Type Here to Get Search Results !

Ijtihad Kontemporer, Fiqih Minoritas dan Ekologi

Oleh: Duski Samad 

Materi Diskusi MK Islam Komperhensif Magister S2 PI UIN Imam Bonjol  

Ijtihad Kontemporer: Jawaban atas Krisis Zaman. Perubahan sosial, politik, dan teknologi menghadirkan problematika baru yang belum dibahas ulama klasik. Mulai dari digitalisasi budaya, krisis moral generasi muda, artificial intelligence, bioetika, hingga problem ekonomi global.

Kebutuhan hadirnya pusat ijtihad kontemporer yang memadukan nash, maqashid syariah, dan ilmu pengetahuan modern adalah mendesak dan wajib adanya. Melalui kajian kolektif, dapat menyumbang fatwa kontekstual dan solusi syariah atas isu-isu kekinian.

Contoh: Ijtihad pendidikan digital, fiqih muamalah digital (fintech, zakat digital), hingga ijtihad politik Islam yang menjaga marwah dan integritas di tengah demokrasi liberal.

Fiqih Minoritas: Merangkul Umat di Tengah

Keberagaman. Banyak umat Islam berada di rantau, hidup sebagai minoritas dalam masyarakat nasional maupun global. Mereka menghadapi tantangan akulturasi, identitas, dan praktik agama di ruang publik.

Kebutuhan mengembangkan fiqih minoritas (fiqh al-aqalliyat) sebagai pendekatan yang moderat, fleksibel, dan penuh hikmah. Hal ini penting agar umat tetap istiqamah menjaga akidah, sambil harmonis dalam interaksi sosial dan kebangsaan.

Contoh: Fiqih bagi diaspora di Malaysia, Singapura, atau Eropa; fiqih toleransi dalam masyarakat majemuk; hingga strategi menjaga nilai ABS-SBK di perantauan.

Ekologi: Fiqih Lingkungan untuk Keberlanjutan. Krisis iklim, kerusakan alam, banjir, dan pencemaran adalah persoalan nyata umat. Di Minangkabau, kerusakan hutan, degradasi tanah, dan banjir bandang mengancam nagari dan kehidupan masyarakat.

Kebutuhan merintis Fiqih Ekologi berbasis maqashid hifdzul bi’ah (menjaga lingkungan). Nilai adat basandi syarak bisa dijadikan kerangka etika ekologis: tanah, air, dan hutan adalah titipan Allah yang wajib dijaga.

Esensi (hakikat) dan urgensi (pentingnya) ijtihad kontemporer sangat mendasar dalam menjaga relevansi ajaran Islam.

Esensi (Hakikat) Ijtihad Kontemporer

Secara harfiah, ijtihad berarti "mengerahkan segala kemampuan" untuk menetapkan hukum syariat.

Ijtihad kontemporer memiliki esensi yang sama dengan ijtihad klasik, namun dengan cakupan isu dan metodologi yang diperluas, yaitu:

Menjembatani Teks dan Konteks: Esensi ijtihad adalah upaya untuk menghubungkan antara teks suci (nash, yaitu Al-Qur'an dan Hadis) yang bersifat statis dan universal dengan realitas kehidupan manusia yang bersifat dinamis dan spesifik.

Realisasi Maqasid Syariah (Tujuan Hukum Islam):

 Ijtihad kontemporer berhakikat untuk memastikan bahwa setiap penerapan hukum baru benar-benar mencapai tujuan fundamental syariat, yaitu kemaslahatan (kebaikan dan manfaat) serta menghindari mafsadat (kerusakan dan keburukan).

Memformulasikan Hukum untuk Isu Baru: Esensinya adalah menjawab masalah-masalah yang tidak pernah dihadapi oleh ulama terdahulu, seperti transplantasi organ, rekayasa genetika, transaksi keuangan digital, atau krisis iklim.

Urgensi (Pentingnya) Ijtihad Kontemporer

Ijtihad kontemporer sangat diperlukan karena alasan-alasan berikut:

1. Menjaga Relevansi Ajaran Islam (Shalahiyyatul Islam li Kulliz Zaman wal Makan)

Islam adalah agama yang berlaku di setiap waktu dan tempat. Tanpa ijtihad kontemporer:

Hukum akan terasa kaku dan beku: Umat Islam akan terperangkap dalam hukum masa lalu yang tidak lagi relevan dengan perkembangan sains, teknologi, dan sistem sosial modern.

Islam akan terisolasi: Ajaran Islam akan dipandang tidak mampu memberikan solusi atas masalah-masalah global seperti pandemi, kecerdasan buatan, atau krisis kemanusiaan.

2. Memenuhi Kebutuhan Umat yang Terus Berubah (Tathawwur al-Hayah)

Perkembangan peradaban melahirkan masalah baru yang memerlukan jawaban hukum:

Teknologi: Munculnya cryptocurrency, layanan pinjaman online (fintech), dan etika medis modern (seperti bayi tabung) memerlukan fatwa yang valid dan komprehensif.

Sosial dan Politik: Globalisasi, konsep kewarganegaraan, dan keberadaan Muslim minoritas (Fiqh al-Aqalliyyat) menuntut peninjauan kembali konsep klasik tentang hubungan antarnegara.

