Type Here to Get Search Results !

Kepemimpinan Perti Berbasis ABS-SBK Oleh: Duski Samad

Dalam waktu dekat, akhir bulan Juli 2025 ini Pengurus Daerah Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PD PERTI) Provinsi Sumatera Barat akan mengelar Musyawarah Daerah (MUSDA) sebagai institusi suksesi kepemimpinan periode lima tahun ke depan. 

Kepemimpinan adalah amanah besar dalam Islam. PERTI sebagai organisasi ulama dan intelektual umat, memiliki peran strategis menyiapkan pemimpin yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual. Artikel ini disusun untuk membekali setiap kader dan pengurus PERTI dengan panduan singkat namun mendalam mengenai prinsip dan etika kepemimpinan khas PERTI: berbasis nilai ABS-SBK.

PERTI dan ABS-SBK

PERTI lahir pada tahun 1928 sebagai reaksi atas tantangan kolonialisme dan upaya sekularisasi pendidikan Islam. Para pendiri seperti Syekh Sulaiman ar-Rasuli membawa misi besar menyatukan adat Minangkabau dan syariat Islam dalam bingkai pendidikan dan organisasi.

ABS-SBK adalah filsafat hidup yang menyatukan adat dan syarak."Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah"

Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) hadir pada awal abad ke-20 dan berkembang dalam konteks ketegangan antara dua arus pembaruan Islam Kaum Tua (tradisionalis) dan Kaum Muda (modernis). 

PERTI tampil sebagai representasi formal dari Kaum Tuo, yakni ulama dan masyarakat yang mempertahankan tradisi Islam lokal yang bersanad, bermazhab Syafi'i, serta berpijak pada prinsip Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

"Kaum Tuo" yang dimaksud merujuk pada kelompok ulama tradisional yang menolak pembaruan Islam yang terlalu liberal atau membebaskan diri dari tradisi. Ciri-ciri utama mereka meliputi berpegang pada mazhab Syafi’i, beraqidah menurut imam Abu Hasan al Asyariyah dan Maturidiyah (ahlussunah waljamaah). Mengajarkan ilmu agama secara talaqqi di surau atau madrasah tradisional.

Menerima dan mengamal tarekat sebagai bagian dari keislaman, seperti Naqsyabandiyah dan tarekat mu'tabarah lainnya. Mempertahankan nilai-nilai lokal dan adat Minangkabau dalam bingkai Islam.

PERTI yang didirikan pada tahun 1928 di Candung, Agam, oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuli (Inyiak Canduang) adalah respon terhadap tantangan pembaruan dan kolonialisme. Tujuan utama PERTI adalah memperkuat pendidikan Islam tradisional melalui Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI).

Membentengi aqidah dan syariah umat dari paham yang menyimpang. Menjaga kesatuan antara adat dan syarak melalui peran ulama dalam kehidupan nagari.

PERTI sebagai Wadah Organisasi Kaum Tuo dalam konteks sejarah dan sosiologi, PERTI berperan sebagai pemersatu ulama tradisional Minangkabau, terutama yang terhubung dengan jaringan surau dan tarekat. Organisasi dakwah dan pendidikan, yang menjembatani pesantren, madrasah, dan masyarakat. Kekuatan politik dan sosial, yang sempat menjadi partai politik di era awal kemerdekaan dan berperan di Konstituante.

PERTI dan Adat Minangkabau.

Kaum Tuo melalui PERTI memperkuat sinergi antara Islam dan adat Minangkabau. Relasi ini tercermin dalam konsep "Adat Basandi Syarak" yang dijaga melalui fatwa ulama dan peran mereka di Kerapatan Adat Nagari. Kepemimpinan kultural dan spiritual, di mana Syekh dan Tuanku Guru menjadi rujukan moral masyarakat.

Peran dalam pelestarian surau, sebagai institusi sosial-religius yang membina karakter anak nagari.

Tantangan dan Transformasi.

Saat ini, PERTI dan kaum tuo menghadapi sejumlah tantangan di antaranya

Modernisasi pendidikan yang menuntut integrasi ilmu umum dan agama. Digitalisasi dakwah, yang mengharuskan ulama tradisional adaptif terhadap media baru.

Pemahaman keislaman generasi muda yang lebih terbuka terhadap pluralitas pemikiran Islam. Namun, PERTI juga menunjukkan upaya transformasi, seperti:

Membentuk Lembaga Penyelenggaraan Pendidikan PERTI Nasional (LP3N).

Mengembangkan MTI dan perguruan tinggi.Melakukan kaderisasi ulama dan regenerasi pemimpin berbasis nilai ABS-SBK.

