Type Here to Get Search Results !

Self-Awerness dan Tidak Memaksakan Oleh: Duski Samad

Surat Al-Ghashiyah (88) ayat 21..."Maka berilah peringatan, karena sesungguh nya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan." Ayat ini merupakan penegasan bagi Nabi Muhammad saw dan, secara umum, bagi para da'i (penyeru kebaikan) bahwa tugas mereka hanyalah memberi peringatan. Ini berarti menyampaikan risalah Allah, mengingatkan manusia tentang kebenaran, konsekuensi perbuatan baik dan buruk, serta hari pembalasan. Tugas seorang da'i bukan memaksa orang untuk beriman, juga bukan untuk memaksakan hidayah. Hidayah sepenuhnya adalah hak prerogatif Allah. Jadi, fokus utamanya adalah menyampaikan pesan dengan jelas dan hikmah.

Ayat 22..Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka." 

Ayat ini memperkuat makna ayat sebelumnya. Ia menegas kan bahwa Nabi Muhammad ﷺ (dan para da'i setelahnya) tidak memiliki kekuasaan atau dominasi untuk memaksakan kehendak atau iman kepada orang lain.

 Mereka tidak bertanggung jawab atas hasil dari dakwah mereka dalam arti bahwa mereka tidak bisa membuat seseorang beriman jika Allah tidak menghendaki nya. Tugas mereka hanyalah menyampaikan, sedangkan keputusan untuk menerima atau menolak sepenuhnya berada di tangan individu masing-masing. Ini juga mengandung pengertian bahwa seorang da'i tidak boleh merasa frustrasi atau putus asa jika dakwahnya tidak langsung diterima, karena mereka tidak memegang kendali atas hati manusia.

Secara keseluruhan, kedua ayat ini memberikan prinsip penting dalam berdakwah: menyampaikan dengan penuh kesabaran dan hikmah, tanpa memaksakan, dan menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah.Makna lain dari ayat itu mubaligh, mesti kuat self-awernessnya.

KESADARAN DIRI

Self-awareness (kesadaran diri) adalah kemampuan untuk memahami pikiran, emosi, perilaku, nilai, dan keyakinan diri sendiri, serta bagaimana semua itu memengaruhi diri dan orang lain. Ini adalah fondasi penting dalam kecerdasan emosional.

Self-awareness mencakup:Pemahaman Emosi. Mampu mengenali dan memberi label pada perasaan yang sedang dirasakan, serta memahami apa yang memicunya.


Pengenalan Kekuatan dan Kelemahan. Mengetahui bakat alami, kemampuan, dan batasan diri.

Identifikasi Nilai dan Prinsip. Memahami apa yang penting bagi diri sendiri dan bagaimana nilai-nilai tersebut memengaruhi pilihan dan tindakan.

Kesadaran Akan Pola Pikir dan Perilaku. Mengenali pola pikir yang tidak membantu atau merusak, serta memahami bagaimana perilaku dan interaksi sosial terbentuk.

Dampak pada Orang Lain. Menyadari bagaimana perkataan dan tindakan diri memengaruhi orang-orang di sekitar.

Respons Terhadap Stres: Mengenali apa yang membuat stres dan bagaimana bereaksi terhadapnya.

Gaya Komunikasi: Memahami gaya komunikasi alami dan bagaimana hal itu mungkin berbeda dari gaya komunikasi orang lain.

Pemahaman Akan Pengaruh Masa Lalu: Menyadari bagaimana pengalaman masa lalu membentuk pola pikir saat ini.

Self-Awareness memiliki banyak manfaat, di antaranya:

Peningkatan Pertumbuhan Pribadi: Memungkin kan Anda untuk mengevaluasi diri, belajar dari pengalaman, dan melakukan perbaikan berkelanjutan.

Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik: Dengan memahami diri sendiri, Anda dapat membuat keputusan yang lebih selaras dengan nilai dan tujuan hidup.

Hubungan yang Lebih Baik: Membantu Anda memahami bagaimana Anda memengaruhi orang lain, sehingga Anda dapat berinteraksi dan membangun hubungan yang lebih positif dan bermakna.

Pengelolaan Emosi: Memungkinkan Anda untuk mengidentifikasi dan mengelola emosi dengan lebih efektif, mengurangi stres, dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Peningkatan Kinerja: Dengan mengenali kekuatan dan kelemahan, Anda dapat memaksimal kan potensi dan memberikan kontribusi terbaik dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk profesional.

Kemampuan Berpikir Kritis: Membantu Anda untuk melihat diri sendiri secara objektif, menantang asumsi, dan menerima umpan balik.

Singkatnya, self-awareness adalah kemampuan untuk melihat diri sendiri dengan jelas dan jujur, yang menjadi kunci untuk pertumbuhan pribadi, hubungan yang sehat, dan kehidupan yang lebih memuaskan.

Kesadaran diri awal dari pengembangan diri.

PENGEMBANGAN DIRI

Takwa yang membangkitkan kesadaran untuk selalu muhasabah—mengevaluasi diri—sebelum datangnya hisab yang sesungguhnya.

