![]() |
UIN berasal dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN), yang pada awalnya fokus pada studi keislaman klasik (tafaqquh fiddin).
Sejak perubahan menjadi UIN, terjadi integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum (sains, sosial, teknologi).
Mengembangkan pendekatan integratif-holistik berbasis Islamisasi ilmu pengetahuan, integrasi-interkoneksi, dan penguatan epistemologi Islam.
Munculnya tokoh-tokoh akademik Muslim dari UIN yang berkiprah di nasional dan internasional.
Terbitnya jurnal ilmiah bereputasi dan penguatan riset keislaman.
Pembukaan fakultas umum (kedokteran, teknik, ekonomi syariah) sebagai bentuk respons terhadap kebutuhan zaman.
Dilema identitas antara institusi "keislaman" dan "universitas modern".
Kurangnya penguatan pada epistemologi Islam dalam kurikulum fakultas umum. Tantangan globalisasi, sekularisasi pendidikan, dan tekanan birokratisasi yang berpotensi melemahkan misi Islamisasi ilmu.
Menjadi pusat produksi ilmu Islam modern: UIN bisa melahirkan intelektual Muslim yang mampu membumikan nilai-nilai Islam dalam bidang ekonomi, teknologi, dan sains.
Jembatan antara tradisi dan modernitas. Kekuatan kultural dan legitimasi keagamaan, UIN dapat menjadi mediator antara ulama tradisional dan ilmuwan modern. UIN berpotensi membangun jaringan dengan universitas Islam dunia dan mengarusutamakan Islam sebagai solusi peradaban, bukan hanya dogma keagamaan.
Universitas Islam Negeri: Pendidikan tinggi Islam telah mengalami pergeseran signifikan dalam menjawab tantangan zaman. Dari institusi yang semata-mata mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan, kini berkembang menjadi universitas yang menawarkan multidisiplin ilmu. Di Indonesia, transformasi IAIN menjadi UIN menandai upaya untuk menjawab kebutuhan zaman tanpa kehilangan akar spiritual dan intelektual Islam.
Pergeseran Paradigma: Dari Tafaqquh Fiddin ke Integrasi Keilmuan
Secara historis, UIN berakar dari tradisi pesantren dan madrasah yang fokus pada penguasaan ilmu-ilmu keislaman.
Sejak awal 2000-an, terjadi transformasi menuju model pendidikan integratif: penggabungan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Wacana besar yang mempengaruhi: Islamisasi ilmu pengetahuan (Ismail Raji al-Faruqi, Syed Muhammad Naquib al-Attas), integrasi-interkoneksi (Azyumardi Azra, Amin Abdullah).
Realita Empirik: Antara Capaian dan Tantangan
Capaian:
UIN telah menghasilkan cendekiawan Muslim dengan kompetensi keilmuan ganda (agama dan umum). Berhasil membuka fakultas kedokteran, sains, teknologi, dan ekonomi syariah. Menjadi rujukan nasional dan internasional dalam studi Islam dan sosial keagamaan.
Tantangan krisis identitas. Dilema antara karakter keislaman dan format universitas modern. Dikotomi epistemologis: ilmu umum yang diajarkan kurang terintegrasi dengan nilai-nilai Islam.
Birokratisasi pendidikan: tekanan administratif seringkali mengurangi otonomi keilmuan dan daya transformasi.
Potensi Strategis UIN bagi Peradaban Islam. Pusat intelektual Islam kontemporer: UIN bisa menjadi tempat kelahiran ide-ide pembaruan Islam dalam bidang teknologi, etika, dan ekonomi.
Mediator peradaban: menghubungkan ulama klasik dengan ilmuwan modern; menjembatani Timur dan Barat, tradisi dan inovasi.
Aktor global: melalui kerja sama internasional dan jejaring akademik, UIN dapat menjadi corong Islam rahmatan lil ‘alamin yang relevan di panggung global.
Transformasi UIN merupakan respons visioner terhadap tuntutan zaman dan tantangan global umat Islam. Dengan memperkuat paradigma integratif, mengatasi hambatan epistemologis dan struktural, serta membangun sinergi global, UIN dapat memainkan peran kunci dalam kebangkitan peradaban Islam abad ke-21.
Apresiasi Akademik
Relevansi dan Kekuatan Gagasan Artikel ini sangat relevan dalam konteks transformasi pendidikan tinggi Islam di Indonesia. Bagaimana UIN tidak sekadar mengalami perubahan administratif, tetapi juga mengalami pergeseran epistemologis yang mendalam. Gagasan tentang integrasi keilmuan berbasis Islamisasi pengetahuan menjadi tawaran strategis yang kuat dalam arus globalisasi pendidikan.
Pendekatan Historis-Konseptual yang Kritis. Penulis tidak hanya mendeskripsikan perkembangan UIN secara kronologis, tetapi juga mengaitkannya dengan wacana besar seperti Islamisasi ilmu, integrasi-interkoneksi, serta peran tokoh-tokoh Muslim kontemporer. Ini memberi kedalaman teoretis dan menempatkan UIN dalam konteks dinamika global dunia Islam.
Penegasan Posisi Strategis UIN Apresiasi perlu diberikan pada upaya mengangkat UIN sebagai mediator peradaban, yaitu menjembatani ulama klasik dan ilmuwan modern, serta sebagai aktor global dalam promosi Islam sebagai nilai dan solusi, bukan sekadar dogma.
Capaian Empirik yang Diakui Artikel mencatat dengan baik pencapaian UIN seperti berdirinya fakultas umum, berkembangnya riset keislaman, serta kontribusi alumni di tingkat nasional dan internasional. Ini menjadi bukti transformasi yang nyata dan bukan sebatas jargon kebijakan.
Kritik konstruktif
Kurangnya Elaborasi Konseptual Epistemologi Islam Walaupun istilah seperti "epistemologi Islam", "Islamisasi ilmu", dan "integrasi- interkoneksi" sering disebut, penulis belum sepenuhnya menjelaskan apa isi, bentuk, dan implikasi operasional dari konsep-konsep tersebut dalam konteks kurikulum, metode pembelajaran, dan riset di UIN. Hal ini penting agar transformasi epistemologis tidak berhenti pada narasi normatif.
Minimnya Data Empirik Konkret. Artikel masih bersifat deskriptif umum dan belum dilengkapi data kuantitatif atau studi kasus dari UIN tertentu. Misalnya, perbandingan kurikulum antara Fakultas Kedokteran UIN dan universitas umum lain, atau evaluasi kurikulum integratif di Fakultas Ushuluddin.
Belum Menyentuh Aspek Kelembagaan dan Politik Pendidikan Kritik terhadap birokratisasi dan tekanan administratif disebutkan, namun belum dikaji lebih dalam bagaimana otonomi akademik di UIN dibatasi oleh sistem birokrasi negara atau politik anggaran. Hal ini penting karena misi Islamisasi ilmu bisa terhambat oleh struktur non-akademik.
Kekurangan Perspektif Global. Walau disebutkan bahwa UIN berpotensi menjadi aktor global, penulis belum membandingkan UIN dengan universitas Islam terkemuka dunia seperti IIUM (Malaysia), Al-Azhar (Mesir), atau Zaytuna College (AS). Perbandingan ini penting untuk menilai sejauh mana UIN bisa bersaing dan berkontribusi secara global.
Rekomendasi
Diperlukan penelitian lapangan atau studi evaluatif terhadap penerapan integrasi ilmu di beberapa UIN (misalnya: UIN Jakarta, UIN Malang, UIN Sunan Kalijaga).
Artikel dapat diperluas dengan analisis SWOT kelembagaan, untuk mengukur daya saing UIN secara sistemik.
Perlu dibangun framework epistemologi Islam terapan, yang bisa diintegrasikan dalam setiap rumpun ilmu di UIN secara konkrit dan metodologis.ds. 10052025.
*Dosen UIN Imam Bonjol