![]() |
„Simulakrum tidak pernah menyembunyikan kebenaran--melainkan kebenaran yang menyembunyikan bahwa tidak ada kebenaran.“ — Jean Braudillard(1929-2007), Selected Writings(1988), ed. Mark Poster; pp. 166-184.
Alhikayat.
Setelah piramida Qaholom, tempat para pesihir berpraktek, dibakar, salah satu pendeta suku Maya, Tzinacán, dipenjara oleh penguasa,Pedro de Alvarado.
Di dalam penjara, di sel sebelah, seekor jaguar menemaninya.
Dugaan Tzinacán, formula ajaib yang selama ini dincarnya, tertulis dalam pola bulu jaguar dan diyakininya sebagai "kitab suci" mengandung rahasia alam semesta dan Tuhan.
Bertahun-tahun dihabiskan Tzinacán hanya untuk memahami pola bulu jaguar dan menelisik jawaban atas pertanyaannya.
Suatu malam, ia mengalami mimpi yang membuatnya memahami pola tersebut.
Lewat mimpinya, Tzinacán menemukan jawabannya terletak pada formula empat belas kata yang tampaknya acak.
Akan tetapi, dengan formula itu bikin dia punya kekuatan untuk menghancurkan penjara dan membalaskan dendam pada Alvarado.
Setelah menguasai formula tersebut, Tzinacán mengalami perubahan besar dalam dirinya.
Ia pun sadar. Formula pengetahuan yang telah dikuasainya justru membuat ia melupakan identitasnya sendiri, biogen: Tzinacánik
Akhirnya, ia putuskan untuk tidak mengucapkan kata-kata formula tersebut. Ia merasa puas dengan keadaan barunya dan tidak ingin mengubah keadaan sekitarnya.
Tzinacán, tokoh utama cerpen, Jorge Luis Borges, "The God's Script"(Spanyol: La escritura del Dios), dikutip dari Labyrinths(1962) dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia, Labirin Impian(LKiS,1999).
Jorge Luis Borges, sastrawan kelahiran Buenos Aires, Argentina 1899 dan wafat 1986 di Genewa, dikenal sebagai penulis fiksi dengan genre metafiksi yang dianggap peletak sastra posmodernisme atau sastra simularka.
Sejak filsafat posmodernisme merebak, sastra simulakra bisa ditilik lewat salah satu tokoh era simulakra, posmodernisme: Jean Braudrilard, Simulacra and Simulation(1981).
Sebagai sosiolog dan pentolan filsafat posmodernisme, Baudrillard lah pencetus teori simulakra dan hiperrealitas.
Menurut Baudrillard, simulakra adalah salinan atau representasi dari sesuatu yang tidak memiliki asal atau realitas yang sebenarnya: metafiksi.
Dalam konteks sastra, simulakra dapat dipakai sebagai karya sastra yang meniru atau merepresentasikan realitas yang sebenarnya tidak pernah ada.
Karena itu, Baudrillard beranggapan dalam era postmodern, bahkan era digital dan AI, realitas sesungguhnya telah digantikan oleh naratologi simulakra.
Simulakra ini dapat berupa gambaran, tanda, atau representasi yang tidak memiliki hubungan langsung dengan realitas yang sebenarnya.
Dalam sastra, simulakra bisa membentuk karakter, plot, latar dan narasi yang sangat mengabaikan fondasi realitas yang sebenarnya.
Realitas simulakra ibarat gua Plato. Memancarkan realitas cahaya bukan pantulan, tiruan bahkan bayangan realitas itu sendiri.
Tak aneh, Borges secara liris dan fantasi menaruh kode-kode makna bahasa atau kata(scipta) di sela ribuan bulu jaguar.
Salah satu metafora dari metafiksi sebuah Tulisan Tangan Tuhan, The God‘s Script. Ada yang menyalin sebagai Naskah Tuhan.
Selain Labirin Impian Borges, contoh sastra simulakra bisa dibaca dari novel "The Crying of Lot 49"(1965), karya Thomas Pynchon(88).
Berkisah, protagonis Oedipa Maas, seorang wanita California yang menjadi eksekutor estate Pierce Inverarity, mantan kekasihnya.
Dalam novel ini, Oedipa Maas menemukan dirinya terjebak dalam sebuah konspirasi dengan sejumlah tokoh-tokoh lain:
Wendell "Mucho" Maas, suami Oedipa
yang bekerja sebagai penyiar radio dan
memiliki pandangan unik tentang cinta dan
kehidupan.
Metzger, seorang pengacara yang
membantu Oedipa dalam mengeksekusi
estate Pierce Inverarity dan menjadi
kekasih gelapnya.
Dr. Hilarius, Psikiater Oedipa yang memiliki
masa lalu gelap sebagai intern medis Nazi
di kamp konsentrasi Buchenwald.
Terakhir, Randolph "Randy" Driblette, Sutradara
teater yang menampilkan drama "The
Courier's Tragedy" dan memiliki pengetahuan tentang Trystero.
Selain tokoh utama Oedipa, semua tokoh di atas terkait dengan perusahaan pos rahasia bernama Trystero sebagai noumena hiperrealitas.
Novel ini, contoh dari sastra simulakra. Kisahnya begitu kompleks dan penuh tanda-tanda dan simbol yang kompleks dan magis.
Novel lain, sastra simulakra, „White Noise"(1985), karya Don DeLillo(88).
Tokoh utama novel ini, Jack Gladney. Profesor studi Hitler di Universitas-on-the-Air, sebuah universitas fiksi di Amerika Serikat.
Jack Gladney adalah seorang pria paruh baya yang khawatir tentang kematian dan kehilangan identitasnya.
Novel ini menceritakan kehidupan Jack Gladney dan keluarganya, termasuk istrinya Babette dan anak-anak mereka.
Jack Gladney, istrinya Babette, anak-anaknya khawatir tentang keamanan dan keselamatan keluarganya, terutama setelah terjadi kecelakaan kimia yang menyebabkan "kejadian udara beracun" di daerah mereka.
Jack Gladney dan keluarganya dilukiskan sebagai konsumen yang aktif, yang terus-menerus terpapar pada iklan dan media.
Namun, keluarga Gladney trauma atas bencana kimia yang diancam oleh kematian dan kehilangan, yang membuat mereka mempertanyakan makna hidup.
Tema utama novel ini adalah tentang bagaimana masyarakat modern menghadapi kematian dan kehilangan identitas di tengah gempuran manusia satu dimensi Herbert Marcus(1898-1979), One-Dimensional Man(1964).
Jack Gladney dan keluarganya, contoh dari masyarakat modern yang justru khawatir tentang kematian dan kehilangan identitas mereka.
Dengan demikian, "White Noise“, sastra simularka yang terintimidasi oleh kegagalan modernisme yang dijejali hasrat konsumsi, media, dan ancaman kematian.
Akibatnya, sastra simularka merupakan kondisi hiperrealitas yang mempertanyakan kenbali makna hidup dan identitas dalam masyarakat paska-modern.
Ciri sastra simulakra seringkali menggunakan teknik seperti intertekstualitas, metafiiksi, dan hiperrealitas untuk menciptakan dunia yang tidak memiliki dasar pada realitas sebenarnya.
Dengan demikian, sastra simulakra dapat dianggap sebagai refleksi dari keadaan masyarakat postmodern yang dipenuhi dengan tanda-tanda dan representasi tanpa makna yang jelas.
Apakah trilogi Supernova Dee Lestari dan Saman Ayu Utami tergolong sastra simulakra? Tanya saja pada AI?

