![]() |
Hari pertama Temu Penulis KBMN PGRI yang berlangsung pada 21–23 Desember 2025 di Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) Jawa Timur terasa begitu istimewa. Sejak pagi, suasana gedung sudah dipenuhi wajah-wajah ceria para guru penulis dari berbagai daerah di Indonesia. Ada yang datang dari Aceh, Jawa, Kalimantan, hingga Indonesia Timur. Jarak yang jauh seakan runtuh oleh satu ikatan yang sama: cinta pada literasi dan dunia pendidikan.
Kegiatan ini bukan sekadar temu fisik, tetapi pertemuan hati dan gagasan. Banyak peserta yang sebelumnya hanya saling mengenal lewat grup WhatsApp KBMN PGRI, kini akhirnya bisa berjabat tangan, saling menyapa, dan berbagi tawa secara langsung. Aura kekeluargaan begitu terasa sejak registrasi hingga pembukaan acara.
Dibuka dengan Semangat dan Harapan
Acara hari pertama dibuka secara resmi oleh Kepala BBGTK Jawa Timur yang menyampaikan apresiasi mendalam kepada para guru yang konsisten menulis di tengah kesibukan mengajar. Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa guru penulis adalah aset penting bangsa karena melalui tulisan, pengalaman baik di kelas dapat diwariskan dan menginspirasi lebih luas.
“Menulis bukan hanya soal kemampuan, tetapi keberanian berbagi dan keikhlasan mengabdi,” kurang lebih pesan yang menguatkan semangat para peserta.
Prof. Nganium: Menulis Adalah Tanggung Jawab Intelektual Guru
Sesi pertama yang sangat dinantikan adalah paparan dari Prof. Nganium. Dengan gaya tutur yang tenang namun menghunjam, beliau mengajak peserta merenungkan makna menulis bagi seorang guru. Menurutnya, guru yang menulis sejatinya sedang menjalankan tanggung jawab intelektual dan moral.
Prof. Nganium menekankan bahwa tulisan guru tidak harus selalu sempurna, tetapi harus jujur dan bernilai. Pengalaman di kelas, kegelisahan menghadapi perubahan kurikulum, hingga kisah sederhana bersama murid justru menjadi kekuatan utama tulisan guru.
“Jika guru berhenti menulis, maka pengalaman berharga di ruang kelas akan ikut hilang,” ujar beliau yang disambut anggukan dan tepuk tangan peserta.
Pak Khoiri: Menulis Itu Proses, Bukan Perlombaan
Keseruan berlanjut saat Pak Khoiri mengambil alih sesi berikutnya. Dengan gaya khas yang membumi dan penuh humor, beliau mematahkan ketakutan banyak guru terhadap dunia menulis. Pak Khoiri menegaskan bahwa menulis bukanlah perlombaan siapa paling hebat, melainkan proses bertumbuh yang harus dinikmati.
Beliau berbagi pengalaman jatuh bangun dalam dunia literasi, mulai dari tulisan yang ditolak media hingga akhirnya menemukan gaya menulis sendiri. Pesan beliau sederhana namun mengena: menulislah dulu, sempurnakan sambil berjalan.
Suasana ruangan pun menjadi cair. Tawa, tepuk tangan, dan diskusi interaktif membuat sesi ini terasa hidup dan membekas.
Ibu Daswatia: Menulis dengan Hati dan Konsistensi
Sesi hari pertama ditutup dengan materi inspiratif dari Ibu Daswatia. Beliau menekankan pentingnya menulis dengan hati dan menjaga konsistensi. Menurutnya, tulisan yang lahir dari kejujuran perasaan akan selalu menemukan pembacanya sendiri.
Ibu Daswatia juga mengingatkan bahwa komunitas seperti KBMN PGRI adalah rumah belajar bersama. Di sinilah para guru saling menguatkan, bukan saling menjatuhkan. Pesan ini terasa sangat relevan dan menguatkan kebersamaan yang sudah terbangun sejak pagi.
Hari Pertama yang Menghangatkan Hati
Hari pertama Temu Penulis KBMN PGRI 2025 ditutup dengan foto bersama, obrolan santai, dan rencana diskusi lanjutan di hari-hari berikutnya. Lelah perjalanan jauh seolah terbayar lunas oleh kehangatan pertemuan dan ilmu yang dibagikan.
Di BBGTK Jawa Timur, hari itu kata-kata tidak hanya ditulis, tetapi dihidupkan. Keseruan hari pertama menjadi bukti bahwa ketika guru berkumpul dengan niat baik, literasi bukan sekadar program—melainkan gerakan hati yang terus menyala.
Temu penulis ini baru saja dimulai, namun semangatnya sudah terasa akan dikenang lama oleh setiap peserta yang hadir.