3. Menghindari Kesulitan dan Membawa Kemudahan (Raf'u al-Haraj)

Salah satu prinsip utama syariat adalah menghilangkan kesulitan. Ijtihad kontemporer memungkinkan penemuan keringanan (rukhsah) atau solusi baru berdasarkan kemaslahatan:

Contohnya, membolehkan transaksi atau praktik tertentu di negara non-Muslim yang secara literal dilarang dalam kondisi normal, demi menjaga eksistensi agama dan kesejahteraan Muslim minoritas.

4. Mengatasi Problem Dualisme dan Konflik (Dualisme Problem)

Ijtihad kontemporer penting untuk menyelesaikan potensi konflik antara:

Hukum agama dan hukum positif (negara): Mencari titik temu agar Muslim dapat patuh pada hukum negara tanpa melanggar prinsip dasar agama.

Prinsip syariat dan etika universal: Seperti dalam kasus Fiqh Ekologi, di mana ijtihad memperkuat bahwa menjaga lingkungan adalah kewajiban agama, sejalan dengan etika global.

Secara ringkas, esensi ijtihad kontemporer adalah metode aktif untuk mewujudkan tujuan suci (Maqasid Syariah), dan urgensinya adalah kebutuhan praktis untuk menjaga kelangsungan dan kesejahteraan umat Islam di tengah dinamika zaman.

Fiqih Minoritas (Fiqh al-Aqalliyyat) dan Fiqih Ekologi (Fiqh al-Bi'ah), merupakan perkembangan kontemporer dalam studi hukum Islam (fiqh) yang berusaha menjawab tantangan dan isu-isu modern.

Berikut adalah penjelasan singkat mengenai keduanya:

1. Fiqih Minoritas (Fiqh al-Aqalliyyat)

Fiqih Minoritas adalah cabang fikih yang dikembangkan untuk menyediakan kerangka hukum dan solusi syariat bagi komunitas Muslim yang hidup sebagai minoritas di negara-negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim (terutama di Barat).

Fokus Utama:

Integrasi tanpa Asimilasi: Membantu Muslim minoritas untuk menjalankan ajaran agama mereka dan pada saat yang sama menjadi warga negara yang baik dan terintegrasi secara positif dalam masyarakat non-Muslim.

Adaptasi Hukum: Mencari penafsiran (melalui ijtihad) dan keringanan hukum (rukhsah) yang sesuai dengan kondisi unik yang dihadapi oleh minoritas Muslim, seperti dalam hal makanan halal, perbankan, pernikahan, pemakaman, atau partisipasi politik di negara yang bukan Dar al-Islam (Negeri Islam).

Tujuan Syariah (Maqasid Syariah): Lebih menekankan pada tujuan umum syariah (seperti kemaslahatan, kemudahan, dan menghindari kesulitan) daripada sekadar teks literal, untuk memastikan ajaran Islam tetap relevan dan dapat dipraktikkan oleh minoritas.

Tujuan: Mengatasi dilema psikologis dan spiritual serta tantangan praktis yang dialami Muslim minoritas agar mereka dapat menjalankan agama dengan damai tanpa bertentangan dengan hukum atau norma sosial negara tempat tinggal mereka.

2. Fiqih Ekologi (Fiqh al-Bi'ah)

Fiqih Ekologi adalah cabang fikih yang membahas isu-isu lingkungan hidup dan keberlanjutan ekosistem dari perspektif hukum dan etika Islam.

Fokus Utama:

Tanggung Jawab Kekhalifahan (Amanah): Menekankan peran manusia sebagai khalifah (mandataris Tuhan) di bumi, yang memiliki amanah untuk menjaga dan melestarikan lingkungan, bukan hanya mengeksploitasinya.

Perlindungan Lingkungan: Merumuskan kaidah-kaidah hukum (wajib, sunah, makruh, haram) terkait interaksi manusia dengan alam, seperti larangan merusak ekosistem, pentingnya konservasi sumber daya alam (air, hutan, satwa), dan praktik hidup yang berkelanjutan.

Keseimbangan Alam (Mizan): Mengedepankan prinsip keseimbangan dan keharmonisan alam yang diciptakan Allah (SWT), di mana tindakan perusakan lingkungan dianggap setara dengan mengancam salah satu dari tujuan dasar syariah (menjaga jiwa, akal, keturunan, harta, dan agama).

Mengatasi Krisis Lingkungan: Menyediakan landasan normatif Islam untuk menghadapi masalah-masalah kontemporer seperti perubahan iklim, polusi, dan penipisan sumber daya.

Tujuan: Mendorong umat Islam untuk melihat konservasi lingkungan sebagai kewajiban agama (ibadah) dan moral, serta menghasilkan solusi hukum Islam terhadap krisis lingkungan global.

Kesimpulan:

Meskipun membahas isu yang berbeda (satu tentang sosiologi hukum minoritas, satu lagi tentang hukum lingkungan), baik Fiqih Minoritas maupun Fiqih Ekologi sama-sama merupakan hasil dari ijtihad kontemporer yang berupaya membuktikan fleksibilitas dan relevansi hukum Islam dalam menjawab tantangan baru yang tidak ada pada masa klasik.ds.02102025.


Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.