Allah SWT berfirman:“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwa lah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al-Hasyr: 18)

Ayat ini mengajar kan untuk mengoreksi diri sendiri, memperhatikan amal, dan tidak terlena dengan dunia.

Rasulullah SAW bersabda:“Orang yang cerdas adalah yang mengoreksi dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Dan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.”(HR. Tirmidzi, Hasan).

Imam Hasan al-Bashri rahimahullah berkata:"Seorang mukmin adalah penjaga atas dirinya. Ia senantiasa menghisab dirinya karena Allah."

(Kutipan dalam al-Zuhd, karya Ibn al-Mubarak)

Majelis Ulama Indonesia dalam berbagai kesempatan menegaskan pentingnya taubat, muhasabah, dan islah diri sebagai kunci keselamatan umat dan fondasi moral bangsa.

Fatwa tentang etika sosial dan introspeksi diri sering dikaitkan dengan ayat: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Dalam psikologi, introspeksi atau self-awareness adalah kunci pengembangan diri. Psikolog Muslim seperti Malik Badri menyebutkan bahwa kesadaran spiritual mampu menenangkan kecemasan, menguatkan kontrol diri, dan memper baiki relasi sosial.

Menurut teori self-regulation, orang yang rajin mengevaluasi diri (muhasabah) memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam mengatur emosi dan tindakan. Ini selaras dengan konsep taubat dan muraqabah dalam Islam.

Marilah kita sering mengingatkan diri. Jangan tunggu musibah untuk sadar, jangan tunggu ajal untuk menyesal. Evaluasi diri, kembalikan hati pada Allah, perkuat amal saleh, dan jaga hubungan baik dengan sesama.

"Faman ya’mal mitsqāla żarratin khairan yarah, wa man ya’mal mitsqāla żarratin syarran yarah."(QS. Az-Zalzalah: 7-8)

Pesan Praktis:

Jadwalkan waktu harian untuk muhasabah. Tulis jurnal syukur dan introspeksi. Luruskan niat dan terus perbaiki diri dengan nasihat dan dzikir.

Kesimpulan

Khutbah ini menegaskan bahwa inti dari dakwah Islam bukanlah pemaksaan, tetapi kesadaran diri (self-awareness) dalam menyampai kan kebenaran secara hikmah dan bijaksana. Merujuk kepada Surah Al-Ghashiyah ayat 21–22, Allah menegaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ hanyalah pemberi peringatan, bukan pemaksa keimanan. Hidayah adalah hak prerogatif Allah, dan tugas para da'i hanyalah menyampaikan dengan tulus dan sabar.

Prinsip ini menjadi pijakan etik dalam dakwah: menyampai kan tanpa memaksa, mendidik tanpa menekan, dan mengajak tanpa merasa paling benar. Sebab, kekuatan dakwah lahir dari kedalaman kesadaran diri sang mubaligh terhadap peran dan keterbatasannya di hadapan Allah dan manusia.

Self-awareness atau kesadaran diri adalah kunci pembeda antara dakwah yang mencerahkan dengan dakwah yang membebani. Seorang da'i yang sadar diri mampu mengenali emosi, nilai, dan motivasinya, serta dampak ucapannya terhadap orang lain. Ia tidak hanya berkata-kata, tapi juga mencerminkan kedewasaan spiritual dan emosional dalam tindakan.

Dalam Islam, kesadaran diri adalah bagian dari taqwa dan muhasabah—evaluasi diri yang menjadi jalan menuju keselamatan. QS. Al-Hasyr ayat 18 dan QS. Ar-Ra’d ayat 11 menegaskan bahwa perubahan umat harus dimulai dari kesadaran dan perubahan pada diri sendiri. Hadis Nabi dan pandangan Imam Hasan al-Bashri juga memperkuat pentingnya evaluasi diri dan introspeksi sebagai ciri mukmin yang sejati.

Dalam konteks kontemporer, self-awareness selaras dengan teori psikologi modern dan spiritualitas Islam. Kesadaran diri bukan sekadar memahami perasaan, tapi juga menyadari nilai hidup, mengatur emosi, memperkuat hubungan sosial, dan meningkatkan kualitas ibadah serta amal.

Penutup dan Pesan Praktis:

Marilah kita sebagai mukmin membiasa kan diri untuk tidak hanya menasihati orang lain, tetapi juga menasihati diri sendiri terlebih dahulu. Jangan tunggu musibah untuk sadar. Jangan tunggu ajal untuk menyesal. Jadikan muhasabah harian sebagai kebiasaan: tulis jurnal syukur, evaluasi niat, dzikir pagi petang, dan koreksi hubungan sosial.

“Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya).” (QS. Az-Zalzalah: 7–8)

Dakwah yang kuat lahir dari hati yang jernih dan kesadaran diri yang tinggi. Itulah jalan dakwah Nabi. Itulah jalan keselamatan. ds.04072025. Wallahu a’lam.

*Khutbah di Masjid Muhajirin Pasir Putih Tabing Padang



Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.