![]() |
Oleh : Ririe Aiko
Ia tumbuh di sela retakan tanah,
di antara bisu bebatuan yang menahan hujan.
Batangnya ramping,
Tampak mudah patah
daunnya menari cerah
Kenikir bukan bunga yang dielu-elukan,
tapi ia memahami rahasia bumi:
bahwa keteguhan tidak memerlukan sorak-sorai,
hanya kesetiaan pada sinar pagi yang samar.
Ketika bunga lain menunduk pada musim,
ia justru menegakkan warna kuningnya
seperti matahari kecil yang menolak padam,
tumbuh subur dari retakan tanah.
Akar-akar halusnya menggenggam debu,
dari serpih tanah yang tak dipupuk.
Namun dari kekeringan itu,
ia tumbuh tanpa mengandalkan hujan.
Batangnya lentur menantang terik,
Tetap tumbuh kembali walau terinjak sakit.
Bunga kenikir tidak bertanya pada angin
mengapa badai datang lagi,
ia hanya menari sedikit lebih rendah,
menyembunyikan rapuhnya dalam aroma yang tabah.
Dan ketika senja menipiskan cahaya,
ia masih berdiri,
menjadi sajak kecil tentang keberanian
yang tak butuh suara lantang
Atau panggung kemenangan.

