![]() |
| Keluarga Amiruddin bersama isteri dan anak-anak. |
PARIAMAN - Sigi24.com : Di tengah kemajuan zaman, masih ada kisah yang menyentuh hati tentang perjuangan hidup dalam gelap. Kisah ini datang dari Kelurahan Ujung Batung, Kecamatan Pariaman Tengah, Kota Pariaman, tempat tinggal Bapak Amiruddin dan Ibu Yusnita beserta keempat anaknya. Rumah mereka, yang menjadi saksi bisu hari-hari tanpa listrik, menyuguhkan pemandangan yang memilukan.
Pada Jumat (10/10/2025), pewarta media Sigi24.com, ditemani Lurah Afrizon, S.H. (Lurah Eri), berkunjung untuk melihat langsung kondisi keluarga ini. Yang mengejutkan, rumah ini telah bertahun-tahun hanya diterangi oleh cahaya remang-remang lampu teplok berbahan minyak jelantah.
Terperangkap dalam Kegelapan Ganda
Ironisnya, keluarga Amiruddin bukanlah tanpa bantuan sama sekali. Lurah Eri menjelaskan bahwa mereka pernah mendapat bantuan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) pada tahun 2021, namun musibah datang dua tahun kemudian. "Keluarga pak Amiruddin sudah pernah mendapat bantuan PLTS pada tahun 2021 dan kena petir pada 2023," ujar Lurah Eri. Sejak saat itu, kegelapan kembali menyelimuti rumah mereka.
Namun, secercah harapan kini mulai terlihat. Lurah Eri menyampaikan kabar gembira, "Kemarin, Kamis (09/10/2025) kami sudah dapat informasi dari PLN akan memasang lampu penerangan di rumah pak Amiruddin. InsyaAllah sekitar minggu depan akan dipasang meterannya." Sebuah berita yang tentunya sangat dinantikan setelah bertahun-tahun dalam gelap.
"Rumah ini kami bangun pada tahun 2010 dengan dinding beralaskan plastik, belum ada listrik PLN sampai pada tahun 2021 dapat bantuan PLTS," jelas Amiruddin.
Terkendala Kepemilikan, Butuh Uluran Tangan
Meskipun masalah penerangan dari PLN akan segera teratasi, kesulitan lain masih membayangi. "Sehubungan dengan itu, keluarga pak Amiruddin saat ini membutuhkan seng sebanyak 2 kodi menggantikan seng yang sudah lapuk/karatan dan semen berikut pasir untuk perbaikan kamar mandi dan wc," pungkas Lurah Eri.
Sayangnya, niat baik dari berbagai pihak untuk memberikan bantuan yang lebih besar, seperti bedah rumah, terbentur masalah kepemilikan tanah. Bapak Amiruddin menjelaskan dengan nada menahan kesedihan, "Tanah yang kami tempati adalah milik keluarga besar." Ia menambahkan, "Sudah ada pihak yang mau membantu bedah rumah, tapi gak bisa dilanjutkan karena tidak mendapat persetujuan dari keluarga besar."
Kondisi ini menciptakan dilema yang mendalam—kebutuhan mendesak untuk hidup yang layak berhadapan dengan aturan kepemilikan yang mengikat.
Harapan untuk Perbaikan
Jelang waktu Shalat Jum'at, kami berpisah dengan keluarga Amiruddin dan Lurah Eri. Kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa di balik hiruk pikuk kota, masih ada keluarga yang berjuang keras hanya untuk mendapatkan penerangan dan tempat tinggal yang layak.
Semoga niat baik PLN dan pihak-pihak yang ingin membantu kebutuhan mendasar seperti seng dan semen dapat segera terwujud, membawa seberkas cahaya tidak hanya dalam bentuk listrik, tetapi juga dalam bentuk harapan di hati keluarga Amiruddin. (Ali Akbar)

