![]() |
Penyunting naskah: Titip Elyas
Di era digital saat ini, pendidikan mengalami transformasi besar-besaran yang tak bisa dihindari. Integrasi antara sistem pendidikan dan teknologi digital telah merasuk ke dalam ruang-ruang belajar anak-anak, baik di rumah maupun di sekolah. Namun, perkembangan ini tidak datang tanpa tantangan. Peran pendidikan Islam pun kembali dituntut untuk hadir, bukan hanya sebagai alternatif, melainkan solusi utama terhadap problematika yang semakin kompleks dalam mendidik generasi muda di zaman serba digital ini.
Salah satu tantangan paling serius adalah penggunaan gadget secara bebas oleh anak-anak tanpa pengawasan orang tua. Banyak orang tua yang, karena kesibukan pekerjaan atau keterbatasan waktu, memberikan gadget kepada anak-anak hanya agar mereka tenang dan tidak mengganggu aktivitas orang tua. Tanpa disadari, tindakan ini justru membuka peluang besar bagi anak untuk mengakses konten yang tidak layak, yang merusak akhlak dan pertumbuhan psikologis mereka.
Anak-anak yang terlalu lama terpapar layar berisiko mengalami berbagai gangguan, mulai dari keterlambatan bicara (speech delay), kemunduran interaksi sosial, kurangnya daya imajinasi, hingga gangguan penglihatan. Ini menjadi sinyal kuat bahwa perlu ada pengendalian dan panduan dalam pemanfaatan teknologi di usia dini.
Dalam konteks ini, pendidikan Islam hadir sebagai tameng yang kokoh. Islam menekankan pentingnya pembinaan akhlak, keimanan, dan ilmu pengetahuan secara seimbang. Prinsip ini selaras dengan ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Alaq ayat 1-5, dan diperkuat oleh hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.
Sebagaimana ungkapan Ali bin Abi Thalib: “Didiklah anakmu sesuai zamannya, bukan zamanmu”, maka pendidikan Islam pun harus fleksibel dan responsif terhadap zaman, termasuk dalam memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran. Ini berarti guru dan orang tua tidak boleh gagap teknologi, tetapi harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dengan kecanggihan digital, agar anak tidak tercerabut dari akar moral dan agamanya.
Pendidikan Islam mampu memberikan kerangka kerja yang sehat dalam memanfaatkan teknologi digital, antara lain:
1. Mengajarkan anak menggunakan media digital secara Islami.
2. Meningkatkan literasi digital dengan konten-konten keagamaan yang mencerahkan.
3. Memanfaatkan media sosial sebagai sarana dakwah dan penyebaran nilai-nilai kebaikan.
4. Mendorong anak menghasilkan karya digital yang Islami dan edukatif.
Namun peran guru dan orang tua tidak berhenti sampai di sana. Dibutuhkan komunikasi yang erat antara keduanya untuk menyusun strategi pendidikan digital yang tepat. Mulai dari membuat jadwal penggunaan gadget, menerapkan pendekatan edukatif, hingga menjadwalkan hari bebas gadget (digital detox) agar terjadi interaksi sosial nyata di rumah dan lingkungan sekitar.
Islam menempatkan pendidikan sebagai tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah, dan masyarakat—yang disebut sebagai segitiga emas pendidikan. Dengan demikian, kolaborasi antara ketiganya mutlak diperlukan untuk mencetak generasi beriman, berilmu, dan berakhlak di tengah derasnya arus digitalisasi.
Pendidikan Islam tidak hanya bicara soal nilai-nilai, tetapi juga membentuk sistem dan pola pikir yang mampu menjawab tantangan zaman. Maka, di tengah derasnya gelombang digital yang membentuk gaya hidup anak-anak, pendidikan Islam adalah mercusuar yang membimbing arah perjalanan mereka menuju masa depan yang cerah, cerdas, dan berakhlak. Hbis
*Dosen Ilmu Hadis STAIN Mandailing Natal, Sumatera Utara