Type Here to Get Search Results !

MANAJEMEM KOLEGIAL: Dalam Pendidikan Karakter Berbasis Karakter pada SMA No 1 Sumatera Barat

Oleh: Duski Samad

Manajemen pendidikan karakter pada satuan pendidikan menengah memerlukan pendekatan yang sesuai dengan budaya dan konteks sosial setempat. SMA 1 Sumatera Barat menerapkan manajemen kolegial, yakni pola kepemimpinan yang melibatkan partisipasi aktif seluruh unsur sekolah—kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik—dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan, dan evaluasi program. Model ini selaras dengan karakter egaliter masyarakat Minangkabau, yang mengedepankan musyawarah dan kesetaraan dalam pengambilan keputusan.

Integrasi Nilai Karakter

Penguatan pendidikan karakter di SMA 1 Sumatera Barat diintegrasikan melalui tiga dimensi utama:

1. Nilai-nilai Keagamaan.

Menanamkan akhlak mulia, kedisiplinan beribadah, toleransi antar umat beragama, dan kejujuran sebagai landasan moral peserta didik.

2. Nilai Kebangsaan

Menumbuhkan rasa cinta tanah air, semangat persatuan, penghargaan terhadap simbol negara, dan partisipasi aktif dalam kegiatan kebangsaan.

3. Nilai Kearifan Lokal.

Menginternalisasikan nilai-nilai adat Minangkabau seperti adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, gotong royong, musyawarah mufakat, dan rasa hormat kepada orang tua serta guru.

Efektivitas Manajemen Kolegial

Model manajemen kolegial ini sejalan dengan budaya egaliter etnis Sumatera Barat yang mengedepankan partisipasi, keterbukaan, dan rasa kepemilikan bersama terhadap keputusan.

Dalam konteks pendidikan karakter, pendekatan ini memperkuat rasa tanggung jawab kolektif dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan program.

Pendekatan kekuasaan yang lebih partisipatif dibandingkan otoriter terbukti lebih efektif dalam mengelola pendidikan karakter, karena memberikan ruang bagi seluruh pemangku kepentingan untuk terlibat aktif dan merasa memiliki program.

Temuan Penelitian

Pendidikan karakter di SMA 1 Sumatera Barat telah terintegrasi melalui model manajemen kolegial, mencakup dimensi keagamaan, kebangsaan, dan kearifan lokal.

Implementasi pendidikan karakter di sekolah ini relevan dengan kebutuhan peserta didik dan efektif dalam membentuk perilaku positif.

Model manajemen kolegial terbukti efektif dan praktis, mudah diadaptasi, serta memberikan dampak positif terhadap iklim sekolah dan perilaku peserta didik.

Jadi, manajemen kolegial di SMA 1 Sumatera Barat menjadi contoh praktik baik integrasi pendidikan karakter berbasis nilai keagamaan, kebangsaan, dan kearifan lokal yang selaras dengan budaya egaliter masyarakat Minangkabau. Model ini dapat menjadi referensi strategis bagi sekolah lain di Sumatera Barat maupun daerah lain dengan karakteristik sosial-budaya serupa.

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ABSSBK DAN DIGITALISASI

Pendidikan karakter berbasis ABS–SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) punya posisi strategis dalam membentengi generasi dari efek negatif digitalisasi, karena ia menggabungkan kekuatan agama, adat, dan kearifan lokal menjadi sistem nilai yang hidup dan relevan.

1. Digitalisasi: Peluang dan Tantangan.

Peluang: Akses ilmu pengetahuan, jejaring global, dan kreativitas tanpa batas.

Tantangan: Penyebaran hoaks, degradasi moral, budaya instan, pornografi digital, cyberbullying, konsumerisme, dan hilangnya identitas budaya.

Dampak pada generasi muda: Pola pikir instan, menurunnya empati, lemahnya kontrol diri, dan keterputusan dari akar tradisi.

2.Peran Pendidikan Karakter Berbasis ABS–SBK.

ABS–SBK adalah falsafah hidup masyarakat Minangkabau yang mengintegrasikan ajaran Islam dan adat dalam satu sistem moral. Dalam konteks digitalisasi, ia berperan sebagai filter nilai:

a. Landasan Aqidah dan Ibadah yang Kuat

Menanamkan kesadaran bahwa perilaku online juga diawasi Allah (ihsan: an ta’budallaha ka’annaka tarah).

