![]() |
Sikap ugahari Joko Widodo pasti mampu meredakan kegaduhan tentang ijazah palsu yang tak kunjung rampung diselesaikan. Karena kegaduhan yang terjadi dapat menimbulkan multi tafsir semakin liar berkembang menambah keruetan upaya untuk menyelesaikan masalah ijazah yang telah menimbulkan kegaduhan berkepanjangan tak kunjung usai. Apalagi kemudian, sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat yang lantang dan keras mempersoalkan masalah ijazah palsu itu justru dilaporkan kepada Kepolisian di Jakarta.
Sekiranya pada tahap awal kekisruhan tentang ijazah yang dianggap palsu milik Joko Widodo itu dapat ditunjukkan ketika gugatan dilayangkan sejumlah aktivis dan tokoh di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ketika itu dapat ditunjukkan, pasti kegaduhan tentang ijazah palsu itu tidak perlu melebar hingga melibatkan pihak Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada yang kini terkesan terlanjur basah. Belum lagi sejumlah guru besar yang ikut terlibat memberi kesaksian justru menambah kegaduhan semakin meluas.
Seyogyanya mantan Presiden Indonesia yang telah selesai menjalankan tugas selama dua periode -- 2014-2024 -- layak menikmati masa pensiun dengan tenang dan damai, jauh dari kegaduhan dan kericuhan yang menyesakkan. Apalagi fasilitas sebagai mantan Presiden dapat dinikmati lebih dari cukup untuk hidup nyaman dan aman bersama anak cucu dan menantu dalam kegembiraan yang mungkin tak dapat dinikmati semua orang.
Karena itu, paparan ini dimaksudkan sebagai saran -- bukan nasehat -- pada Joko Widodo dalam posisi yang telah berada pada zona nyaman dan aman dapat menekuni beragam kegiatan sosial dan keagamaan atau spiritualitas agar dapat mengisi masa pensiun dapat lebih dekat kepada Tuhan. Sahabat dan kerabat yang relatif dekat misalnya dengan Sri Eko Sriyanto Galgendu -- yang juga asli warga desa Nusukan, Solo dapat menjadi sparing partner dalam mengisi masa pensiun lebih santai dan bermakna, sehingga masalah kegaduhan ijazah yang sedang dipersoalkan oleh banyak pihak dapat segera diredakan dengan cara melakukan upaya islah, agar tidak semakin menambah banyak korban.
Seperti sikap bijak dan ugahari Presiden Prabowo Subianto, kata Sri Eko Sriyanto Galgendu, dengan segenap rendah hati menyambangi acara kaum buruh memperingati May Day di Monas. Hingga kelak akan tercatat dalam sejarah indah kaum buruh dan serikat buruh di Indonesia yang akan selalu dikenang, ada keberpihakan pada rakyat yang tengah dirundung malam. Lantaran gelombang PHK tidak terbendung dan merayah semua sektor atau bidang pekerjaan di Indonesia. Namun kesan yang baik telah tercatat dengan tinta emas dalam sejarah perburuhan di negeri kita, tandas Sri Eko Sriyanto Galgendu, saat diskusi rutin mingguan, Kamis-Senin, 1 Mei 2025 di Sekretariat GMRI, Jl. Ir. H Juanda Jakarta Pusat.
Upaya dan usaha islah merupakan satu-satunya jalan terbaik untuk segera menghentikan kegaduhan. Sehingga prasangka buruk terhadap kesan untuk terus menerus menghembuskan suasana yang gaduh, sulit untuk tidak dikatakan sebagai upaya pengalihan isi dari masalah besar yang patut menjadi perhatian serta pengawalan dari masyarakat. Misalnya tentang pagar laut di pantai Utara bagian Barat Pulau Jawa, mulai tenggelam dan hilang bersama pelakunya yang patut diusut hingga tuntas. Demikian juga dengan kasus korupsi di Pertamina yang tidak cuma merugikan pemerintah, tetapi juga memangsa rakyat sebagai korban perlu mendapat pengawalan yang jelas dan terang penyelesaiannya. Sebab masalah kemiskinan yang mendera rakyat semakin parah lantaran kondisi ekonomi global yang tak kunjung mampu dipulihkan.
Perhatian dan pengawalan dari peran serta masyarakat terhadap beragam kasus penyelewengan, mulai dari masalah minyak sawit hingga perkebunan sawit yang merambah hutan, perlu dikawal penyelesaiannya agar tidak sampai menjadi bancaan yang semakin tidak jelas juntrungannya.
Langkah Joko Widodo menempuh jalur hukum dengan melampirkan sejumlah aktivis dan tokoh yang vokal mempersoalkan ijazah itu, perlu dipertimbangkan. Sebab cara pilihan yang lebih bijak untuk menyelesaikan masalah ijazah yang menjadi persoalan ini, justru bisa membuat kerumitan baru yang menambah frekuensi kegaduhan yang semakin liar menyasar banyak pihak ikut terlibat. Apalagi pilihan untuk memperkarakan sejumlah aktivis dan tokoh itu justru dapat mengurangi penghormatan kepada mantan Presiden yang layak untuk dimuliakan, sebagaimana mantan Presiden Indonesia lainnya.
Tugu Monas, 1 Mei 2025