![]() |
Oleh: Duski Samad
Syekh Burhanuddin Ulakan (w. 1111 H/1691 M) adalah ulama besar Minangkabau yang menanamkan Islam berbasis tarekat, surau, dan akhlak. Ajarannya tidak berhenti sebagai catatan sejarah, tetapi hidup dalam tradisi, praktik keagamaan, dan identitas sosial masyarakat Minangkabau hingga kini.
Dalam studi kebudayaan, hal ini disebut sebagai living heritage — warisan yang tidak hanya dipelihara tetapi juga diamalkan lintas generasi.
Lima warisan hidup Syekh Burhanuddin berikut menegaskan bahwa beliau bukan sekadar tokoh lokal, tetapi ikon Islam Nusantara yang mengharmonikan adat dan syarak.
1. Surau Gadang Tanjung Medan Ulakan
Surau Gadang adalah pusat dakwah, tarekat, dan tafaqquh fiddin yang didirikan Syekh Burhanuddin sekitar abad ke-17. Ia bukan hanya bangunan bersejarah, tetapi pusat spiritual dan pendidikan yang hingga kini menjadi tempat ibadah, suluk, dan silaturahmi ulama–umat. Pada 2014, Surau Gadang ditetapkan sebagai cagar budaya nasional, bukti rekognisi negara terhadap kontribusinya.
2. Tarekat Syathariyah.
Syekh Burhanuddin meneruskan tarekat Syathariyah dari gurunya, Syekh Abdurrauf as-Singkili. Hingga kini tarekat ini hidup di Minangkabau, Riau, Aceh, Malaysia, bahkan Thailand, melalui praktik shalat 40 hari, dzikir, dan pengajian. Sanad keilmuan yang terjaga menjadikan tarekat ini bagian dari warisan ruhani yang membimbing umat kepada tazkiyatun nafs.
3. Tradisi Khalifah (Sanad).
Keistimewaan ajaran Syekh Burhanuddin adalah adanya sistem khalifah yang ditunjuk secara langsung untuk menjaga ajaran. Silsilah khalifah masih terpelihara hingga generasi ke-15 (Buya Syahril Luthan Tuanku Kuning).
Tradisi ini menunjukkan keberlanjutan otoritas spiritual bersanad, yang menjadi ciri otentik Islam tradisional Minangkabau.
4. Basapa.
Setiap bulan Safar, ribuan jamaah dari berbagai daerah berkumpul di Ulakan untuk ziarah, doa, dzikir, dan tabligh akbar. Tradisi Basapa ini adalah manifestasi kolektif umat dalam merawat warisan Syekh Burhanuddin. Basapa tidak hanya ritual, tetapi juga ajang silaturahmi sosial, rekonsiliasi budaya, dan ekonomi umat.
5. Rekognisi Identitas Islam.
Syekh Burhanuddin dikenang sebagai ikon Islam Minangkabau. Namanya diabadikan pada yayasan, sekolah, masjid, dan berbagai kegiatan keagamaan. Ajarannya menjadi fondasi filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Beliau tidak hanya warisan keagamaan, tetapi juga identitas kultural dan intelektual Minangkabau.
Urgensi Living Heritage Syekh Burhanuddin
Penguatan Identitas: Menjadi sumber inspirasi Islam moderat di Sumatera Barat dan Nusantara.
Pendidikan Umat: Warisan surau dan tarekat menjadi model tafaqquh fiddin berbasis komunitas.
Rekonsiliasi Sosial: Tradisi Basapa memperkuat ukhuwah Islamiyah, ukhuwah basyariyah, dan ukhuwah wathaniyah.
Legitimasi Historis: Memberi rujukan akademik bahwa Islam di Minangkabau punya sanad keilmuan yang jelas hingga Rasulullah SAW.
Keunggulan Living Heritage Syekh Burhanuddin
Keberlanjutan (Continuity): Warisan beliau masih hidup lebih dari 3 abad. Sanad Ilmu yang Otentik: Tarekat Syathariyah dengan khalifah yang terjaga.
Integrasi Adat dan Syara’: Menguatkan filosofi ABS-SBK sebagai falsafah Minangkabau.
Kekuatan Spiritual dan Sosial: Menggabungkan ritual, pendidikan, dan silaturahim sosial.
Rekognisi Global: Menjadi magnet akademisi, peneliti, dan peziarah dari mancanegara.
Penutup
Lima Living Heritage Syekh Burhanuddin membuktikan bahwa beliau adalah living heritage ulama Nusantara. Surau Gadang, tarekat, khalifah, basapa, dan rekognisi masyarakat menjadi warisan yang tak ternilai, baik secara spiritual, sosial, maupun budaya. Urgensi menjaga warisan ini adalah untuk memperkuat identitas Islam Minangkabau yang damai dan bersanad, sementara excellencynya menegaskan keunikan kontribusi Syekh Burhanuddin di pentas keislaman global.DS.25082025.
*Guru Besar UIN Imam Bonjol, Ketua Yayasan Islamic Centre Syekh Burhanuddin

