Type Here to Get Search Results !

Pertemuan 6: Akhlak Pemimpin dan Figur Publik dalam Menata Ulang Nurani Kolektif

Duski Samad 

TUJUAN: Menanamkan pentingnya keteladanan dan integritas moral dari tokoh.

POKOK BAHASAN:

Nash: QS. As-Saff: 2-3; HR. Muslim – "Sebaik-baik pemimpin..."

Ilmiah: Etika kepemimpinan profetik (Kuntowijoyo)

Adat: “Nan tuo dituoan, nan mudo dibimbiang”

Hukum: UU ASN dan etika public

AKIBAT HUKUMNYA

1. Akibat Hukum Positif (Negara)

Dasar Hukum. UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) → menegaskan kewajiban ASN dan pejabat publik menjunjung integritas, bebas dari KKN, dan mengutamakan kepentingan masyarakat. Kode Etik Pejabat Publik → setiap pelanggaran integritas dapat dikenakan sanksi administratif hingga pemberhentian. Akibat. Pemimpin yang tidak berakhlak: bisa terkena sanksi hukum (pidana/administratif), pencopotan jabatan, dan kehilangan legitimasi publik. Dampak sosial: menurunnya kepercayaan masyarakat, meningkatnya apatisme, serta krisis kepemimpinan nasional/daerah.

2. Akibat Hukum Syariat (Islam)

Dalil Nash. QS. As-Saff: 2–3 → kecaman bagi pemimpin yang berkata tetapi tidak berbuat. Hadis riwayat Muslim → “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian…” Konsekuensi Syariat. Pemimpin yang tidak menepati amanah termasuk dalam golongan munafik (HR. Bukhari-Muslim). Akibat ukhrawi: pemimpin zalim akan dimintai pertanggungjawaban berat di akhirat. Akibat sosial: hilangnya barakah kepemimpinan, meningkatnya fitnah, dan kerusakan moral masyarakat karena teladan buruk.

3. Akibat Hukum Adat Minangkabau (ABS-SBK)

Pepatah Adat. “Nan tuo dituoan, nan mudo dibimbiang.” → Pemimpin wajib jadi teladan, pembimbing, dan pengayom. Tali tigo sapilin (ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai) → rusak salah satunya, rusak keseimbangan sosial. Akibat Sosial-Adat. Pemimpin yang rusak akhlak → kehilangan marwah, tidak lagi dihormati dalam musyawarah nagari. Kaum dan nagari tercoreng karena tokoh publiknya gagal menjaga akhlak. Bisa diberi sanksi sosial: tidak diajak mufakat, dikucilkan, atau tidak diakui sebagai pemuka adat.

Kesimpulan

Hukum Positif memberi sanksi formal atas pelanggaran etika pejabat publik. Syariat Islam memberi konsekuensi ukhrawi dan sosial bagi pemimpin yang tidak amanah. Adat Minangkabau memberi sanksi sosial-kultural bagi pemimpin yang merusak marwah masyarakat. Sinergi ketiganya sangat penting untuk menata ulang nurani kolektif bangsa agar kepemimpinan kembali berbasis keteladanan dan integritas moral.

Rekomendasi

Penguatan Etika Kepemimpinan Profetik. Pendidikan politik dan birokrasi harus menekankan amanah, tabligh, fathonah, siddiq.

Sanksi Tegas. Negara harus konsisten menegakkan hukum terhadap pelanggaran etika publik (UU ASN, kode etik pejabat).

Revitalisasi Adat. Peran tungku tigo sajarangan harus diperkuat agar pemimpin adat dan publik diawasi secara moral oleh masyarakat nagari.

Keteladanan Figur Publik. Tokoh publik (ulama, pejabat, intelektual, ninik mamak) harus konsisten menjadi teladan, bukan hanya retorika.

Gerakan Nurani Kolektif. Masyarakat perlu mendorong budaya malu (malu jo urang, takana jo adat) sebagai filter sosial terhadap perilaku pemimpin.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.