Type Here to Get Search Results !

Jembatan KALA Dibongkar? Belajar dari Victoria Kuala Kangsar Malaysia?

Oleh: Armaidi Tanjung 

Sekretaris Satupena Sumatera Barat

Pasca banjir melanda kawasan Lembah Anai Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat, muncul pernyataan bakal dibongkarnya jembatan kereta api di kawasan Lembah Anai (selanjutnya ditulis Jembatan KALA). Informasi tersebut terus mendapat penolakan dari berbagai pihak. Kawasan tersebut sudah menjadi Warisan Budaya UNESCO. Saya pun terkejut, apalagi langsung direspon Menteri Kebudayaan Fadli Zon menolak adanya pembongkaran Jembatan KALA. 

Fadli Zon menegaskan penolakannya terhadap wacana pembongkaran jalur serta jembatan kereta api bergerigi di kawasan Lembah Anai, Sumatera Barat. Itu telah tercatat sebagai bagian dari Warisan Budaya Dunia UNESCO dalam situs Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS). Penegasan itu disampaikan Fadli Zon kepada awak media di sela-sela peninjauan lokasi terdampak banjir bandang di kawasan Batu Busuk, Kota Padang, Rabu (24/12/2025). 

Saya beberapa hari lalu di Jakarta membicarakan kawasan Jambatan KALA dengan salah seorang kerabat. Pembicaraan sampai ke Jembatan KALA bermula dari bencana banjir yang melanda kawasan tersebut. Katanya, peninggalan Jembatan KALA perlu dirawat, dibenahi, dijadikan objek wisata, pasti menarik sekali. Lihatlah pemandangan dari kejauhan ke Jembatan KALA betapa indahnya. Begitu pula sebaliknya, dari Jembatan KALA ke seputar kawasan tersebut. Pasti lebih menarik menjadi objek wisata. Meski kawasan itu dikuasai Kereta Api Indonesia (KAI), tinggal mekanismenya dalam pemanfaatan. Silakan siapa yang bisa mengelolanya, apakah pihak swasta, BUMD atau perorangan.  

Kenapa ya, pejabat yang berwenang dengan mudah saja membongkar benda-benda bersejarah di negeri ini. Lebih sering itu dengan alasan pembangunan, gedung bertingkat, atau alih fungsi. Padahal, konstruksi bangunan yang dibangun bangsa kolonial (Belanda) jauh lebih tahan dibanding bangunan yang dibangun oleh anak bangsa sendiri. Bangunan itu lebih seratus tahun masih berdiri kokoh hingga kini. Bandingkan bangunan yang dikerjakan oleh bangsa sendiri? Terkadang tak perlu berhitung tahunan, sudah rusak tak lagi bisa dimanfaatkan.

Saya teringat saat mengikuti Fam Trip Northern Peninsular Malaysia 2025 pada 23-28 November 2025 lalu. Pada Selasa (25/11/2025), rombongan yang berjumlah 32 dari berbagai provinsi di Indonesia diajak mengunjung Jambatan Victoria yang terletak di Enggor, Kuala Kangsar, Negeri Perak, Malaysia. Di salah satu dinding jembatan tersebut, terpajang data singkat Jembatan Victoria. Jembatan ini dibangun pemerintahan Inggris yang menguasai negeri Malaysia saat itu. Mulai dibangun tahun 1897, diresmikan 21 Maret 1990 oleh Sutan Idris Mursyidul Azzam Shah (Sultan Perak). Jurutera yang bertanggungjawab G.W. Fryer dan jurutera Divisyen C.R. Hanson. Tahun 1910, jembatan ini digunakan sepenuhnya jalur kereta api Perak ke Johor Baru. 

Panjang jembatan Victoria 1.000 kaki (304,8 meter) dan ketinggian 40 kaki (12,192 meter). Sedangkan biaya pembangunannya sebesar $300.000. 

Menurut pemandu wisata di Jembatan Victoria tersebut, Jembatan Victoria memang sengaja dirawat sebagai objek wisata. Banyak wisatawan berdatangan melihatnya dan berfoto-foto. Mereka senang menyaksikan kontruksi dan sejarah pembangunan jembatan ini. Jembatan Victoria masih digunakan masyarakat setempat. Tapi bukan lagi jalur kereta api, karena jembatan baru sudah dibangun di sebelahnya. Jembatan Victoria dimanfaatkan penduduk kendaraan roda dua, disediakan jalur khususnya di bagian luar rel kereta api. 

Informasinya, tahun 1980-an, ada rencana pembongkaran. Karena besi-besi jembatan ini cukup mahal harganya. Namun rencana tersebut ditolak. Hingga kini jembatan Victoria justru menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi hingga kini. 

Jembatan KALA

Kembali ke Jembatan KALA di Provinsi Sumatera Barat ini, secara keseluruhan berkontruksi baja (logam). Bangunan jembatan pada bagian bawah berbentuk setengah lingkaran sebagai penampang. Jembatan memiliki panjang 85 m, tinggi 14,75 m serta lebar 5 m (pada bagian bawah). Luas bangunan panjang: 85 m dan tinggi: 14,75 m serta lebar: 5 m, sedangkan lahan yang terdaftar sebagai bagian dari Cagar Budaya sepanjang 85 m dengan lebar 5 m serta tinggi 14,75 m. (direlis kabarpenumpang.com, Kamis, 26/12/2025)

Pos dan Giro pernah pula menerbitkan prangko bergambar Lembah Anai, Sumatera Barat yang terlihat Jembatan KALA dan air mancur. Prangko yang diterbitkan 1992 seharga Rp 1000, juga ada logo Visit ASEAN Year 1992. Saya mendapatkan kartu pos bergambar Lembah Anai, persis seperti gambar prangko Lembah Anai yang juga dibubuhi prangko Lembah Anai tersebut. Dari kartu pos tersebut, betapa indahnya pemandangannya. Ini hanya salah satu sudut, dan salah satu jembatan di kereta api di kawasan Lembah Anai. Masih ada yang lainnya, juga menarik untuk dijadikan objek wisata tentunya.   

Jembatan KALA dan Jembatan Victoria, keduanya dibangun bangsa kolonial, Belanda dan Inggris. Apakah nasib Jembatan KALA akan sama dengan Jembatan Victoria? Akankah Jembatan KALA akan tinggal nama saja, sementara fisiknya bakal dibongkar? Tentu waktulah yang akan menjawab. Jika para pihak yang berkepentingan berpikir picik, kepentingan sesaat, boleh jadi Jembatan KALA bakal tinggal kenangan. Tindakan tersebut sekaligus menunjukkan sikap tak pernah mau menghargai peninggalan sejarah. Enggan menjadikannya sebagai pembelajaran bagi generasi masa depan. Betapa pentingnya, ada Jembatan KALA yang dirawat, dijadikan objek wisata, di sana pengunjung mendapatkan data singkat sejarah pembangunan dan pemanfaatan Jembatan KALA. Semoga.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.