![]() |
Bahasan ghulul ini hadir ketika hampir setiap hari publik membaca penggelapan amanah atau korupsi, milyaran uang negara disimpangkan, dirampok dan dikorupsi oleh aparat negara, apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini, apa memang sudah hancur iman, habis moral dan runtuh hukum? Ghulul adalah perbuatan khianat terhadap harta publik atau harta amanah, yang merupakan dosa besar dalam Islam, baik dalam konteks perang maupun dalam konteks administrasi negara dan masyarakat.
Dalam Islam, "ghulul" (الغلول) atau kadang disebut juga "ghullah" (bentuk variasi pengucapan) adalah istilah yang merujuk kepada perbuatan penggelapan, mencuri, atau menyembunyikan harta rampasan perang (ghanimah) sebelum dibagi secara sah menurut aturan syariat. Asal kata Ghulul (الغلول) dari kata ghalla (غلّ) yang berarti mencuri secara sembunyi-sembunyi. Secara umum, ghulul berarti pengkhianatan terhadap amanah publik, terutama dalam urusan harta.
Dalam Al-Qur’an – Surah Ali Imran ayat 161 dinyatakan artinya: "Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam hal harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu." Ayat ini menegaskan bahwa ghulul adalah dosa besar dan bentuk pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Dalam Hadis Nabi SAW (HR. Bukhari dan Muslim), artinya: "Barang siapa melakukan ghulul (menggelapkan rampasan perang), maka ia akan membawa barang yang digelapkan itu di hari kiamat." Ini menggambarkan betapa berat konsekuensi ghulul di akhirat, bahkan hanya satu jarum pun akan dihisab. Hadis Riwayat Abu Dawud: "Sesungguhnya ghulul adalah api (neraka), maka janganlah kalian mengghululi (mengambil secara curang)." Hadis ini menegaskan bahwa perbuatan ghulul adalah dosa besar yang mendapat ganjaran langsung di akhirat.
Dalam hukum Islam Ghulul adalah haram secara mutlak. Termasuk dosa besar. Dalam konteks modern, ghulul diperluas maknanya menjadi korupsi, manipulasi anggaran, atau penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi.
Ghulul di Era Sekarang
Secara tekstual berkaitan dengan ghanimah (harta rampasan perang), para ulama kontemporer memperluas maknanya bahwa ghulul mencakup setiap bentuk penggelapan, pencurian, atau pengkhianatan terhadap harta milik negara, organisasi, atau masyarakat.
Contoh Modern Ghulul: Pegawai negeri yang korupsi dana proyek. Pengurus organisasi yang menggunakan dana umat untuk kepentingan pribadi. Pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan golongan tertentu.
Fatwa MUI No. 6 Tahun 2003 tentang Korupsi menyatakan: Korupsi adalah perbuatan haram dan termasuk dosa besar. Termasuk di dalamnya: Suap (risywah), Ghulul (penggelapan), dan Khianat terhadap amanah publik. Penekanan: Korupsi sebagai bentuk ghulul modern sangat dilarang dan bertentangan dengan prinsip keadilan Islam.
Ulama Indonesia KH. Ma’ruf Amin (sebagai Ketua MUI) menyatakan bahwa korupsi bukan hanya pelanggaran hukum negara, tapi juga pengkhianatan moral dan keagamaan. Buya Hamka: Dalam Tafsir Al-Azhar, menafsirkan QS. Ali Imran: 161 sebagai bentuk pengkhianatan pada rakyat dan amanah negara, yang hukumannya berat di akhirat.
Kajian akademik dan studi empiris beberapa studi mengaitkan ghulul dengan budaya korupsi di Indonesia: Syamsul Anwar (UIN Sunan Kalijaga) menyatakan bahwa ghulul dalam konteks negara modern mencakup seluruh bentuk penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, termasuk: Penggelapan anggaran publik, Penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan keluarga/partai, Mark-up proyek dan suap birokrasi. Penelitian di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan bahwa ghulul dikaitkan dengan krisis moral pejabat publik yang kurang memahami tanggung jawab etik dalam Islam.
