Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Merayakan Hari Buruh Dengan PHK Massal oleh Ririe Aiko

(Puisi esai ini ditulis untuk memperingati Hari Buruh, didramatisasi dari realitas getir meningkatnya kasus Pemutusan Hubungan Kerja massal yang melanda Indonesia pada awal tahun 2025.)


Di hari buruh kali ini

kami tak lagi ingin berteriak.

Napas kami tersengal

di batas akhir kesabaran.


Masihkah kami didengar

oleh suara-suara yang sibuk di kursi jabatan?

Mereka bilang ini era efisiensi,

tapi mengapa hanya buruh yang harus menyusutkan hidupnya?


Mengapa para petinggi masih bisa menyantap Wagyu, sementara kami hanya sisa harapan palsu?


Di layar kaca,

Pak Menteri bersabda seakan sedang membacakan puisi:

“Transformasi industri demi kemajuan negeri.”

Kami menunduk.

Di kantong kami tinggal uang receh dan surat PHK

yang dicetak massal, sebagai pemutusan kerja. 


Di Karawang, (1)

ratusan buruh pabrik elektronik digiring pulang,

bukan karena acara gathering,

melainkan karena pabriknya kini kosong,

investor pergi tanpa pamit,

setelah memeras habis tenaga buruh.

“Pasar global tak menentu,” katanya.

Tapi kenapa guncangnya hanya kami yang gemetar?


Di hari buruh,

jalanan dipenuhi sepanduk, peluh, dan teriakan

yang terdengar seperti lagu lama:

“Hidup buruh!”

Tapi siapa yang masih hidup setelah semua ini?

Siapa yang bisa menyebut ‘hidup’

di tengah hidup yang digadai demi subsidi bahan bakar investor?


Lihatlah!

Perusahaan tekstil pailit! (2)

Pabrik sepatu gulung tikar!

Perusahaan bangsa hancur tergusur,

satu per satu pabrik raksasa tutup.

Ekonomi sedang menjerit:

sakit, dan lagi-lagi, kemiskinan bertambah.

Tak ada yang sejahtera,

selain mereka yang berada.


---000---


Para pemangku jabatan sibuk berdiskusi

di hotel bintang lima:

“Bagaimana menyelamatkan iklim investasi?”

Tapi tak satu pun bertanya:

bagaimana menyelamatkan keluarga buruh

yang tersapu badai ekonomi.


Kalian menyebutnya “resesi teknokratik.”

Kami menyebutnya:

kutukan bertahap, tak berdarah,

tapi mematikan kehidupan.


Satu demi satu: kehilangan penghasilan.

Satu demi satu: kelaparan.

Satu demi satu: pendidikan lenyap.

Satu demi satu: tak bisa berobat.


---000---


Di Hari Buruh ini,

kami tak lagi membawa poster.

Kami terlalu lelah berteriak soal kesejahteraan buruh,

sementara yang diteriaki hanya menonton

di balik layar televisi.


Kini,

kami membawa sisa-sisa tenaga

dan setumpuk surat tagihan.


Jika ini yang kalian sebut transisi,

mengapa hanya kami yang berganti status:

dari pekerja

menjadi angka statistik pengangguran? (3)

---000--

CATATAN:

1. Data PHK massal di Karawang dari pabrik elektronik dirilis oleh Serikat Pekerja Nasional, 2024.

2. Laporan dari Kompas, Desember 2024, menyebut 26 perusahaan garmen dan alas kaki tutup karena enggan memenuhi upah minimum regional.

3. Badan Pusat Statistik (BPS), Februari 2025, mencatat lonjakan angka pengangguran terbuka sebesar 1,2% akibat pemutusan hubungan kerja di sektor manufaktur.

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies