Type Here to Get Search Results !

Surga Kecil di Bawah Reruntuhan

Oleh: Ririe Aiko

(Puisi esai ini terinspirasi dari kisah inspiratif Ghifari Haikal Nur, santri berusia 13 tahun, yang berhasil selamat dari insiden runtuhnya musala di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, pada 29 September 2025. Meski terjebak selama tiga hari, ia ditemukan dalam kondisi hidup, berkat ketabahan iman.) (1)

---000---

Tiga hari tanpa cahaya,

tanpa tahu siang atau malam.

Hanya desir napas dan debu,

di bawah beton yang menghimpit tubuh kecil,

yang terus melantunkan dzikir.


Haikal kecil berbaring,

menatap gelap dan menghirup udara sesak.

Detak jantung sekitarnya terdengar melemah,

namun iman tetap kuat menyala.


“Ayo salat,” bisiknya kepada para sahabat yang terbaring,

lemah di sampingnya.

“Siapa yang jadi imam?” tanya suara lemah dari sisi lain.


Dan entah bagaimana,

di antara retakan dinding dan jerit doa,

suara imam itu hadir memimpin rakaat,

tanpa sajadah, tanpa masjid,

hanya himpitan ruang sesak dan gelap.


Malam itu, reruntuhan menjadi mihrab.

Bau debu terhapus oleh air mata doa,

dan tubuh-tubuh kecil itu menegakkan keimanan

yang tak mampu diguncang maut.


Hingga suara azan subuh berkumandang.

“Ayo salat,” santri kecil itu kembali mengajak para sahabatnya.

Kali ini tak ada sahutan.

Sahabat di sampingnya telah pergi lebih dulu,

menemui Tuhan di surga.


Haikal sendirian terhimpit di antara dua jenazah yang tergeletak tak jauh darinya.

Derita, sedih, dan penuh luka,

tak membuatnya menyerah.

Ketaatan teguh dan kukuh.

Haikal tetap menegakkan salat meski sendirian.

---000---

Haikal, seorang bocah yang bahkan belum memiliki KTP,

terluka, haus, dan sesak,

namun semua itu tidak membuatnya kehilangan akidah.


Dunia terasa berhenti di sekelilingnya,

tapi Haikal masih memelihara rakaatnya.

Dalam himpitan beton, ia masih bersujud;

dalam gelap, ia masih menghadap cahaya.


Ia tahu,

selama lidahnya masih bisa menyebut nama Allah,

selama napasnya masih menyisakan satu helaan,

ia tetap punya tempat untuk berserah.

---000---

Ketika tubuhnya semakin melemah,

rasa haus mulai menyesak di kerongkongan.

Matanya menangkap dua botol air mineral

yang tampak begitu mudah dijangkau.


Bisikan hadir, “Minumlah, kau hampir sekarat!”

Haikal tak menanggapi bisikan itu,

imannya tak goyah.

“Itu bukan hakku,” bisiknya.


Ia tak mengambilnya.

Haram baginya menikmati sesuatu yang bukan miliknya,

meski dahaga hampir merenggut nyawanya.


Betapa luas samudra iman di dada sekecil itu.

Di saat banyak orang dewasa melupakan batas,

Haikal justru menegakkannya di tepi maut.

Dalam dunia yang kian kehilangan rasa malu,

Haikal berdiri tegak dengan keyakinan paling jujur.

Sesuatu yang bukan miliknya tak layak ia sentuh,

meski hidupnya taruhannya.

---000---

Haikal kecil,

nama yang kini menjadi cahaya

di antara debu dan puing pesantren itu.


Dari tubuh mungil yang terhimpit bangunan,

lahir keteguhan yang menyalakan iman seluruh negeri.

Ia tak hanya selamat dari maut,

tapi menyelamatkan nurani banyak orang.


Dari reruntuhan itu kita belajar:

bahwa salat bukan sekadar ritual,

tapi napas yang menyalakan hidup.

Bahwa iman sejati bukan diukur dari umur,

melainkan keberanian untuk tetap taat,

meski maut telah mengetuk pintu dada.

---000---

CATATAN:

(1)https://www.kompas.com/jawa-timur/read/2025/10/02/064500388/viral-video-haikal-di-bawah-reruntuhan-ponpes-al-khoziny-kini

(2)https://youtu.be/FqPDI7YqdkY?si=tyWRfuEHYS4ikT-i

(3)https://www.youtube.com/watch?v=UIJBClZVvMU&t=14

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.