Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Abah Jun, Sang Raja Batu Bata dari Bangil Oleh: Mochamad Taufik

 #menulis40cerpen Cerpen 33:

Di sudut kota Bangil, berdiri rumah sederhana yang tak lagi bisa disebut biasa. Halamannya dipenuhi calvoding, pengaduk semen, tumpukan batu bata, hingga potongan besi proyek yang tersusun rapi. Bukan berantakan, tapi justru menunjukkan karakter kuat pemiliknya—seorang pejuang sejati dalam dunia konstruksi: Abah Jun, lelaki tangguh yang oleh banyak orang dijuluki Raja Batu Bata.


Abah Jun bukan pengusaha karbitan. Ia merintis semuanya dari nol. Dari jadi kenek tukang, mandor, hingga kini memiliki jaringan proyek properti yang tersebar dari Pasuruan hingga jantung kota Surabaya. Ia hafal harga bahan bangunan dari kelas eceran sampai grosiran, tahu kualitas pasir dari sekilas pandang, dan bisa membedakan semen asli dan oplosan dari baunya saja.


Namun, kejayaan bisnisnya tidak membuatnya lupa pada akar. Abah Jun adalah alumni SMA Bangil, angkatan 1986. Setiap kali ada reuni, ia akan datang paling awal, bahkan menjadi sponsor acara tanpa banyak bicara. Ia masih menyimpan foto-foto masa SMA dalam pigura usang di ruang tamunya. Tak jarang, ia membantu teman-teman lama yang kesusahan—baik diam-diam maupun terang-terangan.


> “Angkatan '86 itu keluarga. Kita tumbuh bareng, jatuh bangun bareng. Sampai sekarang pun, tetap saling jaga,” katanya suatu hari saat reuni perak diadakan di aula SMA Bangil.




Rekam jejak Abah Jun semakin kuat saat ia berhasil membangun perumahan bersubsidi di daerah padat penduduk dan Apartemen Syariah di Surabaya. Proyek-proyek itu tak hanya menjanjikan untung, tapi juga membawa semangat keadilan sosial—hunian layak dengan harga terjangkau.


Namun, badai datang dari arah tak terduga. Seorang pengembang dari luar kota bernama Pak Rafi datang menawarkan investasi besar untuk proyek apartemen. Sekilas tampak menjanjikan, namun insting bisnis Abah Jun menolak percaya begitu saja. Setelah mempelajari proposal, tercium niat buruk: markup harga, legalitas samar, dan janji-janji palsu untuk pembeli.


> “Ini proyek umat, bukan proyek tipu-tipu,” ujar Abah Jun tegas, menolak kerja sama tersebut.




Pak Rafi tidak terima. Ia menyebarkan isu miring lewat media dan membuat calon investor panik. Beberapa kontrak dibatalkan, pekerja mulai gelisah. Bahkan beberapa pemasok bahan bangunan menghentikan pengiriman karena takut terlibat masalah hukum.


Namun Abah Jun tak goyah. Ia menyusun ulang strategi, mengadakan forum terbuka bersama masyarakat, dan membawa semua dokumen legalitas secara transparan. Ia berdiri di depan para calon pembeli, dengan suara mantap dan wajah tulus.


> “Kalau fondasinya jujur, bangunan tidak akan rubuh, bahkan saat badai datang. Begitu juga hidup,” katanya meyakinkan.




Hasilnya, publik kembali percaya. Nama Abah Jun bahkan semakin harum. Pak Rafi akhirnya dilaporkan oleh korban-korban proyek lainnya, dan harus menghadapi tuntutan hukum. Sementara itu, proyek Abah Jun kembali berjalan lancar. Tak hanya itu, ia juga merekrut anak-anak muda Bangil untuk dilatih menjadi tenaga bangunan, surveyor, bahkan asisten arsitek.


Kini di usianya yang mulai senja, Abah Jun masih aktif menyeduh kopi hitam di beranda rumahnya yang sederhana, ditemani suara mesin molen dan tawa para pekerja. Ia tak sekadar membangun rumah, tapi juga membangun harapan.


Bagi warga Bangil, ia bukan sekadar kontraktor. Ia adalah inspirasi. Seorang teman sejati. Seorang pejuang. Seorang Abah.



---

*Alumni SMAN Bangil 1986

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies