Type Here to Get Search Results !

Warisan Budaya Kebaya Noni

oleh Coreta L. Kapoyos, Shirley Petronella Wenas, ReO Fiksiwan

„Kehormatan diri terletak pada kata-kata, kehormatan raga terletak pada pakaian.” — Henk Schulte Nordholt(67), Outward Appearances: Trend, Identitas, Kepentingan(2005).

Penetapan Kebaya Noni sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia bukan sekadar pengakuan administratif, melainkan sebuah penghormatan terhadap jejak sejarah, identitas lokal, dan semangat pelestarian yang tumbuh dari akar masyarakat Sulawesi Utara. 

Kebaya Noni hadir sebagai representasi keanggunan perempuan Minahasa, yang dalam balutan busana tradisionalnya memancarkan nilai-nilai estetika, etika, dan kebanggaan akan warisan leluhur. 

Di balik pencapaian ini, berdiri sosok Coreta Louis Kapoyos, mantan penyiar TVRI yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Pencinta Kebaya Noni Indonesia(PPKNI), bersama Shirley Petronella Wenas sebagai Sekretaris Jendral, seorang wiraswastawati yang turut mengusung semangat pelestarian budaya lokal.

Lebih jauh, Coreta Louise Kapoyos(55), lahirdi Manado, Sulawesi Utara, dikenal sebagai penyiar TVRI Nasional yang aktif sejak tahun 1988. 

Kini, selain Ketua Umum Perkumpulan Pencinta Kebaya Noni Indonesia(PPKNI), yang memprakarsai pelestarian dan promosi Kebaya Noni sebagai warisan budaya Sulawesi Utara. 

Ia juga pakar Women Entrepreneurship, sering menjadi narasumber dalam forum nasional seperti Munas APKASI, MC dan presenter di berbagai acara budaya dan pemerintahan di Indonesia. 

Aktif dalam kegiatan sosial dan pemberdayaan perempuan, termasuk pelatihan public speaking untuk kader PKK sebagai istri dari Komjen Pol. (Purn.) Drs. Putut Eko Bayu Seno dan ibu dari tiga anak.

Berikut, Shirley Petronella Wenas(50) diperkirakan berusia sekitar 50 tahun, lahir di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan besar di Jakarta serta Manado.

Kini, Shirley dikenal sebagai Sekretaris Jenderal Perkumpulan Pencinta Kebaya Noni Indonesia (PPKNI), aktif dalam pelestarian budaya lokal Sulawesi Utara melalui promosi Kebaya Noni. 

Selain itu, ia yang mengelola berbagai usaha Klinik kecantikan, Salon & SPA, Café dan perusahaan kontraktor, arsitektur, dan interior. 

Mantan krosser dan lady biker ini telah melakukan turing ke lebih dari 8 negara dan Duta Kartini dalam kampanye keselamatan berlalu lintas dan pemberdayaan perempuan.

Shirley juga dikenal sebagai ibu dari lima anak dan penggemar motor sport, khususnya Ducati Monster. 

Ia aktif menggabungkan gaya hidup modern dengan semangat pelestarian budaya, menjadikan Kebaya Noni sebagai simbol perempuan Indonesia yang anggun, mandiri, dan berdaya.

Perjalanan menuju pengakuan nasional dimulai pada akhir tahun 2023, saat Talk Show Kebaya Noni digelar dengan menghadirkan Direktur Pengembangan Budaya Kemendikbudristek dan berbagai komunitas kebaya dari seluruh Indonesia. 

Momen ini menjadi titik awal artikulasi budaya yang selama ini tersembunyi di balik narasi dominan kebaya Jawa dan Bali. 

Sepanjang tahun 2024 hingga 2025, rangkaian kegiatan dilakukan secara intensif, mulai dari kolaborasi lintas komunitas, diskusi bersama tokoh budaya dan akademisi, hingga partisipasi dalam pameran nasional seperti Sulut Expo dan Discover North Sulawesi. 

