Type Here to Get Search Results !

Harmoni Pasca Peristiwa 27 Juli 2025 di Padang

Oleh: Duski Samad

Peristiwa yang terjadi pada 27 Juli 2025 di Padang Sarai, Kota Padang—terkait dugaan gangguan terhadap pelaksanaan ibadah oleh kelompok minoritas—menjadi perhatian serius publik, baik lokal maupun nasional. Situasi tersebut, apabila tidak ditangani secara arif dan bijaksana, dapat menimbulkan ketegangan antarumat beragama serta mengganggu citra Sumatera Barat sebagai daerah yang menjunjung tinggi falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) dan nilai-nilai kearifan lokal yang toleran.

Harmoni dalam Konteks Lokal

Sumatera Barat memiliki fondasi sosial yang kuat dalam hal kerukunan melalui struktur nagari, surau, dan peran tokoh adat-agama. Masyarakat Minangkabau secara historis hidup berdampingan dengan komunitas yang beragam latar agama dan budaya. Peristiwa 27 Juli bukan hanya insiden administratif atau legal, tetapi juga ujian atas kapasitas sosial kita dalam memelihara harmoni di tengah pluralitas.

Langkah Memulihkan Harmoni

1. Narasi Damai dan Klarifikasi yang Berimbang.

Media, tokoh masyarakat, dan pemerintah perlu menyampaikan narasi klarifikasi yang adil, menghindari stigmatisasi terhadap kelompok tertentu, serta mendorong semangat tabayyun (klarifikasi informasi).

Menghindari penggunaan istilah yang memicu polarisasi seperti "pelanggaran ibadah" tanpa fakta yang utuh.

2. Dialog dan Rekonsiliasi Komunitas.

FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) bersama tokoh adat dan tokoh masyarakat lokal memfasilitasi dialog antarumat di Padang Sarai, dengan melibatkan unsur pemerintah kota, aparat hukum, LPM, RT/RW, dan pemuda.

Menghidupkan kembali “Majelis Perjumpaan Umat” di tingkat kelurahan dan kecamatan.

3. Pendekatan Restoratif dan Trauma Healing.

Bagi warga terdampak, khususnya anak-anak, perlu dilakukan pendampingan psikososial untuk mengatasi trauma.

Mengganti pendekatan hukum represif dengan pendekatan restoratif dan kultural berbasis perdamaian lokal.

4. Regulasi Rumah Ibadah.

Pemko Padang dan Kemenag perlu menertibkan regulasi tentang rumah ibadah agar tidak tumpang tindih antara rumah tinggal dan fungsi ibadah.

Perlu disusun SOP pendirian dan pengawasan rumah ibadah yang partisipatif dan transparan, sesuai Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006.

5. Revitalisasi Peran Surau dan Tokoh Adat.

Mengaktifkan kembali surau sebagai pusat penguatan nilai moderasi dan toleransi dalam masyarakat.

Mendorong peran Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cadiak Pandai dalam memediasi dan meredam konflik horizontal.

Menjahit Ulang Tenun Sosial 

Peristiwa 27 Juli 2025 bukan akhir dari kerukunan, tapi peringatan penting bahwa harmoni tidak terjadi dengan sendirinya—ia harus dijaga, dirawat, dan diperjuangkan setiap hari. Dengan semangat duduak basamo, bajalan sakaki, Sumatera Barat harus mampu bangkit sebagai teladan toleransi berbasis adat, syarak, dan nilai-nilai kebangsaan.

Pemulihan Harmoni

Penegakan hukum transparan terhadap pelaku kekerasan agar efek jera terasa di masyarakat.

Trauma healing dan pendampingan psikososial bagi anak-anak korban.

Dialog berkelanjutan antar komunitas, difasilitasi pemerintah dan FKUB, untuk membangun kembali kepercayaan.

Peningkatan akses pendidikan agama di sekolah negeri bagi siswa minoritas melalui penambahan guru dan pelaksanaan mata pelajaran minoritas di sekolah.

Revitalisasi peran tokoh adat, surau, dan tokoh pemuda sebagai mediator konflik lokal.

Insiden di Padang Sarai pada 27 Juli 2025 bukan hanya luka lokal, tetapi cermin dari tantangan dalam menjamin kebebasan beragama dan pendidikan agama yang hakiki bagi seluruh warga negara.

Kesepakatan damai dan upaya rekonsiliasi adalah langkah awal yang penting. Namun pemerintah dan masyarakat perlu bersama-sama membangun regulasi dan sistem sosial yang inklusif serta memastikan nilai-nilai toleransi tetap hidup dalam setiap aspek kehidupan.

