tidak bisa dimanipulasi. 

Ia bekerja dalam senyap, tetapi konsisten, dan pada akhirnya lebih keras daripada vonis pengadilan mana pun. 

Kejujuran, kata dr. Tifa, adalah berkat biologis dan psikologis, karena ia menempatkan pikiran dalam jalur koheren, menenangkan otak, dan membebaskan sistem imun dari beban stres. 

Sebaliknya, kebohongan adalah racun yang merusak tubuh, menghancurkan ketenangan jiwa, dan menggerogoti daya tahan. 

Dalam tragedi ini, pengadilan mungkin tak pernah menjatuhkan vonis, tetapi tubuh Jokowi sendiri akan menjadi hakim terakhir yang tak bisa dihindari. 

Vonis berat atas tubuh sendiri adalah tragedi yang lahir dari kebohongan yang terus dipelihara, sebuah tragedi yang lebih kejam daripada hukuman apa pun yang bisa dijatuhkan oleh pengadilan manusia.

#coverlagu: Album Heart, Mind & Soul adalah karya keempat El DeBarge yang dirilis pada 16 Mei 1994 oleh Reprise Records. El DeBarge, lahir 4 Juni 1961 (usia 64 tahun pada 2025), masih aktif sebagai penyanyi dan musisi R&B. 

Album ini bermakna sebagai ekspresi kedewasaan musikalnya, menggabungkan unsur cinta, spiritualitas, dan refleksi pribadi dalam balutan R&B kontemporer.

#credit foto: copas tayangan INews-Aiman.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.