Membiasakan etika berkomunikasi digital sesuai tuntunan syariat, seperti larangan ghibah, fitnah, dan menyebar hoaks (QS. Al-Hujurat: 6).

b. Adat sebagai Penjaga Identitas

Menjaga sopan santun (budi pekerti) di media sosial sebagaimana adat mengatur hubungan di dunia nyata.

Memastikan interaksi digital mencerminkan nilai basa-basi dan malu (rasa tahu batas) khas Minang.

c. Kearifan Lokal Filter Konten

Menghidupkan pepatah, pantun, dan cerita rakyat dalam media digital sebagai counter-narrative terhadap konten negatif.

Menumbuhkan rasa bangga pada budaya, sehingga generasi muda tidak mudah tergerus arus budaya luar.

3. Strategi Pembentengan

Integrasi Kurikulum Digital Berbasis ABS–SBK. Mata pelajaran PAI, bahasa daerah, dan IPS dikembangkan dengan muatan literasi digital etis.

Role Model dan Teladan Digital. Guru, tokoh adat, dan ulama menjadi contoh etika bermedia.

Gerakan Literasi Digital Religius-Kultural.

Mengadakan lomba konten dakwah kreatif, infografis adat, dan podcast budaya.

Penguatan Komunitas Belajar. Membentuk surau digital—forum daring yang mengajarkan tafaquh fiddin dan nilai adat.

Kesimpulan

Penerapan manajemen kolegial di SMA 1 Sumatera Barat menjadi model kepemimpinan partisipatif yang selaras dengan budaya egaliter Minangkabau.

Pendekatan ini memungkinkan keterlibatan aktif seluruh unsur sekolah dalam perencanaan, pengambilan keputusan, dan evaluasi, sehingga memperkuat rasa tanggung jawab kolektif terhadap pendidikan karakter.

Penguatan pendidikan karakter di sekolah ini diintegrasikan melalui tiga dimensi utama:

• Nilai Keagamaan – menanamkan akhlak mulia, kedisiplinan ibadah, toleransi, dan kejujuran.

• Nilai Kebangsaan – menumbuhkan cinta tanah air, persatuan, dan partisipasi kebangsaan.

• Nilai Kearifan Lokal – menghidupkan adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, gotong royong, musyawarah mufakat, serta penghormatan kepada guru dan orang tua.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa:

• Pendidikan karakter telah terintegrasi dengan baik melalui manajemen kolegial.

• Model ini relevan dan efektif dalam membentuk perilaku positif peserta didik.

• Efektif dan praktis untuk diadaptasi di sekolah lain dengan karakteristik sosial-budaya serupa.

Pendidikan Karakter Berbasis ABS–SBK dan Tantangan Digitalisasi

Falsafah ABS–SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) memadukan kekuatan agama, adat, dan kearifan lokal, sehingga berfungsi sebagai filter nilai menghadapi dampak negatif digitalisasi.

Tantangan digitalisasi meliputi hoaks, degradasi moral, budaya instan, pornografi digital, cyberbullying, konsumerisme, dan hilangnya identitas budaya, yang berisiko melemahkan kontrol diri generasi muda.

Peran strategis pendidikan karakter berbasis ABS–SBK antara lain:

• Landasan Aqidah dan Ibadah – menanamkan kesadaran bahwa perilaku online diawasi Allah, membiasakan etika berkomunikasi digital sesuai syariat.

• Adat sebagai Penjaga Identitas – menegakkan sopan santun, basa-basi, dan rasa malu di ruang digital.

• Kearifan Lokal sebagai Filter – menghadirkan pepatah, pantun, dan narasi budaya sebagai penyeimbang konten negatif.

Strategi pembentengan meliputi:

• Integrasi kurikulum digital berbasis ABS–SBK.

• Keteladanan digital dari guru, tokoh adat, dan ulama.

• Gerakan literasi digital religius-kultural.

• Penguatan komunitas surau digital untuk tafaquh fiddin berbasis daring.

Manajemen kolegial yang diintegrasikan dengan pendidikan karakter berbasis ABS–SBK tidak hanya efektif membentuk perilaku positif di sekolah, tetapi juga menjadi tameng moral bagi generasi muda menghadapi derasnya arus digitalisasi.DS.pps.15082025.

*Iktisar Promosi Erwin PPs UIN Imam Bonjol, Jumat, 15 Agustus 2025

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.