Kebaya Noni tampil bukan sebagai pelengkap, melainkan sebagai pusat perhatian yang menegaskan eksistensinya dalam lanskap budaya nasional.

Keikutsertaan dalam Hari Kebaya Nasional 2024 di Jakarta dan Parade Kebaya Nasional 2025 di Solo menjadi penanda penting bahwa Kebaya Noni telah menembus batas lokalitas. 

Ia hadir dalam ruang-ruang simbolik yang selama ini didominasi oleh kebaya dari wilayah lain, menunjukkan bahwa Sulawesi Utara memiliki narasi budaya yang tak kalah kuat dan elegan. 

Bahkan dalam ajang internasional seperti atraksi Tim Ski Air Australia di Manado dan malam final Putri Otonomi Indonesia, Kebaya Noni dikenakan dengan penuh kebanggaan, memperlihatkan bahwa warisan budaya bukan hanya soal masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana ia hidup dan bertransformasi dalam konteks kekinian.

Promosi Kebaya Noni juga merambah ke panggung global melalui roadshow dan fashion exhibition di Amerika Serikat, Kanada, Finlandia, dan Italia. 

Di tengah arus globalisasi yang sering kali mengikis identitas lokal, kehadiran Kebaya Noni di kota-kota dunia menjadi bentuk perlawanan halus terhadap homogenisasi budaya. 

Ia menjadi simbol outward appearance yang tidak sekadar menampilkan keindahan luar, tetapi juga mengandung narasi dalam tentang sejarah, perjuangan, dan kebanggaan komunitas. 

Dalam kritik budaya yang diajukan oleh Northolt, tampilan luar sering kali menjadi alat dominasi, namun Kebaya Noni justru membalik logika itu: ia tampil untuk menyuarakan keberagaman dan kekayaan lokal yang selama ini terpinggirkan.

Jennifer Lindsay dan Maya H.T. Liem dalam Ahli Waris Budaya Dunia: Menjadi Indonesia 1950–1965 (2011) menyoroti bagaimana warisan budaya sering kali dikonstruksi oleh negara sebagai alat pembentukan identitas nasional. 

Namun, Kebaya Noni hadir dari bawah, dari komunitas yang mencintai dan merawatnya, bukan dari birokrasi yang menetapkannya. Inilah yang membuatnya otentik dan kuat. 

Ia bukan produk kebijakan, melainkan hasil dari cinta, kerja kolektif, dan kesadaran akan pentingnya menjaga warisan budaya sebagai bagian dari menjadi Indonesia yang beragam.

Kebaya Noni kini bukan hanya milik Sulawesi Utara, tetapi telah menjadi bagian dari narasi kebudayaan Indonesia. 

Ia adalah bukti bahwa warisan budaya tak benda bukan sekadar artefak, tetapi juga semangat, identitas, dan keberanian untuk tampil berbeda di tengah arus dominasi. 

Dalam balutan Kebaya Noni, perempuan Indonesia berdiri anggun, membawa serta sejarah dan harapan, menyuarakan bahwa budaya bukan hanya untuk dikenang, tetapi untuk dihidupi dan diwariskan.

#coverlagu: Lagu: Nupus Wolelon Micoma(Cipt. Jessy Wenas) dilantunkan Lengkong Sisters dirilis 2023(21 Agustus 2023) dari Pop Daerah Minahasa dengan label Renata Pangkerego.

Lagu ini berasal dari tradisi musik daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Judul: Nupus Wolelon Micoma(arti: Bersemi Indah Bersama Kekasih).

Tafsir umum dapat dimaknai sebagai ungkapan cinta dan kerinduan yang mendalam terhadap seseorang yang dicintai, serta kekaguman terhadap keindahan alam dan budaya Minahasa.

Lagu ini menggambarkan keindahan alam Minahasa yang memukau, serta perasaan cinta dan nostalgia yang kuat. 

Nuansa musiknya yang lembut dan liriknya yang puitis menjadikan lagu ini sebagai bentuk ekspresi budaya yang kaya dan emosional.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.