![]() |
Syariah muamalah ini secara umum Imam al-Ghazālī memang menyinggung tema-tema tersebut dalam Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn, khususnya pada bagian adab dan etika muamalah. Bab 2: Ilmu Usaha dalam Muamalah Syariah
1. Jual Beli (al-Buyū‘)
Prinsip dasar: suka sama suka (tarāḍin), kejelasan barang dan harga, tanpa tipu daya.
Larangan jual beli gharar (ketidakjelasan), najasy (penawaran palsu), dan talaqqī rukbān (mencegat pedagang di luar kota).
Etika pedagang: jujur, tidak sumpah palsu, menghindari riba terselubung.
Anjuran: pedagang yang jujur akan dibangkitkan bersama para nabi dan syuhada.
2. Riba
Definisi dan jenis riba:
Ribā al-Faḍl (tambahan dalam tukar menukar barang sejenis)
Ribā al-Nasī’ah (tambahan karena penundaan pembayaran)
Hukum: haram secara mutlak, baik pemberi maupun penerima sama-sama berdosa.
Solusi syariah: jual beli yang sah, akad murābaḥah, ijarah, mudārabah, dll.
3. Pesanan (Salam dan Istishna‘)
Salam: pembelian barang yang belum ada dengan pembayaran di muka (biasa untuk hasil tani).
Syarat: spesifikasi barang harus jelas, waktu dan tempat penyerahan ditentukan.
Istishna‘: pemesanan barang produksi seperti bangunan, kapal, dll.
Syarat: ada kesepakatan waktu, kualitas, dan bentuk pembayaran.
4. Upah (Ijarah/Ujrah)
Upah atas jasa yang halal, misal kerja buruh, sopir, guru, dll
Syarat: pekerjaan harus jelas, waktu dan besarnya upah ditentukan di awal.
Larangan menunda pembayaran upah tanpa alasan yang sah.
5. Hutang Piutang (Qardh dan Dayn)
Hutang sebagai bentuk tolong menolong, bukan bisnis.
Anjuran untuk memberi tenggang waktu bagi yang kesulitan.
Haram mengambil keuntungan dari pinjaman (riba).
Dianjurkan mencatat hutang sebagaimana dalam QS. al-Baqarah: 282.
6. Prinsip Syariah dalam Usaha
Niat yang benar: mencari nafkah halal, bukan rakus atau menzalimi.
Akad harus sah dan memenuhi rukun: pihak, objek, dan ijab-qabul.
Larangan penipuan, manipulasi, dan transaksi batil.
Usaha sebagai ibadah: mendekatkan diri kepada Allah melalui kerja yang halal.
Ilmu usaha dalam Islam bukan hanya keterampilan berdagang atau strategi bisnis, melainkan bagian dari ibadah yang diatur oleh syariah. Imam al-Ghazālī dalam Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn menyebut adab usaha dan muamalah sebagai bagian dari kesempurnaan agama. Usaha yang halal menjadi bentuk pengabdian kepada Allah dan sumber keberkahan hidup.
1. Jual Beli (al-Buyū‘)
Dalil Nash:> “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.”
(QS. An-Nisā’: 29)
Etika dan Larangan:
Tarāḍin (kerelaan): Akad jual beli harus dilandasi kerelaan tanpa tekanan dan manipulasi.
Larangan gharar:
Nabi SAW bersabda:> “Rasulullah melarang jual beli yang mengandung gharar (ketidakjelasan).”
(HR. Muslim)
Larangan najasy:> “Jangan kalian melakukan najasy (penawaran palsu).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keutamaan pedagang jujur:> “Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, orang-orang shiddiq dan syuhada.”(HR. Tirmidzi)
2. Riba
Dalil Nash:> “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah: 275)> “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang-orang beriman.”
(QS. Al-Baqarah: 278)
Jenis Riba:
Ribā al-faḍl: Tambahan dalam pertukaran barang sejenis (misal: emas dengan emas).
Ribā al-nasī’ah: Tambahan karena penangguhan waktu (riba utang-piutang).
Solusi Syariah:
Akad murābaḥah, ijārah, mudārabah, dan musyārakah sebagai alternatif usaha syariah yang sah.
3. Pesanan (Salam dan Istishna‘)
Dalil Nash:> Ibnu ‘Abbās berkata:
“Rasulullah datang ke Madinah dan mereka biasa melakukan bai‘ salam dalam kurma selama satu, dua atau tiga tahun. Maka Nabi bersabda: ‘Barang siapa melakukan salam, hendaklah dengan takaran dan timbangan yang jelas, serta waktu yang diketahui.’”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ketentuan:
Salam: Uang dibayar di muka, barang diserahkan kemudian.
Istishna‘: Pemesanan produk manufaktur dengan skema bertahap, misalnya bangunan atau kapal.
4. Upah (Ijarah/Ujrah)
Dalil Nash:> “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.”
(HR. Ibn Mājah) > “Dan upah seorang pekerja wajib dibayar sesuai kesepakatan.”(QS. Al-Talāq: 6 – secara analogi dalam muamalah)
Etika:
Jelas pekerjaan dan waktunya.
Tidak menunda pembayaran upah tanpa alasan syar‘i.
5. Hutang Piutang (Qardh dan Dayn)
Dalil Nash: > “Jika kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...”
(QS. Al-Baqarah: 282)> “Barang siapa memberi tenggang waktu kepada orang yang kesulitan, atau membebaskannya, Allah akan menaunginya di bawah naungan-Nya.”
(HR. Muslim)
Prinsip:
Tolong menolong, bukan untuk mencari keuntungan.
Larangan mengambil manfaat dari pinjaman kecuali yang diizinkan secara syar‘i.
6. Prinsip Syariah dalam Usaha
Niat: “Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Rukun Akad:
Pihak (mu‘āqid)
Objek (ma‘qūd ‘alayh)
Ijab-qabul yang sah
Larangan Penipuan dan Ketidakadilan:“Barang siapa menipu kami, maka ia bukan dari golongan kami.”
(HR. Muslim)
Usaha sebagai Ibadah: Dalam Ihyā’, Imam al-Ghazālī menyebut: “Bekerja mencari nafkah untuk keluarga dengan niat yang benar termasuk bagian dari ibadah yang utama.”
(Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn, Kitāb Ādāb al-Kasb)
Ilmu usaha dalam perspektif syariah mengintegrasikan aspek fikih muamalah, adab rohaniah, dan etika sosial. Usaha bukan hanya urusan dunia, tapi sarana menuju akhirat. Kita bangun masyarakat pengusaha yang jujur, adil, dan bertawakkal — sebagaimana para sahabat Nabi yang sukses dunia-akhirat.
Kesimpulan:
Ilmu usaha dalam Islam bukanlah semata aktivitas ekonomi, melainkan bentuk ibadah yang tunduk kepada aturan syariah, sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Ghazālī dalam Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn. Setiap jenis transaksi — dari jual beli, riba, pesanan, upah, hingga hutang-piutang — diatur dengan prinsip keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab moral.
1. Jual Beli (al-Buyū‘) harus dilakukan atas dasar kerelaan (tarāḍin), kejelasan akad, dan menjauhi tipu daya serta praktik haram seperti gharar dan najasy. Kejujuran menjadi pilar utama seorang pedagang dalam Islam, yang kelak akan bersama para nabi dan syuhada.
2. Riba, dalam segala bentuknya, diharamkan secara tegas. Islam mendorong alternatif transaksi yang sah dan adil seperti murābaḥah, ijarah, dan mudārabah yang memberikan solusi ekonomi tanpa eksploitasi.
3. Akad Pesanan (Salam dan Istishna‘) memberi ruang untuk kebutuhan produksi dan distribusi barang dengan syarat kejelasan spesifikasi, waktu, dan pembayaran, menjaga hak kedua belah pihak.
4. Sistem Upah (Ijarah/Ujrah) mengajarkan keadilan terhadap pekerja, dengan imbalan yang layak, jelas, dan dibayarkan tepat waktu sebagai bentuk penghargaan atas jasa.
5. Hutang Piutang (Qardh dan Dayn) adalah sarana solidaritas, bukan ladang keuntungan. Penundaan pembayaran bagi yang kesulitan dan pencatatan hutang adalah anjuran syariat demi menjaga keadilan dan kepercayaan.
6. Prinsip Umum Usaha Syariah menekankan niat yang lurus, sahnya akad, dan larangan terhadap segala bentuk penipuan. Usaha halal adalah ibadah yang mendekatkan pelakunya kepada Allah.
Dengan landasan nash yang kuat dan panduan fiqih yang jelas, umat Islam diajak membangun budaya usaha yang halal, beretika, dan berorientasi akhirat. Ilmu usaha adalah bagian dari kesempurnaan iman; melaluinya, tercipta masyarakat yang makmur, adil, dan diberkahi.ds,26052025
*Kajian Subuh 27 Mei 2025