Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Indonesia Darurat Mikroplastik: Saat Konsumsi Sehari-hari Menjadi Ancaman di Masa Depan Penulis: Ririe Aiko

Pagi ini saya agak terkejut membaca sebuah berita yang tak hanya menggugah kesadaran, tapi juga memantik keprihatinan mendalam: Indonesia tercatat sebagai negara dengan konsumsi mikroplastik tertinggi di dunia. Data ini berasal dari studi terkini yang dilakukan oleh Cornell University, yang menyebutkan bahwa setiap orang Indonesia rata-rata mengonsumsi 15 gram mikroplastik per bulan. Jumlah yang signifikan, dan mengkhawatirkan bila kita menyadari bahwa partikel mikroplastik bukanlah sesuatu yang seharusnya masuk ke dalam tubuh manusia.

Tanpa disadari, masyarakat kita telah menelan sisa-sisa dari gaya hidup modern yang tak terkendali. Mikroplastik berasal dari serpihan plastik berukuran sangat kecil, yang terurai dari kemasan sekali pakai, limbah industri, hingga serat sintetis dalam pakaian. Dan dalam konteks Indonesia, tingginya konsumsi mikroplastik sangat berkorelasi dengan pola hidup instan yang minim kesadaran ekologis.

Sebagai contoh, pagi hari kita membeli kopi dalam gelas plastik. Di pasar tradisional, hampir seluruh belanjaan dibungkus dalam kantong plastik sekali pakai. Bekal anak-anak pun disiapkan dalam kotak makan berbahan plastik, sementara jajanan pinggir jalan, dari mulai makanan hingga minuman dikemas dalam plastik tipis yang mudah rusak namun sulit terurai di alam.

Polusi plastik tidak hanya mencemari laut dan tanah. Ia telah menyusup masuk ke tubuh manusia, menumpuk dalam sistem pernapasan, sistem pencernaan, bahkan jaringan organ tubuh. Dalam jangka panjang, paparan mikroplastik berisiko mengganggu sistem endokrin, menurunkan kualitas reproduksi, dan berpotensi menjadi salah satu pemicu penyakit kronis, termasuk kanker.

Namun, ironi terbesar dari krisis ini adalah bahwa sebagian besar polusi plastik sebenarnya dapat dicegah. Sayangnya, plastik telah menjadi refleks sosial yang tak lagi dipertanyakan karena fungsinya yang cepat, praktis, dan murah. Banyak dari kita bahkan tak merasa sedang membuat pilihan ketika menggunakannya, padahal setiap tindakan konsumsi adalah keputusan etis yang membawa konsekuensi bagi lingkungan dan generasi yang akan datang.

Mengurangi ketergantungan terhadap plastik bukan hal mustahil. Membawa tas belanja sendiri, menggunakan botol minum pribadi, hingga memilih produk dengan kemasan ramah lingkungan adalah langkah-langkah sederhana yang dapat membawa dampak besar. Pemerintah pun seharusnya tak lagi berdiri di garis imbauan, tetapi membuat regulasi yang konkret dan berpihak pada kelestarian lingkungan. Industri juga perlu didorong untuk berinovasi dan menciptakan sistem distribusi yang lebih bertanggung jawab.

Krisis mikroplastik adalah cermin, ia memperlihatkan seberapa jauh kita telah kehilangan kendali atas pola konsumsi kita sendiri. Mungkin, yang paling dibutuhkan saat ini bukan sekadar solusi teknologi, melainkan perubahan paradigma: bahwa bumi ini bukan tempat sampah, dan tubuh manusia bukan tempat akhir dari sampah plastik global.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies