Type Here to Get Search Results !

Pendidik Militan dan Profesional Oleh: Duski Samad

Di tengah arus perubahan zaman yang begitu cepat, pendidik dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan. Generasi muda saat ini, akrab dengan istilah generasi Z atau generasi alfa, hidup dalam realitas yang serba digital, informasi melimpah ruah, dan interaksi sosial yang seringkali lebih banyak di dunia maya. Hal ini tak jarang memunculkan kegalauan, kecemasan, bahkan kebingungan identitas di kalangan mereka. Di sinilah peran pendidik militan dan profesional menjadi krusial.

Pendidik Militan: 

Jiwa Pendidik yang Tak Kenal Menyerah. Seorang pendidik militan bukanlah mereka yang mengguna kan kekerasan atau paksaan, melainkan mereka yang memiliki semangat juang tinggi, dedikasi tak tergoyahkan, dan komitmen mendalam terhadap panggilan profesinya. Mereka adalah individu yang tidak mudah menyerah menghadapi berbagai persoalan anak didik, mulai dari masalah akademis, sosial, hingga psikologis. 

Militansi di sini berarti kegigihan dalam mencari solusi, inovasi dalam metode pengajaran, dan ketulusan dalam membimbing.

Dalil yang menguatkan semangat militansi ini bisa kita temukan dalam firman Allah SWT:"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104)

Ayat ini secara implisit mengajak untuk menjadi agen perubahan yang aktif dan berani menyerukan kebaikan, yang dalam konteks pendidikan berarti gigih dalam membentuk karakter dan membimbing siswa ke arah yang benar, meskipun diwarnai berbagai tantangan.

Pendidik Profesional: Kompetensi dan Etika sebagai Pilar Utama.

Militansi saja tidak cukup tanpa diiringi profesionalisme. Seorang pendidik profesional adalah mereka yang memiliki kompetensi pedagogik, personal, sosial, dan profesional yang mumpuni. Mereka memahami karakteristik perkembangan anak didik, menguasai materi pelajaran, mampu mengelola kelas dengan efektif, dan senantiasa mengembangkan diri melalui pelatihan dan riset.

Pandangan ulama menekankan pentingnya ilmu dan akhlak dalam pendidikan. Imam Al-Ghazali, dalam kitabnya Ihya' Ulumuddin, sangat menekankan pentingnya seorang pendidik untuk memiliki ilmu yang mendalam dan akhlak yang mulia, karena ilmu yang tidak dibarengi akhlak akan kehilangan keberkahannya.

Kajian Ilmiah Pendidikan: Memahami Akar Kegalauan Anak Didik.Kajian ilmiah dalam bidang pendidikan kontemporer banyak menyoroti isu-isu yang menyebabkan kegalauan pada anak didik.

Beberapa di antaranya meliputi:

1. Tekanan Akademik dan Ekspektasi Sosial: Banyak siswa merasa terbebani oleh tuntutan nilai yang tinggi dan ekspektasi orang tua atau masyarakat yang kadang tidak realistis. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of Educational Psychology menunjukkan bahwa tekanan berlebih dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan burnout pada remaja.

2. Ketergantungan Gawai dan Media Sosial: Penelitian dari American Academy of Pediatrics secara konsisten menunjukkan bahwa penggunaan gawai berlebihan dapat memicu masalah tidur, penurunan konsentrasi, dan peningkatan risiko masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi. Media sosial juga seringkali menjadi ajang perbandingan yang tidak sehat, memicu rendah diri dan isu citra tubuh.

3. Krisis Identitas dan Eksistensial: Anak didik di usia remaja seringkali berada dalam fase pencarian identitas diri. Di tengah arus informasi yang tak terbendung, mereka dihadapkan pada berbagai pilihan nilai dan gaya hidup, yang bisa membingungkan dan memicu pertanyaan eksistensial tentang tujuan hidup. Kajian dalam Developmental Psychology menegaskan bahwa dukungan emosional dari orang dewasa yang berarti sangat krusial dalam fase ini.

Peran Pendidik Militan dan Profesional dalam Mengatasi Kegalauan.

Dalam menghadapi kegalauan ini, pendidik militan dan profesional dapat mengambil langkah-langkah strategis:

1. Membangun Relasi yang Positif: 

Pendidik harus menjadi figur yang dapat dipercaya dan tempat curhat bagi siswa. Hubungan yang hangat dan suportif dapat mengurangi tingkat kecemasan siswa.

2. Literasi Digital yang Sehat: 

Mengajarkan siswa untuk kritis terhadap informasi di media sosial, mengenali hoax, dan membatasi waktu layar adalah bagian penting dari pendidikan abad 21.

3. Pengembangan Keterampilan Hidup (Life Skills): 

Selain akademik, pendidik perlu membekali siswa dengan keterampilan problem-solving, resiliensi, regulasi emosi, dan kemampuan beradaptasi.

4. Pendekatan Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa: Mendorong partisipasi aktif, memberikan ruang untuk ekspresi diri, dan mengakui keberagaman gaya belajar siswa dapat meningkatkan motivasi dan rasa memiliki.

5. Kolaborasi dengan Orang Tua dan Komunitas: 

Masalah kegalauan siswa tidak bisa diatasi sendiri. Sinergi antara sekolah, keluarga, dan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan.

Memadukan semangat militansi yang tak kenal lelah dan profesionalisme yang berlandaskan ilmu pengetahuan serta etika, pendidik dapat menjadi mercusuar yang membimbing anak didik melalui badai kegalauan, mengarahkan mereka menuju masa depan yang lebih cerah dan penuh makna. Ini adalah panggilan mulia yang menuntut dedikasi, keilmuan, dan hati yang tulus.

RITUAL, SIPRITUAL DAN EMOSIONAL

Pendidik adalah profesi yang tidak hanya melibatkan transfer ilmu, tetapi juga sentuhan kemanusiaan yang mendalam. Dalam menjalankan perannya, pendidik melibatkan tiga aspek penting: ritual, spiritual, dan emosional. Ketiganya saling terkait dan membentuk fondasi bagi pendidik yang utuh dan efektif.

Aspek Ritual Pendidik.

Aspek ritual dalam konteks pendidik merujuk pada rutinitas, kebiasaan, dan praktik-praktik yang dilakukan secara konsisten dan berulang dalam proses pendidikan. Ini adalah kerangka kerja yang terstruktur dan teratur yang memberikan landasan bagi kegiatan belajar mengajar.

1. Praktik Mengajar Harian: 

Ini termasuk persiapan rencana pembelajaran, pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas (misalnya, membuka pelajaran, menjelaskan materi, memberikan tugas), serta evaluasi hasil belajar. Konsistensi dalam praktik ini menciptakan lingkungan belajar yang prediktabel dan aman bagi siswa.

2. Disiplin Diri dan Waktu: 

Pendidik yang profesional menunjukkan kedisiplinan dalam kehadiran, manajemen waktu, dan penyelesaian tugas administratif. Ritual ini mencerminkan komitmen dan tanggung jawab pendidik.

3. Upacara dan Peringatan: 

Keterlibatan dalam upacara bendera, peringatan hari besar nasional atau keagamaan, serta ritual sekolah lainnya (misalnya, doa bersama sebelum pelajaran) menanamkan nilai-nilai kebersamaan, nasionalisme, dan karakter pada siswa.

4. Pengembangan Profesional Berkelanjutan: 

Mengikuti pelatihan, seminar, atau membaca jurnal ilmiah secara rutin merupakan ritual pengembangan diri yang menjaga pendidik tetap relevan dan kompeten.

Mengapa ini penting? Ritual memberikan struktur, konsistensi, dan rasa aman. Bagi siswa, rutinitas membantu mereka memahami ekspektasi dan beradaptasi dengan lingkungan belajar. Bagi pendidik, ritual membantu menjaga fokus dan efektivitas dalam menjalankan tugas.

Aspek Spiritual Pendidik.

Aspek spiritual pendidik tidak selalu terbatas pada keyakinan agama tertentu, melainkan lebih pada dimensi internal, nilai-nilai luhur, dan makna mendalam yang menjadi landasan bagi tindakan seorang pendidik. Ini adalah jiwa dari profesi pendidik.

1. Panggilan Jiwa (Vocation): 

Banyak pendidik merasakan profesi mereka sebagai panggilan, bukan sekadar pekerjaan. Ada dorongan batin untuk berkontribusi pada pembentukan karakter dan masa depan generasi muda. Ini adalah sumber motivasi intrinsik yang kuat.

2. Nilai-nilai Luhur: Pendidik yang spiritual memegang teguh nilai-nilai seperti integritas, kejujuran, kasih sayang, kesabaran, keadilan, dan empati. Nilai-nilai ini termanifestasi dalam setiap interaksi dan keputusan yang dibuat.

3. Keyakinan pada Potensi Anak Didik: Pendidik spiritual melihat setiap anak sebagai individu yang memiliki potensi unik, meskipun mungkin tersembunyi. Mereka memiliki keyakinan bahwa setiap anak bisa berkembang dan sukses, terlepas dari latar belakang atau tantangan yang dihadapi.

4. Memberi Makna: Pendidik spiritual berusaha memberikan makna pada pembelajaran, tidak hanya sekadar materi pelajaran. Mereka membantu siswa memahami relevansi ilmu pengetahuan dengan kehidupan nyata dan tujuan hidup.

5. Refleksi Diri: 

Melakukan perenungan dan refleksi tentang praktik mengajar, tantangan yang dihadapi, dan dampak yang diberikan kepada siswa. Ini membantu pendidik untuk terus belajar dan bertumbuh secara pribadi.

Mengapa ini penting?

Aspek spiritual memberikan kedalaman dan makna pada pekerjaan pendidik. Ia menjadi sumber resiliensi di tengah tantangan, ketulusan dalam membimbing, dan inspirasi bagi siswa untuk mengejar kebaikan dan potensi diri.

Aspek Emosional Pendidik.

Aspek emosional pendidik melibatkan kemampuan untuk memahami, mengelola, dan mengekspresikan emosi diri sendiri, serta mengenali dan merespons emosi siswa. Kecerdasan emosional. (EQ) sangat krusial dalam profesi ini.

1. Empati: 

Kemampuan untuk merasakan dan memahami perasaan siswa, terutama di tengah kegalauan atau kesulitan yang mereka alami. Empati memungkinkan pendidik untuk memberikan dukungan yang relevan dan membangun hubungan yang kuat.

2. Regulasi Emosi: Pendidik harus mampu mengelola emosi mereka sendiri, terutama saat menghadapi situasi sulit atau frustrasi di kelas. Menjaga ketenangan dan profesionalisme penting agar tidak terpancing emosi negatif.

3. Ketahanan Emosional (Resilience): 

Profesi pendidik seringkali penuh tekanan. Pendidik harus memiliki kemampuan untuk pulih dari kekecewaan, kegagalan, atau kritik, dan tetap semangat dalam menjalankan tugas.

4. Membangun Ikatan Emosional: 

Menciptakan lingkungan kelas yang positif dan suportif di mana siswa merasa aman, dihargai, dan termotivasi. Ini melibatkan menunjukkan kehangatan, perhatian, dan kesediaan untuk mendengarkan.

5. Menginspirasi dan Memotivasi: 

Pendidik yang cakap secara emosional mampu mengguna kan emosi positif (semangat, antusiasme) untuk menginspirasi siswa, membangun kepercayaan diri mereka, dan memotivasi mereka untuk belajar dan berkembang.

Mengapa ini penting? Emosi adalah bahasa universal. Pendidik yang sadar secara emosional dapat menciptakan iklim belajar yang positif, membangun kepercayaan dengan siswa, dan secara efektif mengatasi konflik atau masalah perilaku. Mereka menjadi jangkar emosional bagi siswa, terutama di masa-masa sulit.

Kesimpulan:

Pendidik yang hebat adalah mereka yang mampu mengintegrasikan ketiga aspek ini. Ritual memberikan struktur dan efisiensi, spiritualitas memberikan makna dan ketulusan, sementara kecerdasan emosional memungkinkan mereka untuk terhubung secara otentik dengan siswa. Kombinasi ketiganya menciptakan seorang pendidik yang tidak hanya efektif dalam mentransfer pengetahuan, tetapi juga mampu membentuk karakter, menginspirasi, dan menjadi teladan bagi generasi penerus. DS. 23062025.

*Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.