PENCEGAHAN PRAKTIK GHULUL?
1. Pendidikan Etika Islam. Pendidikan antikorupsi berbasis nilai Islam (amanah, adil, jujur, iffah).,Mengintegrasikan fiqh antikorupsi dalam kurikulum madrasah dan pesantren.
2. Keteladanan Ulama dan Pemimpin. Ulama dan tokoh agama harus mencontohkan kepemimpinan bersih dan zuhud. Mendorong kontrol sosial masyarakat atas pemimpinnya.
3. Penguatan Sistem Pengawasan. Kolaborasi antara lembaga keagamaan (MUI, ormas Islam) dengan negara (KPK, BPK, dll) dalam: Edukasi, Sosialisasi hukum agama tentang haramnya korupsi, Pemantauan berbasis komunitas masjid atau ormas.
4. Fatwa dan Hukuman Sosial. Fatwa tegas terhadap koruptor, Sanksi moral dan sosial yang lebih kuat (misal: tidak boleh menjadi imam, khatib, atau pemimpin ormas).
Ghulul dalam konteks Indonesia hari ini adalah bentuk korupsi dan penggelapan amanah publik yang hukumnya haram dan dosa besar. Islam tidak hanya mengecam dari aspek ibadah, tapi juga mewajibkan umatnya untuk membangun sistem pemerintahan yang bersih dan adil.
GHULUL (KORUPSI) DI INDONESIA
Analisis tren korupsi di Indonesia selama 10 tahun terakhir (2015–2024), berdasarkan data dari Transparency International, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Badan Pusat Statistik (BPS): Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia 2015–2024.
Indeks Persepsi Korupsi (CPI) mengukur persepsi terhadap tingkat korupsi di sektor publik, dengan skor 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih). Tahun, Skor CPI dan peringkat dari 180 Negara tahun 2015 skor 36 peringat 88. 2016 skor 37 indeks 90. 2017 37 96. 2018 38 89. 2019 4085. 2020 37 102. 2021 38 96. 2022 34 110. 2023 34 115 dan 2024 37 99. Meskipun terdapat peningkatan skor pada 2024, posisi Indonesia masih berada di bawah rata-rata global, menunjukkan bahwa korupsi tetap menjadi masalah serius.
Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2015–2024.
IPAK mengukur sikap dan pengalaman masyarakat terhadap korupsi, dengan skala 0 (sangat permisif) hingga 5 (sangat antikorupsi). Tahun Skor IPAK 2015 3,59. 2016 3,71. 2017 3,66. 2018 3,66. 2019 3,70. 2020 3,84. 2021 3,88. 2022 3,93. 2023 3,92 dan 2024 3,85. Penurunan skor IPAK pada 2024 menunjukkan meningkatnya permisivitas masyarakat terhadap korupsi, yang dapat menghambat upaya pemberantasan korupsi.
Jumlah Kasus dan Kerugian Negara Akibat Korupsi. Menurut data ICW, selama periode 2013–2022, kerugian negara akibat kasus korupsi mencapai Rp238,14 triliun. Pada 2023, ICW mencatat 731 kasus korupsi, dengan sektor desa menjadi yang paling banyak terlibat, yaitu 187 kasus.
Kasus Korupsi Besar 2020–2025. Kasus korupsi besar yang mencuat dalam lima tahun terakhir meliputi: 1. Kasus Bansos COVID-19 (2020): Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara terlibat dalam korupsi bantuan sosial. 2. Skandal Pengadaan Chromebook (2025): Dugaan korupsi dalam pengadaan laptop senilai Rp9,9 triliun oleh Kemendikbudristek. 3. Kasus Pertamina (2025): Skandal korupsi terbesar di Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp968,5 triliun.
Meskipun terdapat peningkatan skor CPI pada 2024, penurunan skor IPAK menunjukkan bahwa masyarakat semakin permisif terhadap korupsi. Kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi dan BUMN menunjukkan bahwa korupsi masih merajalela di tingkat elit. Upaya pemberantasan korupsi memerlukan komitmen kuat dari semua pihak, termasuk penegakan hukum yang tegas dan pendidikan antikorupsi yang efektif.
Kesimpulan:
Ghulul adalah Khianat terhadap Amanah Publik Dalam perspektif Islam, ghulul adalah penggelapan terhadap harta yang bukan miliknya secara diam-diam dan tercela, terutama yang bersumber dari harta publik (al-mal al-‘am). Ia merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah, baik dalam konteks militer (ghanimah) maupun dalam kehidupan sosial dan pemerintahan.
Dosa Besar yang Mendapat Ancaman Langsung Al-Qur'an (Ali Imran: 161) dan hadis sahih (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud) menyebutkan ancaman keras bagi pelaku ghulul, bahkan sekecil apapun, akan dibawa dan dipertanggungjawabkan di akhirat. Ini menunjukkan bahwa ghulul adalah dosa besar, bukan sekadar pelanggaran hukum positif.
Korupsi Adalah Ghulul Era Modern Dalam konteks Indonesia saat ini, ghulul bermetamorfosis menjadi korupsi: suap, penggelapan dana publik, manipulasi proyek, penyalahgunaan jabatan dan wewenang. Fatwa MUI No. 6 Tahun 2003 menegaskan bahwa korupsi termasuk ghulul, haram hukumnya dan merupakan pengkhianatan moral dan agama.
Dimensi Sosial dan Moral Korupsi Korupsi adalah bentuk ghulul yang tak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga menghancurkan moral bangsa, memiskinkan rakyat, dan memperpanjang ketimpangan sosial. Buya Hamka menyebutnya sebagai pengkhianatan kepada rakyat; KH. Ma’ruf Amin menyebutnya pengkhianatan terhadap nilai agama.
Realitas Ghulul di Indonesia: Fakta dan Data. Skor CPI (Corruption Perception Index) Indonesia selama 10 tahun terakhir (2015–2024) stagnan rendah di angka 34–40, dengan posisi internasional makin menurun.
Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) 2024 turun menjadi 3,85 dari 3,93 pada 2022, menandakan masyarakat mulai permisif terhadap praktik korupsi. Jumlah kasus korupsi mencapai ratusan per tahun dengan kerugian negara mencapai Rp238 triliun selama 2013–2022. Sektor desa menjadi yang paling rentan.
Ghulul Bukan Sekadar Masalah Individu, Tapi Sistemik Studi akademik menunjukkan bahwa ghulul muncul akibat lemahnya sistem pengawasan, rusaknya etika publik, serta minimnya integritas dalam birokrasi. Ghulul menjadi budaya ketika pengawasan longgar dan keteladanan hilang, bahkan di lembaga keagamaan sekalipun.
Pencegahan Ghulul dan Korupsi Butuh Pendekatan Nilai dan Sistem. Pendidikan Etika Islam: Perlu internalisasi nilai amanah, iffah, dan keadilan dalam pendidikan keislaman, khususnya di madrasah dan pesantren. Keteladanan Pemimpin: Ulama dan pejabat publik wajib jadi teladan dalam integritas, bukan justru bagian dari masalah. Sinergi Lembaga Agama dan Negara: Kolaborasi MUI, KPK, ormas Islam dan masjid dalam edukasi, kontrol sosial, dan pemantauan berbasis komunitas. Fatwa dan Sanksi Sosial: Perlu keberanian mengeluarkan fatwa dan sanksi sosial terhadap pelaku korupsi, termasuk pembatasan jabatan keagamaan bagi koruptor.
Ghulul adalah wajah keagamaan dari korupsi, dan Islam menempatkannya sebagai dosa besar yang membinasakan. Fenomena korupsi yang meluas di Indonesia menunjukkan bahwa krisis kita bukan hanya ekonomi, tetapi krisis moral, iman, dan kepemimpinan. Memberantas korupsi bukan hanya soal penindakan hukum, tapi juga jihad nilai dan spiritualitas. Islam tidak hanya melarang, tapi juga memerintahkan untuk menegakkan sistem yang adil, bersih, dan berintegritas. ds.29052025
*Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang