Type Here to Get Search Results !

LP3N dan Revitalisasi MTI Tafaqquh Fiddin

Oleh: Duski Samad 

Pengurus Lembaga Penyelenggaraan Pendidikan Perti Nasional (LP3N) pada tanggal 23 April 2025, bertempat di Ballroom BRK Syariah Pekanbaru, dikukuhkan dengan Direkturnya Ustad Abdul Somad (UAS) bersama jajaran kepengurusan. LP3N adalah direktori yang khusus mengurus penyelenggaraan pendidikan PERTI. Hal ini tentu saja memberikan energi baru bagi PERTI. Dalam usia empat bulan LP3N telah aktif merajut dan mengerakkan potensi lembaga pendidikan PERTI. 

Bersamaan pelantikan 23-24 April 2024 dilaksanakan Seminar Internasional Pendidikan Perti Istiqamah dan Adaptif dilanjutkan dengan Muzakarah Nasional Pendidikan Perti I di Pondok Pesantern Nurul Azhar Pimpinan UAS. Program rutin untuk mengerakkan cinta kitab turst (kitab kuning) setiap Selasa malam dilakukan Halaqah Digital PERTI Ustad Abdul Somad, Ulama dan Professor PERTI, Selasa ini sudah yang ke 13. Tanggal 26-27 Juli telah dilaksanakan Lokakarya Nasional dan Rakernas LP3N di Istana Bung Hatta dan MTI Candung. LP3N telah memberikan beasiswa untuk santri sebanyak 270 orang. 

Kehadiran LP3N terasa sekali membawa air bagi kehausan banyak pimpinan MTI dan Pondok Pesanteren. Geliat kesadaran kolektif untuk bangkit dan segera menjemput ketertinggalan begitu nyata melalui jaringan MTI dan media sosial ulama dan pemimpin pendidikan PERTI terus bersuara dan memberikan pandangan, antara lain Buya Baharuddin Chatib Pimpinan Pondok Pesanteren Darus Salam Sumani Solok Sumatera Barat, seperti ini: 

Pesantren/Surau bukanlah pabrik Sarjana atau sekedar transfer Ilmu. Pesantren/Surau adalah dapur kehidupan, yang melahirkan keberkahan hidup, keberkahan ilmu dan keberkahan harta. Pesantren/Surau adalah tempat anak-anak digoreng dengan kesabaran, direbus dengan adab dan akhlak dibakar dengan cinta kepada ilmu dan kepada Allah dan Rusulnya. Rasanya memang pahit tapi menyehatkan. Karena dunia tidak butuh anak yang manja yang dari kesusahan dan kesulitan hidup, tapi dunia butuh anak yang tangguh yang bisa hidup bahkan saat disakiti. Orang tua sering bertanya: Anak saya jadi apa nantinya kalau masuk Pesantren (mondok)? Jawabannya ; Mudah-mudahan jadi Manusia. Karena pendidikan sejatinya bukan bukan mencetak Profesi, tetapi mencetak Pribadi. Pendidikan Pesantren bukan mempercepat anak jadi sukses, tapi Memperlambat mereka tidak salah jalan. Dipesantren anak-anak belajar suatu hal yang paling jarang diajarkan di Madrasah atau sekolah formal; bahwa hidup ini bukan tentang cepat, tapi tentang tepat. Pesantren mengajarkan untuk diam sebelum bicara, mendengar sebelum menyela dan sujud tanpa mengeluh. Pendidikan Pesantren itu Nyeleneh kata sebagian orang; ketika dunia sibuk mengajarkan anak tampil, Pesantren mengajarkan mereka menghilang.... dalam sujud dan doa dalam kesunyian malam. Karena orang yang mampu merendahkan hati itulah orang yang benar-benar diangkat derajatnya oleh Allah.

Dalam Forum LP3N ini ada yang sangat penting untuk mendapat pembahasan: 1. Tentang MTI (Madrasah Tarbiyah Islamiyah) yang sudah berubah menjadi Mts. Untuk tingkat Tsanawiyah, dan MA untuk tingkat Aliyah. Dulu MTI tidak ada tingkat Tsanawiyah dan Tingkat Aliyah. Yang ada kelas 1 sampai Kelas 7. Program pendidikan nya lebih banyak mempelajari pelajaran kitab-kitab Standar dibandingkan Mata pelajaran yang berpedoman kepada Kurikulum Kementerian Agama. Kalau MTI diharapkan menjadi Lembaga yang melahirkan kaderisasi Ulama dengan kondisi sekarang tidak akan mungkin. Apa solusi yang tepat untuk kembali kepada khittahnya sebagai lembaga yang melahirkan kader-kader Ulama. Apakah dikembalikan kepada sistem pendidikan Surau/Pesantren Salafiyah seperti Pesantren Tebuireng/Surau inyiak Canduang tempo dulu? Karena sistem Pendidikan Madrasah yang ada sekarang adalah sistem pendidikan kapitalis diawali dengan biaya atau dana yang banyak untuk mendapatkan untung yang banyak dalam bahasa akademis nya untuk mendapatkan karir. Sedangkan dalam sistem pendidikan Pesantren/Surau tujuan Pendidikan untuk menjadikan seorang Ulama yang Warasatulambiak (memanusiakan manusia).

Pimpinan MTI Koto Tinggi Kabupaten Agam menjawab kegelisahan Pimpinan Pesantren Sumani di atas …Saya coba menjawab persoalan ini Buya,,

1. Kita harus tingkatkan kelembagaan MTI yg berstatus Madrasah menjadi PPMTI yang berstatus pondok. 2. Dalam undang undang Pesantren no 18 tahun 2019 kata Pondok Pesantren sama dengan Dayah, Surau, Madrasah atau lainnya (pasal 1), yang berarti Perkampungan Pendidikan, dimana kiyai, ustazd dan santri berada dalam satu kawasan. 3. Boleh kita tetap bertahan dengan nama Madrasah tapi dalam artian Pesantren. Maksudnya kita tidak terpfokus dengan MTs atau MA saja. 4. Sesuai UU tsb, Pesantren diberikan kewenangan untuk.mengelola pendidikan dari PAUD, TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, PT/MAHAD ALI, bahkan pendidikan kesetaraan seperti paket A, B dan C. 5. Sebagai lembaga pengelola pendidikan kita harus menetapkan bersama pengurus atau yayasan, mana program yg akan kita pakai, setelah mempelajari situasi kebutuhan masyarakat calon peserta didik, apakah Madrasah dengan tambahan pelajaran kitab (khalafiah), atau pondok dengan program kitab yg ditambahkan dengan program Madrasah. 6. Untuk menjawab kebutuhan masyarakat sebaiknya buka kedua program tersebut, bagi mereka yg akan lanjut ke perguruan tinggi silakan masuk madrasah dan bagi yg ingin berdalam dalam dalam Mengaji kitab masuklah ke Pondok Tarbiyah atau ke surau yang disediakan. 7. Kepada pengurus LP3N, mohon untuk dibuatkan sebaran materi ajar kitab dan umum untuk kedua program ini, sehingga ada keseragaman kualitas tamatan dari MTI atau PPMTI.

KERINDUAN PADA MTI MASA LALU

Dulu, MTI (Madrasah Tarbiyah Islamiyah) Tidak mengenal MTs atau MA, melainkan kelas 1–7 berkesinambungan selama ±7 tahun. Fokus utama tafaqquh fiddin melalui pengkajian intensif kitab-kitab mu’tabar, seperti Fath al-Qarib, Tafsir Jalalayn, Ihya Ulumuddin, Hidayah al-Salikin. Sistem pembelajaran lebih menyerupai Surau/Pesantren Salafiyah, di mana guru adalah mursyid dan teladan adab, bukan sekadar penyampai materi. Tujuan pendidikan: melahirkan ulama warasatul anbiya (mewarisi misi kenabian), bukan sekadar lulusan dengan ijazah.

Kondisi MTI saat ini mengikuti sistem madrasah formal (MTs & MA) di bawah regulasi Kemenag. Kurikulum bercampur antara mapel umum dan mapel agama, dengan porsi kitab kuning jauh berkurang. Orientasi lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi atau bekerja, bukan menjadi ulama. Budaya ilmiah halaqah, talaqqi, dan sorogan mulai hilang, tergantikan oleh sistem kelas dan ujian akademik. Beban administrasi dan biaya meningkat, mengikuti model “pendidikan formal kapitalistik”.

Peluang yang mestinya dimaksimalkan adalah digitalisasi pembelajaran bisa menghidupkan kembali tafaqquh fiddin secara luas (kelas kitab kuning daring, halaqah digital, sanad online). Munculnya generasi santri urban yang tetap ingin mendalami ilmu agama, meski jalur sekolah formal. Kurikulum Merdeka memberi ruang penyesuaian konten lokal (local content) untuk mengembalikan porsi kitab kuning. Kerjasama MTI dengan pesantren salafiyah seperti Tebuireng atau Surau Inyiak Canduang bisa menghidupkan kembali pola lama dalam format baru.

Tantangan yang tak mudah dihadapi antara lain regulasi Kemenag dan BAN-S/M mengharuskan standar kurikulum nasional. Minat santri untuk belajar kitab kuning intensif menurun, karena orientasi keluarga lebih ke pekerjaan formal. Keterbatasan guru mutaqaddimin yang mampu mengajar kitab turats secara mendalam. Persaingan dengan sekolah umum dan madrasah modern yang menawarkan fasilitas lengkap. Ketergantungan pada dana operasional berbasis kuota siswa.

