![]() |
Oleh: Prof. Dr. Duski Samad, M.Ag Tuanku Mudo
Hari ini Kamis, 24 Juli 2025 Pimpinan Daerah Perti Sumatera Barat menggelar Musyawarah Daerah (Musda) di Gubernuran Sumatera Barat. Tulisan ini hadir untuk menjadi perhatian dan bahan dalam perumusan program kerja nantinya. Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) lahir pada 1928 di Candung, Sumatera Barat, adalah ormas Islam yang berorientasi pada dakwah dan pendidikan berakar pada Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) mazhab Syafi’i, bertarekat muktabarah, dan menjunjung falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).
Karakter PERTI dan jamaahnya yang tawadhu (rendah hati) dan tasamuh (toleran) menjadi daya tarik dakwah, sehingga PERTI mampu diterima luas tanpa konflik horizontal.
Namun, dalam konteks kontemporer, sifat ini kerap disalahartikan sebagai kelemahan. Fenomena ini membuka celah bagi masuknya paham liberal-relativistik dan puritan-ekstrem yang berusaha menggantikan peran PERTI di surau, masjid, dan lembaga pendidikan.
Tawadhu dan Dakwah Hikmah
Sikap tawadhu bukanlah kelemahan, tetapi ajaran utama Islam. Allah berfirman:
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang terbaik.”(QS. An-Nahl: 125)
Ayat ini menegaskan metode dakwah yang arif, tidak memaksakan kebenaran, tetapi juga tidak menoleransi kebatilan. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak lah seseorang bersikap tawadhu karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya.”(HR. Muslim).
Dengan demikian, tawadhu PERTI adalah strategi dakwah yang bernilai ibadah. Akan tetapi, tawadhu harus dibarengi ketegasan menjaga aqidah dan manhaj, sebagaimana firman Allah:“Dan berjihad lah kamu di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih kamu dan Dia tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama.”
(QS. Al-Hajj: 78)
Analisis Ilmiah dan Sosiologis
Secara sosiologis, ormas Islam yang moderat dan tawadhu sering mengalami tiga tantangan:
1. Displacement (pergeseran peran). Ormas dengan sikap pasif cenderung digantikan oleh kelompok yang agresif secara politik dan dakwah (Weber, Theory of Social Organization).
2. Delegitimasi Tradisi.
Gerakan puritan menuduh tradisi tarekat, zikir, dan peringatan maulid sebagai bid’ah, yang memicu erosi otoritas ulama lokal.(Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, 1995).
3. Infiltrasi Wacana Modern-Liberal. Paham liberal masuk melalui pendidikan dan media sosial dengan narasi pluralisme mutlak, menggeser konsep tafaqquh fiddin berbasis sanad (Azra, Jaringan Ulama Nusantara, 2004).
Secara akademik, jika tawadhu tidak disertai capacity building, PERTI bisa mengalami fenomena “cultural marginalization” – termarginalkan di ruang wacana publik meskipun memiliki akar kuat di masyarakat (Bourdieu, Theory of Practice).
PERTI di Era Kontemporer
Paham Liberal-Relativistik – Menolak otoritas ulama dan mengedepankan tafsir bebas yang melemahkan syariat dan mazhab.
Paham Puritan-Ekstrem yang mengkafirkan amalan tarekat dan tradisi, serta merebut kendali masjid dan madrasah.
Kekuatan Politik-Ormas Lain. Menggunakan jejaring ekonomi dan politik untuk menggeser PERTI.
Strategi PERTI: Tawadhu yang Tegas
Untuk menghadapi tantangan ini, PERTI perlu mengembangkan tawadhu yang tegas, melalui:
Rekonstruksi Pendidikan dan Kaderisasi. Menghidupkan kurikulum tafaqquh fiddin berbasis kitab turats dan sanad keilmuan.
Membekali kader dengan literasi digital dan studi perbandingan mazhab agar siap berdialog.
Aktivasi Media dan Dakwah Publik.
Memperkuat TV dan media digital PERTI untuk menegaskan narasi Aswaja Syafi’i.
Mengangkat peran Majelis Syekh dan Tuanku sebagai otoritas moral dan keilmuan.
Konsolidasi Sosial dan Politik.Menjalin kolaborasi dengan pemerintah daerah dan lembaga pendidikan untuk melindungi basis PERTI.
Mengeluarkan fatwa dan panduan resmi terhadap paham yang mengancam aqidah dan tradisi.
Tawadhu adalah akhlak mulia dan strategi dakwah PERTI, namun harus dipadukan dengan ketegasan agar tidak dimanfaatkan oleh paham luar. Dengan memperkuat pendidikan, media dakwah, dan konsolidasi sosial, PERTI dapat menjaga warisan ulama sekaligus menjadi garda moderasi Islam Nusantara.
Kesimpulan
Karakter tawadhu (kerendahan hati) dan tasamuh (toleransi) yang menjadi ciri PERTI sejak awal berdirinya pada 1928 adalah kekuatan moral dan strategi dakwah yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an (QS. An-Nahl:125) dan Sunnah Rasulullah SAW (HR. Muslim). Sifat ini memudahkan PERTI diterima masyarakat tanpa konflik, sekaligus menjaga wajah dakwah yang sejuk dan bijaksana.
Namun, dalam konteks sosial-keagamaan kontemporer, sikap tawadhu sering disalahartikan sebagai kelemahan. Hal ini menyebabkan munculnya tantangan dari paham liberal-relativistik, gerakan puritan-ekstrem, dan dominasi organisasi lain yang mencoba menggantikan peran PERTI di surau, masjid, dan lembaga pendidikan. Secara sosiologis (Weber, Bruinessen, Azra, Bourdieu).
Fenomena ini dapat menyebabkan PERTI mengalami displacement (pergeseran peran) dan cultural marginalization jika tidak diimbangi dengan penguatan kapasitas dan strategi.
Oleh sebab itu, PERTI perlu mengembangkan “tawadhu yang tegas” dengan tiga langkah utama:
• Rekonstruksi pendidikan dan kaderisasi melalui kurikulum tafaqquh fiddin berbasis sanad dan kitab turats, serta literasi digital bagi kader.
• Aktivasi media dan dakwah publik untuk memperkuat narasi Aswaja Syafi’i dan otoritas Majelis Syekh dan Tuanku.
• Konsolidasi sosial dan politik agar PERTI tidak hanya menjadi pewaris tradisi, tetapi juga pelaku utama dakwah dan pendidikan Islam Nusantara.
Dengan pendekatan ini, tawadhu tetap menjadi identitas mulia PERTI tanpa kehilangan ketegasan, sehingga PERTI mampu melindungi warisan ulama, memperkuat jamaah, dan menjadi garda moderasi Islam yang berpengaruh di Sumatera Barat dan Nusantara.
Referensi Ilmiah
• Al-Qur’an al-Karim (QS. An-Nahl:125, QS. Al-Hajj:78).
• HR. Muslim, Kitab al-Birr wa al-Shilah.
• Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (1995).
• Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Nusantara (2004).
• Bourdieu, Pierre. Outline of a Theory of Practice (1990).
• Weber, Max. Theory of Social Organization (1947).
*(Waketum PP Perti dan Pembina Lembaga Penyelenggaraan Pendidikan PERTI Nasional – LP3N)