PERTI dan Kaum Tuo adalah dua entitas yang tidak terpisahkan dalam sejarah sosial- keagamaan Minangkabau. PERTI mewakili bentuk kelembagaan dari perjuangan ulama tradisional yang tetap relevan di tengah dinamika zaman. Dalam upaya membangun peradaban yang bermartabat, menghidupkan kembali nilai-nilai PERTI dan Kaum Tuo berarti menguatkan pondasi Islam yang berakar pada tradisi, ilmu, dan akhlak.

Prinsip-Prinsip Kepemimpinan PERTI.

• Amanah: Kepemimpinan adalah tanggung jawab, bukan kehormatan.

• Syura (musyawarah): Keputusan diambil secara kolektif.

• Tafaqqur dan Tazakkur: Berpikir dalam ilmu dan berzikir dalam tindakan.

• Beradab: Mewakili warisan ulama dan tokoh adat.

• Berorientasi pelayanan: Melayani umat dan mendidik masyarakat.

Nilai Dasar: Adat, Syarak, dan Kitabullah.

Adat Minangkabau mengajarkan struktur sosial dan etika, syarak memberi norma ilahiah, dan Kitabullah adalah sumber hukum utama. Seorang pemimpin PERTI wajib memahami relasi ini dan menempatkannya sebagai fondasi kebijakan dan tindakannya.

Ideal Pemimpin PERTI:

• Berilmu dan bersanad (memiliki hubungan keilmuan dengan ulama terdahulu)

• Bertanggung jawab terhadap organisasi dan umat

• Mampu menyeimbangkan peran tradisi dan modernitas

• Aktif dalam pendidikan, dakwah, dan sosial kemasyarakatan.

• Kaderisasi dan Regenerasi

• Sistem kaderisasi berjenjang dari surau/madrasah hingga perguruan tinggi

• Wajib menguasai sejarah, manhaj, dan metode dakwah PERTI

• Pembinaan melalui halaqah, pelatihan, dan magang kepemimpinan

Akhlak Pemimpin

“Innamā bu‘itstu li utammima makārimal akhlāq.”(HR. Ahmad)

“Aku diutus untuk menyempurna kan akhlak mulia.”

Pemimpin PERTI adalah teladan dalam tutur, sikap, dan keputusan. Ia harus jujur, sabar, terbuka terhadap kritik, dan mengutamakan kepentingan umat.

Tantangan Kekinian dan Arah Gerak.

Krisis identitas dan budaya lokal. Disrupsi digital dan globalisasi nilai. Polarisasi sosial dan politik umat. PERTI perlu membangun kepemimpinan transformasional yang tetap berpijak pada ABS-SBK, namun responsif terhadap zaman.

KESIMPULAN

Kepemimpinan dalam PERTI adalah manifestasi dari nilai keulamaan, kearifan lokal, dan komitmen terhadap Islam rahmatan lil 'alamin. Berdiri atas fondasi filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), PERTI tidak hanya menjadi pelanjut tradisi kaum tuo, tetapi juga menjadi institusi kultural, spiritual, dan intelektual yang berperan besar dalam pembinaan umat dan pembangunan nagari.

Musyawarah Daerah PERTI Sumatera Barat yang segera dilaksanakan merupakan momentum strategis untuk memastikan regenerasi kepemimpinan yang:

• berilmu dan bersanad,

• menjaga integritas organisasi dan umat,

• serta mampu merespons tantangan zaman dengan tetap berakar pada nilai-nilai luhur warisan ulama Minangkabau.

Prinsip-prinsip kepemimpinan PERTI seperti amanah, syura, beradab, dan pelayanan umat, harus menjadi karakter utama setiap pemimpin yang lahir dari rahim organisasi ini. Keberhasilan kaderisasi, keberlanjutan pendidikan MTI, dan kekuatan moral para tuanku serta syekh dalam membina umat menjadi barometer hidupnya ruh PERTI dalam realitas sosial keagamaan Sumatera Barat.

Tantangan modernisasi, digitalisasi, dan pluralitas pemikiran harus dijawab dengan kepemimpinan transformasional — yang teguh dalam prinsip ABS-SBK namun luwes dalam metode dan pendekatan. Maka dari itu, kebangkitan PERTI adalah kebangkitan kembali kaum tuo sebagai penjaga akidah, penjaga adat, dan pelayan umat.

Sebagaimana Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak, pemimpin PERTI pun harus menjadi pelita akhlak di tengah umat. Dengan demikian, PERTI tetap relevan sebagai wadah dakwah, pendidikan, dan pengabdian yang berpihak kepada tradisi, kemajuan, dan masa depan peradaban Islam Indonesia.ds.12072025.

*Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) PERTI 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.