Solusi strategis di antaranya revitalisasi sistem 7 (tujuah) tahun berkesinambungan. Memisahkan jalur kaderisasi ulama (kelas kitab kuning full 7 tahun) dari jalur umum. Sistem ini bisa berada di bawah unit khusus tafaqquh fiddin yang tidak sepenuhnya terikat MTs/MA. Penilaian berbasis sanad keilmuan, bukan sekadar raport akademik.

Hybrid Model: Madrasah Plus Surau Digital. Mempertahankan status formal MTs–MA untuk legalitas ijazah. Menambah plus program kitab kuning intensif pagi/sore/malam. Menggunakan platform digital kitab kuning (YouTube, Zoom halaqah, e-Sanad) untuk efisiensi dan perluasan. 

REVITALISASI MTI MENGEMBALIKAN KHITTAH KADERISASI ULAMA

Fokus rekrutmen siswa yang punya minat serius menjadi ulama. Kerjasama beasiswa dengan ormas, baznas, dan lembaga wakaf. Menghidupkan kembali sistem rihlah ilmiah antar-MTI. Pendekatan Surau/Pesantren Salafiyah Modern. Menerapkan kembali pola halaqah dan sorogan di luar jam pelajaran formal. Memperkuat adab dan ruhiyah santri, seperti tawajuh, muraqabah, dan pembiasaan ibadah malam.

Agenda strategis untuk LP3N. Apakah kita siap membentuk jalur khusus kaderisasi ulama di MTI yang berjalan paralel dengan MTs/MA? Bagaimana menyinergikan regulasi Kemenag dengan misi tafaqquh fiddin tanpa mengorbankan salah satunya? Siapa yang akan membina dan mengawal sanad keilmuan di jalur ini? Apa peran teknologi digital agar tradisi surau tetap hidup di era online?

Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) adalah warisan pendidikan Islam Minangkabau yang lahir dari tradisi surau, dengan misi luhur tafaqquh fiddin dan melahirkan ulama warasatul anbiya. Sistemnya berbeda dari madrasah formal, dengan model kelas 1–7 berkesinambungan selama ±7 tahun, fokus pada pengkajian kitab-kitab mu’tabar, pembinaan adab, dan penguatan ruhiyah.

Perubahan regulasi pendidikan yang mengharuskan MTI bertransformasi menjadi MTs dan MA telah menggeser orientasi ini. Kini, porsi kurikulum agama berkurang, sistem pembelajaran menjadi teacher-centered formalistik, dan orientasi lulusan cenderung akademis–karir, bukan ulama. LP3N memandang kondisi ini sebagai darurat khittah yang memerlukan langkah strategis dan terukur untuk mengembalikan MTI ke misi awalnya.

Permasalahan pokok untuk revitalisasi MTI adalah penyusutan porsi kitab kuning dan metode talaqqi–halaqah. Keterikatan penuh pada kurikulum Kemenag tanpa jalur khusus kader ulama. Menurunnya minat generasi muda untuk menempuh pendidikan agama mendalam. Keterbatasan guru mutaqaddimin yang memiliki sanad keilmuan kuat. Komersialisasi pendidikan yang menggeser orientasi pengabdian menjadi orientasi keuntungan.

Posisi dan Sikap LP3N terus menemukan solusi untuk mengembalikan identitas dan tujuan MTI menjadi pusat tafaqquh fiddin dan melahirkan ulama yang berperan sebagai pewaris misi kenabian. Sistem kaderisasi ulama harus berjalan paralel dengan sistem formal MTs–MA, sehingga legalitas ijazah tetap terjaga namun khittah tafaqquh fiddin tidak hilang. Teknologi digital harus dimanfaatkan untuk menghidupkan kembali tradisi surau dalam format modern. Pembiayaan MTI harus mengutamakan wakaf, zakat, dan infak pendidikan, bukan beban biaya tinggi kepada wali murid.

Rekomendasi strategis yang diharapkan menjadi perhatian dan dilakukan oleh MTI di antaranya membentuk Jalur Khusus Kaderisasi Ulama (Kelas Kitab Kuning Full) di setiap MTI. Menetapkan Standar Nasional Tafaqquh Fiddin MTI di bawah LP3N–PERTI. Menghidupkan kembali halaqah kitab kuning dengan sanad keilmuan terjamin. Mengembangkan Surau/Pesantren Digital untuk memperluas akses dan jejaring ulama. Membangun dana abadi pendidikan berbasis wakaf produktif untuk keberlanjutan program.

