Type Here to Get Search Results !

ABS-SBK: Solusi Krisis Moral dan Benteng Penjaga Ketinggian Adat dan Budaya

Oleh: Duski Samad

Guru Besar UIN Imam Bonjol

Sumatera Barat memiliki keunikan tata kehidupan sosial, politik, dan budaya yang terbingkai dalam falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Filosofi ini bukan sekadar warisan leluhur, tetapi sistem nilai yang hidup dan menjadi rujukan moral serta sosial masyarakat Minangkabau.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat adalah momentum penting bagi masyarakat Minangkabau. UU ini menegaskan karakteristik daerah yang berlandaskan pada nilai-nilai adat dan syarak, serta memberi dasar hukum bagi pelestarian dan aktualisasi falsafah ABS-SBK dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Landasan Filosofis dan Hukum

Sebagaimana dijelaskan oleh Yuslim, UU No. 17 Tahun 2022 adalah lex specialis—aturan khusus yang mengakui kekhasan Sumatera Barat. Pasal 5 huruf (c) menegaskan bahwa karakteristik Provinsi Sumatera Barat adalah “adat dan budaya berdasarkan ABS-SBK yang memiliki karakter religius dan menjunjung ketinggian budaya Minangkabau.”

Menurut Yuslim, sejak kedatangan Belanda pada 1596, sistem sosial dan politik Minangkabau telah diakui sebagai tatanan yang unik dan relatif egaliter (klene republiken). Belanda bahkan tidak mengatur adat secara ketat, membiarkannya hidup di masyarakat. Itulah sebabnya, norma ABS-SBK tetap lestari hingga kini.

Namun demikian, UU No. 17/2022 belum sepenuhnya menjadi norma hukum operasional. Ia masih menjadi “nilai dan harapan”, yang perlu diterjemahkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda) agar falsafah ABS-SBK menjadi pedoman nyata dalam penyelenggaraan pemerintahan, pendidikan, kebudayaan, dan kehidupan sosial.

Perspektif Akademik dan Praktis

Sekda Sumatera sebagai narasumber menegaskan bahwa UU No. 17/2022 secara legal formal memberikan keistimewaan bagi Sumatera Barat. Dalam implementasi, Pemerintah Provinsi perlu menetapkan kawasan penerapan ABS-SBK sebagai laboratorium nilai dan budaya, misalnya di kawasan Masjid Raya Sumatera Barat yang dapat dijadikan UPT Dinas Kebudayaan.

Ia juga mengingatkan pentingnya menyeimbangkan antara nilai lokal dan nasionalisme. Pedoman pelaksanaan UU ini harus memastikan bahwa integrasi ABS-SBK tidak menegasikan semangat kebangsaan, melainkan memperkaya keberagaman nasional dengan karakter religius dan budaya luhur Minangkabau.

Fakta Lapangan dan Tantangan Implementasi

Budiman menyoroti bahwa dalam penelitian dan temuan empiris, para tokoh sepakat: ABS-SBK adalah filosofi hidup yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Namun, pelaksanaannya sering kali bersifat sekuler dan administratif semata.

Dalam praktik pemerintahan dan pendidikan, nilai-nilai ABS-SBK belum sepenuhnya menjadi dasar moral dan hukum dalam pengambilan kebijakan. Maka, diperlukan kompilasi norma adat, hukum, dan syarak sebagai panduan konkrit.

Contoh baik datang dari Kabupaten Pasaman, di mana sejak 2023 LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) aktif masuk ke sekolah-sekolah untuk memberikan edukasi adat. Sementara di Kabupaten Agam, beberapa program integrasi adat-syarak sudah digerakkan melalui nagari.

Masalah Hukum dan Sosial

Diskusi juga menyinggung posisi ninik mamak dalam hukum positif: apakah mereka memiliki legal standing dalam penyelesaian konflik sosial dan adat?

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa lembaga adat sering kali diakui secara moral tetapi tidak formal. Padahal, mereka adalah benteng sosial dan penjaga nilai ABS-SBK.

Selain itu, muncul pertanyaan strategis tentang koordinasi antar-ormas. Kini terdapat lebih dari 21 organisasi yang mengusung visinya adat Minangkabau. Pertanyaannya

bagaimana mereka pimpinan organisasi pendukung adat ini bersinergi untuk menjaga kesatuan falsafah ABS-SBK, tanpa terjebak pada kepentingan politik praktis?

Rekomendasi Strategis

Dari hasil diskusi dan analisis para narasumber, beberapa rekomendasi disepakati:

1. Inisiatif Legislasi.

Mendorong partai dan legislatif daerah mengambil peran aktif menyusun dan memperjuangkan Perda ABS-SBK sebagai turunan dari UU No. 17 Tahun 2022.

2. Tim Harmonisasi Nilai dan Norma

Membentuk tim yang terdiri dari pakar hukum, adat, ulama, dan pemerintah untuk mengharmonisasikan nilai-nilai adat, syarak, dan hukum positif.

3. Penyusunan Kompilasi Hukum dan Norma ABS-SBK

Kompilasi ini menjadi dasar bagi lembaga pemerintahan, pendidikan, dan sosial untuk menerapkan prinsip ABS-SBK dalam setiap kebijakan.

4. Penyusunan Indeks Penerapan ABS-SBK

Indeks ini akan mengukur sejauh mana nilai ABS-SBK diimplementasikan di nagari, lembaga pendidikan, dan OPD.

5. Penguatan Adat Salingka Nagari

Mendorong revitalisasi adat di tingkat nagari agar masyarakat merasakan manfaat langsung dari nilai ABS-SBK dalam tata kehidupan sehari-hari.

Penutup

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2022 adalah “jembatan emas” antara nilai-nilai adat dan sistem hukum modern. Ia bukan sekadar pengakuan simbolik, tetapi peluang untuk menjadikan Sumatera Barat model provinsi berbasis filosofi budaya dan religiusitas Islam.

Menjadikan ABS-SBK sebagai dasar pembangunan berarti menjaga ketinggian budaya Minangkabau sekaligus memperkuat jati diri kebangsaan Indonesia yang majemuk namun berakar pada moral keislaman.(Disarikan dari Seminar Harmonisasi Hukum ABS-SBK dengan Hukum Positif dalam bingkai UU No. 17 tahun 2025 dilaksanakan PW PKS Sumatera Barat, Ahad, 12 Oktober 2025 di Pangeran Beach Padang).

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.