![]() |
| Duski Samad |
TUJUAN : Memahami bentuk dan gejala krisis akhlak di ruang public dan menyadari urgensi penanggulangan krisis akhlak secara kolektif.
POKOK PEMBAHASAN:
QS. Al-Ahzab: 21 – “Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagi kalian.” HR. Bukhari – “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.”
Ilmiah: Krisis moral muncul akibat pergeseran nilai transendental ke materialistik. Laporan KPAI dan BPS mencatat peningkatan perilaku menyimpang (hoaks, kekerasan, korupsi) dalam 10 tahun terakhir.
“Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”, Syarak Mangato Adat Mamakai, Alam takambang jadi guru, “Malu jo urang, takana jo adat.”
Pasal 28I UUD 1945: “Setiap orang berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” UU ITE No. 11 Tahun 2008 (ujaran kebencian dan hoaks)
AKIBAT HUKUM TERHADAP BAHAYA KERUSAKAN AKHLAK MASYARAKAT
HUKUM POSITIF (NEGARA)
Pidana dan Perdata. Tindakan amoral seperti pelecehan seksual, kekerasan, narkoba, dan perjudian dapat dijerat dengan KUHP, UU Perlindungan Anak, UU ITE, UU Narkotika. Sanksi berupa penjara, denda, rehabilitasi, dan pencabutan hak tertentu. Administratif dan Sosial. Lembaga pendidikan, LSM, dan organisasi masyarakat yang membiarkan praktik amoral dapat dikenai sanksi administratif. Reputasi tercemar, kepercayaan publik hilang, dan terhambatnya pembangunan sosial.
Hukum Islam (Syariat)
Hudud (Penjara), Ta‘zÄ«r (cambuk), dan TakfÄ«r (murtad). Zina, minuman keras, pencurian, qazaf (tuduhan zina tanpa bukti) dikenakan hudud. Perilaku tidak bermoral (maksiat sosial) dikenakan ta‘zÄ«r, berupa hukuman yang ditentukan hakim syar‘i atau ulama. Dampak Spiritual dan Sosial. Munculnya fitnah, turunnya keberkahan, dan hilangnya rahmah Allah dari masyarakat. Anak cucu tumbuh tanpa teladan moral, sehingga mengancam generasi masa depan. Tanggung Jawab Kolektif (Hisbah). Masyarakat wajib menegakkan amar ma’ruf nahi munkar untuk mencegah kerusakan lebih luas.
Hukum Adat Minangkabau (ABS-SBK).
Sanksi Adat. Perilaku menyimpang merusak “marwah” kaum dan nagari. Bisa dikenai sanksi sosial: dikucilkan (dipantang lalu, tidak diajak mufakat), dikeluarkan dari peran adat. Pelanggaran Filosofi ABS-SBK. Akhlak rusak berarti tidak lagi sejalan dengan “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. Menjadi ancaman bagi kelestarian nilai luhur, pergaulan, dan harmoni sosial. Akibat Kolektif. Kaum dan nagari dianggap gagal mendidik anak kemenakan. Rusaknya sistem kepemimpinan adat (ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai) sebagai benteng moral.
Kesimpulan
Krisis akhlak adalah masalah inti yang berhubungan langsung dengan tujuan agama. Pergeseran nilai dari transendental ke materialistik terbukti melahirkan krisis moral. Data KPAI dan BPS mengonfirmasi meningkatnya kekerasan, hoaks, dan korupsi. Falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah menempatkan akhlak sebagai pondasi masyarakat. Rusaknya akhlak berarti rusaknya marwah nagari.
Hukum Positif: UUD 1945 dan UU terkait memberikan perlindungan hukum terhadap warga dari tindak amoral. Integrasi Tiga Sistem: Hukum positif, Islam, dan adat saling melengkapi dalam menjaga akhlak: hukum positif memberi sanksi legal, hukum Islam memberi sanksi syar‘i dan spiritual, sementara adat memberi sanksi sosial-kultural.
Rekomendasi
1. Penguatan Regulasi dan Penegakan Hukum. Pemerintah daerah perlu memperkuat implementasi UU Perlindungan Anak, UU ITE, dan hukum pidana terkait penyimpangan moral. Sinergi aparat hukum dengan lembaga adat dan ulama untuk memberikan efek jera sekaligus pemulihan moral.
Revitalisasi Pendidikan Akhlak. Sekolah, pesantren, dan surau wajib mengintegrasikan pendidikan akhlak berbasis Al-Qur’an, hadis, dan adat. Penguatan kurikulum karakter dengan pendekatan ABS-SBK sebagai benteng budaya lokal.
3. Gerakan Sosial dan Kolektif. Lembaga adat (ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai) bersama masyarakat perlu menghidupkan kembali mekanisme sanksi sosial terhadap pelaku amoral agar timbul efek malu (malu jo urang, takana jo adat). Membentuk forum lintas agama, adat, dan pemerintah untuk pencegahan kerusakan moral.
4. Kepemimpinan Teladan. Tokoh formal maupun informal harus menunjukkan integritas dan teladan akhlak, karena krisis kepemimpinan moral menjadi salah satu pemicu degradasi akhlak.
5. Integrasi Hukum Positif–Islam–Adat. Perlu dicanangkan program Tri Hukum Berbasis Akhlak: hukum negara (represif–preventif), hukum Islam (spiritual–ukhrawi), dan hukum adat (sosial–kultural) agar bekerja serentak.