PETA JALAN REVITALISASI MTI (2025–2030)

Tahap 1 — Konsolidasi Khittah (2025–2026)

Audit kurikulum seluruh MTI untuk memetakan porsi kitab kuning. Penetapan standar minimal tafaqquh fiddin (jumlah kitab, level, metode belajar). Pelatihan guru mutaqaddimin melalui Daurah Kader Ulama. Penyusunan modul Hybrid MTI: kurikulum formal + jalur kaderisasi ulama. Pendirian Pusat Data & Sanad Keilmuan MTI.

Tahap 2 — Implementasi Jalur Kader Ulama (2026–2028)

Pendirian kelas khusus 7 tahun dengan sistem halaqah–sorogan. Penempatan guru bersanad di setiap MTI melalui program Guru Keliling Tafaqquh. Integrasi Surau Digital: platform pembelajaran kitab, halaqah online, arsip digital turats. Penyaluran beasiswa Santri Ulama dari zakat, wakaf, dan CSR ke siswa jalur ini.

Tahap 3 — Ekspansi dan Kemitraan Global (2028–2030)

Penguatan jejaring dengan pesantren salafiyah nasional (Tebuireng, Lirboyo, dsb.) dan lembaga internasional (Al-Azhar, Darul Mustafa). Festival Tafaqquh Fiddin Nasional MTI setiap tahun. Publikasi Ensiklopedia Kader Ulama MTI. Penetapan MTI sebagai Center of Excellence Ulama Nusantara.

Revitalisasi MTI bukan sekadar nostalgia terhadap masa lalu, melainkan strategi mempertahankan identitas keilmuan Islam yang otentik di tengah arus modernisasi dan digitalisasi. LP3N mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan MTI kembali sebagai mercusuar tafaqquh fiddin, tempat lahirnya ulama yang memanusiakan manusia, membimbing umat, dan menjaga warisan keilmuan Rasulullah ï·º.

KONKLUSI

LP3N, sebagai lembaga strategis yang dibentuk untuk mengelola dan mengarahkan pendidikan PERTI, memandang situasi MTI saat ini sebagai darurat khittah. Perubahan dari sistem asli MTI—kelas 1–7 berkesinambungan, berbasis tafaqquh fiddin, dengan metode talaqqi, halaqah, dan pembinaan adab—ke format madrasah formal MTs–MA yang terikat kurikulum nasional telah menggeser orientasi kaderisasi ulama menjadi sekadar produksi lulusan akademis.

Kegelisahan pimpinan MTI di berbagai daerah, termasuk pandangan ulama dan pengasuh pesantren senior, menegaskan bahwa pendidikan pesantren/surau bukan sekadar transfer ilmu, melainkan pembentukan pribadi, adab, dan ketangguhan hidup. Sistem formal yang dominan saat ini justru menipiskan porsi kitab kuning, melemahkan pembinaan ruhiyah, dan membebani lembaga dengan orientasi pembiayaan kapitalistik.

LP3N memandang bahwa solusi strategis untuk mengembalikan khittah MTI mencakup: (1). Membangun Jalur Khusus Kaderisasi Ulama di setiap MTI, berjalan paralel dengan jalur formal MTs–MA, dengan fokus penguasaan kitab kuning dan sanad keilmuan yang terjamin.(2.) Memanfaatkan teknologi digital untuk menghidupkan kembali tradisi surau melalui halaqah online, arsip digital turats, dan platform pembelajaran kitab berbasis sanad. (3). Membangun pembiayaan berbasis wakaf, zakat, dan infak agar pendidikan tetap fokus pada pengabdian, bukan keuntungan. (4). Menyusun Standar Nasional Tafaqquh Fiddin MTI yang menjamin keseragaman kualitas lulusan jalur kaderisasi ulama.(5). Menghidupkan kembali metode surau/pesantren salafiyah yang menekankan adab, rihlah ilmiah, dan pembiasaan ibadah.

Peta Jalan Revitalisasi MTI 2025–2030, LP3N menyiapkan langkah terukur: Tahap Konsolidasi Khittah (2025–2026): audit kurikulum, pelatihan guru bersanad, dan penyusunan modul hybrid. Tahap Implementasi Jalur Kader Ulama (2026–2028): pembukaan kelas 7 tahun, penempatan guru keliling tafaqquh, dan integrasi surau digital. Tahap Ekspansi dan Kemitraan Global (2028–2030): jejaring nasional–internasional, festival tafaqquh fiddin, dan publikasi ensiklopedia kader ulama.

Revitalisasi MTI adalah agenda strategis mempertahankan identitas keilmuan Islam yang otentik di tengah arus modernisasi. LP3N mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mengembalikan MTI sebagai mercusuar tafaqquh fiddin, pusat lahirnya ulama warasatul anbiya yang memanusiakan manusia, membimbing umat, dan menjaga warisan Rasulullah ï·º. DS. 14082025. 

*Guru Besar UIN Imam Bonjol Pembina LP3N



Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.