Type Here to Get Search Results !

Dunia Semakin Berisik, Semakin Sedikit Yang Terusik Oleh : Ririe Aiko

Di dalam rumah sempit

berdinding lembab berjamur,

seorang bayi menangis lirih—

perut mungilnya tak mengerti

mengapa air susu ibu

mengering sebelum waktunya.

Berisik!


Di simpang jalan berdebu,

seorang anak tak memakai seragam.

Ia membawa sekotak donat di tangan,

Berat, tapi tetap ia jajakan.

Beban yang dipikul sebelum usia layak menanggung.

Ia melangkah, ia berteriak.

Berisik!


Seorang kakek

di usia yang mestinya bersandar di kursi rotan,

menyesap teh di beranda,

masih mengayuh becak renta

dengan tulang yang gemetar namun tak menyerah.

Suaranya serak, tapi masih terdengar.

Berisik!


Seorang nenek

yang seharusnya berselimut tawa cucu,

malah terlelap di emperan—

Berselimut dinginnya malam dan hujan

memeluk perut keroncongan,

yang sudah dua hari tidak makan.

Berisik!


Seorang ayah,

bergelar tinggi,

didepak oleh sistem yang keji.

Pendidikan tinggi, kini hanya bisa menggigit jari,

di ruang sunyi yang menggelegak oleh diam.

Berisik!


Satu keluarga meringkuk

dalam rumah 8x6 meter,

di tepi sungai yang saban musim meluap.

Banjir datang tak lagi mengejutkan,

karena mereka telah terbiasa

menenggelamkan panik dalam teriakan.

Berisik!


Ratusan, ribuan, bahkan jutaan suara

menggema dari tanah bumi yang sama—

menunggu empati menjelma aksi.

Namun yang datang hanya sedikit.


Para elite lebih suka mencoba kaviar

daripada berbagi pada perut lapar.

Lebih suka terus menumpuk harta,

daripada membaginya,


Jutaan, triliunan

bahkan kuadranliun uang hanya

bersarang di satu kantong,

Mereka tumpuk dalam lemari,

Mungkin untuk membeli surga saat mati!


Sementara di sisi lain,

ratusan, jutaan, hingga kuadranliun manusia

Terluka—

di bawah derita yang sama,

atas nama kemiskinan.


Inilah Dunia yang semakin berisik,

Semakin sedikit yang terusik

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.