Type Here to Get Search Results !

Legenda Sastra Visual Oleh: Slamet Hendro Kusumo

 *PITUTUR LUHUR*

Harta karun berupa materi sastra tutur berbentuk legenda-mitologi, merupakan sebuah ungkapan makna simbolistik. Berisikan pitutur luhur tersebut, legenda adalah ungkapan tentang heroisme kesetiaan dan kebaikan. Mayoritas sastra tutur yang baik itu selalu dimenangkan dengan segala keutamaan hidup. Nusantara sebagai negara dan bangsa yang besar dengan keragaman, etik, moral, etnis serta ragam bahasa tutur. Amatlah banyak, dan variannya, sastra tutur tersebut bermuatan filsafat serta pitutur luhur, pasemon dan masih banyak lagi simbol-simbol yang lain. Sifat pluralitas, berbagai ragam strata sosial dan etnis itu tentu saja sangat berlimpah, jenis, sifat dan makna sastra. Bentuk perilaku sosial dan relasi sosial merupakan konstruksi berpikir, saat legenda-mitos itu dibuat. Hanya saja, jutaan legenda itu, semakin hari telah dianggap kuno, tidak masuk akal (dunia khayali), tergerus oleh perubahan zaman, dengan gaya hidup yang berubah pula. Tentu saja dengan berbagai kepentingan, politisasi, artinya legenda itu dianggap beban logika. 

*Pitutur luhur: Andhap asor, artinya sikap rendah hati, selayaknya menjadi kebiasaan perilaku seseorang, meski memiliki kelebihan dan keutamaan hidup. Maka keluhuran budi membuat siapa saja menyukai dan mudah dekat dengan semua kalangan*

Padahal, salah satu strategi kebudayaan legenda dapat dijadikan potret ilmiah, logis sekaligus metafisik (hiperealism). Jika tidak terlalu memuja logika materialistik (bisa debatable). Rasionya jika mau melihat sejarah manusia lokal, entah berapa generasi yang sudah lahir dan dibesarkan, gaya penyampaian makna hidup tersebut. Leluhur Nusantara adalah kaum intelektual, memiliki strategi kritik yang satir, tidak menyentuh langsung perasaaan lawan bicara. Sebab kecerdasan dialektika, tentunya telah menjadi fakta kesantunan Nusantara, tumbuh dengan subur serta melindungi prinsip-prinsip kemanusiaan. Memang kebenaran masih belum menjadi milik manusia seutuhnya. Apalagi jika kajian kritis tersebut tidak memakai pisau analisa lokal, pasti tidak akan dapat melihat kedalaman makna dan pesannya. Sebab legeda tidak saja melukiskan konstruksi sosial saat itu, akan tetapi juga pemetaan dinamika perilaku dan sistem kebudayaan masa itu.

Sekiranya hipotesis tersebut, sudah cukup seorang kreator untuk memvisualkan dengan tafsir-tafsir baru kekinian. Tentu saja, banyak hal tafsir itu terkadang lepas dari pakem aslinya (buat versi baru, bisa berbentuk sastra visual). Hal ini dipandang sangat penting sebab proses penciptaan tidak ada keharusan, atau diwajibkan sesuai dengan aslinya legenda-mitologi. Bahkan ekstremnya, cerita legenda itu bisa dianggap sebagai bahan baku. Ada sebuah keyakinan proses bahwa kebudayaan adalah pintu yang terus berkembang. Seperti kebenaran akan mengikuti perubahan, tentu saja jika masyarakatnya tidak terbebani. Perlu diketahui, masih sedikit sekali kreator rupa yang khusus mengangkat legenda sebagai strategi visual yang konsisten, bisa lebih jauh dari tujuan arsip dan dokumentasi. 

*Roland Barthes*: *Mitos adalah tipe wicara, berbentuk sesuatu bukan kata. Berdasarkan substansinya hanyalah khayali, segala sesuatu bisa dijadikan mitos, asal disajikan oleh sebuah wacana*

 Diferensiasi, menjadi sebuah kata sakral jika diinginkan oleh kreator sastra visual untuk membedah kebenaran historis, tentu akan menjadi peluang kreasi baru, mengapa tidak. Sebab dalam proses penciptaan, terbuka luas terhadap dinamika kritis. Salah satu contoh Mahabharata versi Jawa yang menempatkan Punakawan, Semar, Petruk, Bagong dan Gareng, sebagai upaya cerdas kritik dari Empu kita. Di mana dapat mengoreksi, versi aslinya dari India. Kedudukan Dewa Dewi yang sangat disakralkan. Namun Punakawan justru ditempatkan sebagai posisi amat penting, yaitu Semar sebagai tokoh sentral, Dewa berwujud manusia. Dilambangkan sebagai pencerah bagi kalangan kesatria, lepas dari cerita aslinya. Sebuah strategi kritis ini dapat dijadikan tauladan proses kreatif yang progresif dan berintegritas.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.