![]() |
Oleh: Duski Samad
Guru Besar UIN Imam Bonjol
Peristiwa demonstrasi dan ujuk rasa akhir Agustus 2025 menyisakan banyak masalah, satu di antara tentang human dignity atau martabat kemanusiaan. Komentar dan pendapat tentang kasus Affan Kurniawan yang menjadi korban kekerasan.
Esensi Human Dignity (Martabat Manusia) menjadi perhatian semua oran. Ada beberapa esensi martabat manusia.
1. Kemuliaan yang Melekat (Inherent Worth)
Martabat manusia adalah nilai mulia yang melekat pada setiap manusia sejak lahir, bukan karena status, jabatan, atau prestasi.
Tidak bisa dicabut, diperjualbelikan, atau dikurangi oleh siapapun.
2. Kesetaraan Universal
Semua manusia setara dalam martabatnya, meskipun berbeda ras, agama, gender, budaya, atau status sosial.
Prinsip ini menjadi fondasi persaudaraan dan keadilan sosial.
3. Hak dan Perlindungan
Martabat manusia melahirkan hak asasi (hak hidup, kebebasan, kehormatan).
Negara, agama, dan masyarakat wajib menjaga serta melindungi hak-hak ini.
4. Tanggung Jawab Moral
Human dignity bukan hanya hak, tapi juga tanggung jawab untuk menghormati martabat orang lain.
Menjaga lisan, sikap, dan kebijakan agar tidak merendahkan manusia.
5. Dimensi Spiritual dan Etika
Dalam Islam, martabat manusia adalah anugerah Allah (QS. Al-Isra: 70).
Intinya: manusia mulia karena diberi akal, hati, dan ruh oleh Allah untuk menjalani hidup dengan adab, takwa, dan kemanusiaan.
Esensi human dignity adalah pengakuan bahwa setiap manusia memiliki nilai kemuliaan, kesetaraan, hak yang harus dilindungi, serta tanggung jawab moral untuk menjaga dan menghormati martabat sesamanya.
1. Kajian Islam klasik dan kontemporer
2. Aplikasi sosial-politik masa kini
1. Kajian Islam tentang Martabat Manusia
a. Al-Qur’an dan Sunnah
QS. Al-Isra: 70 → “Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam…” menegaskan bahwa manusia memiliki karāmah insāniyyah (kemuliaan manusia) sejak lahir.
QS. At-Tin: 4 → “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Hadis Nabi ﷺ: “Sungguh, kehancuran dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Tirmidzi). → nyawa manusia begitu agung nilainya.
b. Pemikir Klasik
Imam al-Ghazālī dalam Iḥyā’ ‘Ulūm al-Dīn menekankan bahwa manusia adalah makhluk bermartabat karena memiliki akal dan potensi mengenal Allah. Martabat itu hilang bila manusia dikuasai hawa nafsu.
Al-Māwardī (al-Aḥkām al-Sulṭāniyyah): menekankan bahwa tugas negara adalah menjaga ḥifẓ al-nafs wa al-‘ird (jiwa dan kehormatan), sebagai bagian dari maqāṣid al-syarī‘ah.
Ibn ‘Āsyūr (modernis Tunisia): martabat manusia adalah prinsip maqāṣid al-syarī‘ah tertinggi, di mana syariah bertujuan li-ḥifẓ al-karāmah al-insāniyyah (menjaga kemuliaan manusia).
c. Pandangan Kontemporer
Syed Naquib al-Attas: manusia dimuliakan karena memiliki adab (kesadaran tempatnya di hadapan Allah, alam, dan sesama manusia). Kehilangan adab = hilangnya martabat.
Fazlur Rahman: martabat manusia adalah basis etika Islam universal. Syariah tidak boleh dipahami sekadar hukum formal, tetapi sebagai sarana menjaga harkat manusia.
2. Aplikasi Sosial-Politik Masa Kini
a. Hak Asasi dan Demokrasi
Deklarasi Universal HAM (1948) berangkat dari prinsip martabat manusia.
Indonesia menegaskannya dalam UUD 1945 Pasal 28A–28J → hak hidup, hak berpendapat, hak beragama, hak memperoleh pendidikan.
b. Politik dan Keadilan
Martabat manusia berarti negara wajib menjamin kesejahteraan rakyat, bukan memperkaya elit.
Dalam konteks demonstrasi → rakyat berhak menuntut keadilan, tapi tetap dengan cara beradab. Penguasa wajib mendengar, bukan menekan.
c. Tantangan Global
Krisis pengungsi, konflik Palestina, diskriminasi rasial, hingga eksploitasi SDA, semua ini melanggar human dignity.
Dunia digital pun menimbulkan problem baru: digital exploitation, peretasan data pribadi, hate speech, bentuk perendahan martabat modern.
3. Integrasi Konsep: Islam dan Modernitas
Maqāṣid al-Syarī‘ah = melindungi lima hal utama: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Semua itu sebenarnya demi menjaga martabat manusia.
Nilai Universal: Islam sejalan dengan HAM modern, bahkan lebih dulu mengajarkan kesetaraan: “Tidak ada kelebihan Arab atas non-Arab, kecuali dengan takwa.” (HR. Ahmad).
4. Penegasan
Human dignity bukan sekadar wacana, tapi landasan etika, politik, dan peradaban.
Bila pemimpin menjaga martabat rakyat maka lahir keadilan dan kemakmuran.
Bila rakyat menjaga martabat diri maka lahir masyarakat beradab dan religius.
Bila keduanya abai maka lahir dehumanisasi, tirani, dan krisis sosial.ds. 02032025.