ANALISIS SOSIOLOGIS

1. Peristiwa Sebagai Fenomena Sosial.

Peristiwa 27 Juli 2025 bukan hanya insiden hukum atau pelanggaran administrasi, tetapi merupakan fenomena sosial yang mencerminkan gesekan antara nilai pluralisme konstitusional dan nilai homogenitas kultural yang dominan. Ketegangan ini muncul dalam konteks ruang sosial di mana minoritas merasa dibatasi secara praksis meskipun secara legal diakui.

2. Ketegangan antara Integrasi dan Diferensiasi Sosial.

Dalam teori sosiologi struktural-fungsional, masyarakat memerlukan integrasi nilai untuk menjaga stabilitas sosial. Namun, dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, khususnya di Sumatera Barat yang berbasis ABS-SBK, muncul tensi antara nilai-nilai universal (HAM, kebebasan beragama) dengan nilai-nilai partikular lokal (norma adat dan syarak). Ketika tidak ada ruang dialog, ketegangan ini bisa berujung pada konflik terbuka.

3. Defisit Dialog dan Modal Sosial.

Peristiwa ini menunjukkan lemahnya modal sosial lintas identitas, seperti kepercayaan dan komunikasi antar komunitas. Robert Putnam menyebutkan pentingnya social capital yang bridging (menghubungkan kelompok berbeda), bukan hanya bonding (menguatkan kelompok sendiri). Ketidakhadiran “budaya perjumpaan” menyebabkan mudahnya prasangka berkembang menjadi tindakan represif.

4. Kritik terhadap Pendekatan Struktural-Represif

Negara cenderung mengambil pendekatan struktural dalam menyelesaikan konflik seperti ini, yakni dengan penegakan hukum semata. Namun, dalam perspektif sosiologi konflik, penyelesaian jangka panjang harus menyentuh akar relasi sosial antar kelompok—yakni pemahaman, penghormatan, dan interaksi antarkomunitas, yang hanya bisa dibangun melalui pendekatan kultural dan edukatif.

KONKLUSI

Peristiwa 27 Juli 2025 menjadi cermin rapuhnya fondasi harmoni jika tidak ditopang oleh modal sosial lintas identitas, pendidikan inklusif, dan regulasi yang adil. Harmoni tidak cukup dijaga dengan pernyataan damai simbolik, tetapi mesti ditopang oleh kerja sistematis melalui:

Edukasi lintas agama dan budaya.

Rekonstruksi ruang dialog sosial.

Reformulasi kebijakan publik yang tidak bias mayoritas.

Pelibatan tokoh adat dan agama dalam pengelolaan keragaman.

Konflik semacam ini bukan hanya persoalan toleransi, tetapi tentang keadilan akses, pengakuan identitas, dan partisipasi sosial dalam kerangka kebangsaan.

REKOMENDASI STRATEGIS

1. Revitalisasi Modal Sosial dan Budaya Perjumpaan

Menginisiasi forum-forum “perjumpaan damai” di level RT/RW, kelurahan, dan kecamatan.

Membangun "Rumah Perjumpaan Umat" sebagai ruang edukasi lintas agama dan budaya.

2. Regulasi Inklusif

Evaluasi SKB 2 Menteri (No. 9 dan 8 Tahun 2006) agar tidak dijadikan justifikasi penolakan izin rumah ibadah, khususnya bagi komunitas minoritas yang tidak memenuhi syarat administratif.

Menyusun Perda atau SK Walikota tentang Perlindungan Minoritas Agama berbasis Pancasila dan UUD 1945.

3. Kurikulum Pendidikan Agama Inklusif

Pemerintah perlu menjamin pengajaran agama minoritas di sekolah negeri meskipun jumlah peserta didik sedikit, dengan mendatangkan guru khusus atau membuat skema kolaborasi daring.

Integrasi kurikulum moderasi beragama dan kearifan lokal dalam pendidikan dasar hingga menengah.

4. Pendekatan Restoratif dan Trauma Healing

Terapkan justice healing untuk korban, bukan hanya menghukum pelaku.

Lembaga seperti FKUB, Baznas, dan MUI bersama LSM perlu terlibat dalam pendampingan psikososial anak-anak korban dan rekonsiliasi komunitas.

5. Penguatan Peran Tokoh Adat dan Surau

Tokoh adat, ulama, dan cendekiawan (niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai) harus menjadi mediator aktif dan pemelihara tenun sosial.

Surau sebagai pusat nilai harus dihidupkan kembali untuk menyemai nilai rahmatan lil 'alamin, bukan eksklusivisme.

Akhirul kalam, Sumatera Barat dapat menjadi model harmoni Indonesia, apabila mampu memadukan kekuatan falsafah lokal ABS-SBK dengan nilai-nilai demokrasi dan toleransi universal. Peristiwa Padang Sarai adalah peringatan, namun juga peluang untuk memperkuat komitmen bersama menuju kerukunan yang adil, aktif, dan berkelanjutan. ds.02082025.

*Ketua FKUB Provinsi Sumatera Barat 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.